Oleh: Kharimah El-Khuluq
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, Kemendikbud Ristek menawarkan kurikulum baru yakni kurikulum prototipe. Kurikulum prototipe adalah kurikulum pilihan (opsi) yang dapat diterapkan satuan pendidikan mulai tahun ajaran (TA) 2022/2023. Kurikulum prototipe melanjutkan arah pengembangan kurikulum sebelumnya (kurtilas). Hal ini, dilakukan untuk mengatasi kehilangan pembelajaran dan mengakselerasi transformasi pendidikan nasional.
Di dalam kurikulum prototipe memuat sedikit materi. Namun, dilengkapi dengan perangkat yang memudahkan guru melakukan proses pembelajaran. Contohnya, Kemendikbud Ristek akan menyediakan alat asesmen diagnostik untuk literasi membaca dan matematika. Serta Kemendikbudristek juga akan membekali guru dengan beragam contoh modul yang bisa diadopsi atau diadaptasi sesuai konteks.
Dengan adanya usulan kurikulum prototipe tersebut Komisi X DPR RI mendukung opsi penerapan kurikulum prototipe yang diusulkan oleh Kemndikbud Ristek dengan pertimbangan sebagai berikut: pertama, sebagai bentuk adaptasi dan inovasi. Kedua, langkah pembaharuan. Ketiga, kurikulum 2013 padat dan banyak. Keempat, melahirkan lulusan yang berkompetensi. Kelima, bersifat optional dan tidak wajib, (Kompas.com, 30/12/2021).
Meningkatkan mutu pendidikan dengan kebijakan merubah kurikulum tiap tahun maka hasilnya pun masih dengan tahun sebelumnya. Karena, mutu pendidikan tidak hanya bisa ditingkatkan dengan kurikulum saja. Melainkan, fasilitas maupun tenaga pendidik juga harus mendukung.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia pendidikan di Indonesia mengalami kesenjangan dari dahulu kala hingga zaman yang konon telah modern sekarang. Wara-wiri potret fasilitas pendidikan yang memprihatinkan sering kali kita temukan di media sosial. Mulai dari bangunan yang hampir roboh hingga para pendidik yang sulit mengakses jalan menuju lokasi pengabdian.
Maka dari itu, memperbaiki mutu pendidikan dengan hanya menawarkan kurikulum baru bukannya meningkatkan mutu pendidikan. Melainkan, memperkuat kesenjangan yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia.
Seperti itulah kebijakan yang ditawarkan oleh pemerintah yakni kebijakan tambal sulam. Menutup masalah dengan masalah. Sehingga, kekacauan dari berbagai lini kehidupan pun meledak.
Salah kaprah dalam menentukan kebijakan merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme yang memisahkan kehidupan dengan agama. Dunia pendidikan merupakan hal utama yang diserang olek kapitalisme. Mengingat, salah satu aset terbesar untuk membangkitkan negara ada dalam dunia pendidikan.
Kapitalisme menggiring opini bahwa mutu pendidikan hanya sekadar dari nilai- nilai akademik yang fantastik yang diperoleh oleh peserta didik. Kemudian, mengarahkan peserta didikan hanya pada orientasi sikap konsumtif dan hedonisme. Maka dengan hal itu, motivasi peserta didik dalam menempuh pendidikan hanya sebatas agar bisa mencari pekerjaan guna mengisi perut yang lapar.
Sehingga, terlupakan bahwa tujuan dari pendidikan itu sendiri memanusiakan manusia, mencetuskan peserta didik yang bertakwa kepada Allah SWT. berakhlakul karimah, berprestasi dan melepaskan diri dari belenggu kaum penjajah yang masih menancap di bumi pertiwi.
Hal ini sangat berbanding terbalik dengan Islam. Islam memandang kualitas pendidikan dengan melihat dari kualitas kepribadian dari peserta didik itu sendiri. Tentu, pendidikan Islam membentuk peserta didik yang berkepribadian Islam. Yakni, yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islami. Dimana pola pikir Islami dibentuk dengan akidah yang benar, yang segala persoalan dipecahkan berdasarkan Al-quran dan As-Sunah.
Maka, dengan terbentuknya pemikiran Islami menjadikan peserta didik untuk betul-betul memahami ilmu yang dipelajarinya. Bukan karena semata-mata untul mendapatkan nilai dalam bentuk angka saja. Melainkan, kesadaran akan kewajiban menuntut ilmu karena Allah SWT. pola sikap yang Islami juga harus dibentuk, ketika seseorang bertindak harus didasari dengan kesadaran akan hubungannya dengan Allah SWT.
Oleh karena itu, untuk menghasilkan pendidikan yang bermutu. Tentu, setidaknya membutuhkan pertama, orang tua yang berperan sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya memberikan pemahaman agama yang benar. Kedua, kurikulum yang berbasis kepada Al-quran dan As-sunah. Ketiga, fasilitas pendidikan baik guru maupun sarana dan prasarana yang akan membentuk peserta didik memiliki kepribadian Islami. Keempat, lingkungan masyarakat yang saling mengingatkan akan kebaikan. Kelima, negara yang menerapkan sistem pendidikan Islam.
Maka dari itu, membangkitkan kembali negara Islam merupakan solusi atas seluruh permasalahan yang terjadi sekarang. Dan termasuk masalah upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Wallahualam bishawab.
Post a Comment