Krisis Kazakhstan dalam Belenggu Kapitalisme



Oleh: Umi Nur Fitriana, M. Pd 

(Aktivis Muslimah)


Awal tahun 2022 dunia Islam kembali diguncang krisis. Kazakhstan, salah satu negeri muslim di Asia Tengah mengalami aksi protes besar-besaran dari masyarakat terkait naiknya harga LPG secara drastis. Aksi protes ini telah menelan korban sebanyak 164 orang (CNN Indonesia, 9/1/2022).


Krisis yang melanda Kazakhstan tidak lepas dari diterapkannya kapitalisme oligarkis. Sumber daya alam negara yang luas telah membuat elit kecil pejabatnya menjadi sangat kaya. Padahal mayoritas masyarakat Kazakhstan hidup dalam kondisi masih tertinggal. Satu juta dari total 19 juta penduduk diperkirakan hidup di bawah garis kemiskinan. Serangan pandemi Covid19 yang belum kunjung selesai semakin memperparah penderitaan masyarakat Kazakhstan. Ditambah lonjakan harga LPG, korupsi, pemerintah yang otoriter, ketimpangan pendapatan, dan kesulitan ekonomi lainnya, makin memperkuat alasan aksi unjuk rasa besar-besaran di negeri tersebut.


Jutaan masyarakat turun sepanjang jalan kota-kota besar di Kazakhstan untuk menyuarakan aspirasi. Akan tetapi justru mendapatkan perlakuan tidak baik oleh pemerintahnya. Sikap represif dengan memerintahkan pasukan keamanan menembak para demonstran dengan label ‘teroris’. Label teroris disematkan bagi para demonstran yang dianggap telah melakukan kerusuhan dan pemberontakan.


Jargon sistem politik demokrasi selama ini adalah dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat, ternyata hanya isapan jempol semata. Karena penampakan rezim yang lahir dari demokrasi tidak bisa menampung aspirasi-aspirasi dari rakyatnya. Namun justru semakin otoriter. Fakta seperti ini yang juga terjadi di kazakhstan.


Campur Tangan Pihak Asing

Di saat situasi panas, negara-negara besar berlomba-lomba menawarkan diri untuk mengatasi krisis Kazakhstan, hal ini juga atas permintaan presiden Kazakhstan (Kassym-Jomart Tokayev).


Presiden Rusia, Vladimir Putin menyebutkan bahwa kerusuhan Kazakhstan merupakan akibat campur tangan pihak asing. Pernyataan Putin ini seperti menjilat ludah sendiri. Menyatakan adanya intervensi asing di Kazakhstan, akan tetapi Rusia sendiri justru melakukan intervensi terhadap negeri tersebut. Atas permintaan Tokayev, Rusia memimpin aliansi militer CSTO (Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif) yang beranggotakan negara bekas wilayah Uni-Soviet untuk mengerahkan sejumlah 2.500 pasukan dalam rangka meredahkan kerusuhan.


China tidak ketinggalan ikut bergabung menawarkan diri sebagai juru selamat Kazakhstan. Pemerintah Cina mendukung tindakan arogansi Pemerintah Kazakhstan dan menawarkan peningkatan kerja sama “penegakan hukum dan keamanan” kepada Kazakhstan. Dalam hal ini, Rusia dan Cina berada pada pihak yang sama. Menlu China, Wang Yi, mengatakan alasan bantuan ini semata-mata untuk menjaga ketertiban di sekitar wilayah Xinjiang dan menjaga kestabilan arus perdagangan.


Selain Rusia dan China, AS tidak ketinggalan untuk menerjunkan bantuan di Kazakhstan. China dan Rusia menduga bahwa pengaruh AS dapat membuat pergolakan politik dengan terjadinya peralihan kekuasaan dan penguatan pengaruh AS di Kazakhstan dan Asia Tengah.


Kazakhstan yang menjadi rebutan para negara besar tersebut bukan tanpa sebab. Kazakhstan memiliki SDA dan SDM yang melimpah. Faktor inilah yang menarik intervensi besar-besaran dari tiga negara tersebut. Ada kesamaan kondisi dari negeri-negeri muslim ketika masuk intervensi asing. Contohnya Timur Tengah seperti Suriah, Afganistan dan Yaman, ketika adanya campur tangan asing negeri tersebut bukannya membaik keadaannya. Akan tetapi justru semakin parah, terbukti adanya konflik berkepanjangan yang tidak diketahui kapan berakhir.


Fakta inilah yang seharusnya dipahami lebih mendalam oleh Kazakhstan sebelum meminta bantuan dari asing. Solusi dari permasalahan negeri-negeri muslim sulit didapatkan selama wajah demokrasi masih mereka gunakan.


Negeri yang Salah Tata Kelola

Kazakhstan dikenal sebagai negeri yang sebagian besar penduduknya menganut Islam sebanyak 70%. Kazakhstan mengandalkan roda perekonomiannya pada sumber daya alam. Diantaranya pertanian dan pertambangan.


Tekstur tanah wilayah Kazakhstan  sebagian besar rata dan terbuka, didominasi dengan padang rumput. Hal ini sangat berguna dalam memajukan sektor pertanian terutama gandum.


Kazakhstan juga memiliki cadangan besi yang sangat besar dan beragam. Seperti timah, tembaga, mangan, biji besi, emas, cadangan minyak dan gas alam yang cukup besar.


Kazakhstan ternyata merupakan produsen uranium global teratas dan pengekspor minyak terbesar kesembilan di dunia. Pada tahun 2021 mampu memproduksi sekitar 85,7 juta ton. Kazakhstan juga merupakan produsen batu bara terbesar ke-10 sekaligus penambang bitcoin terbesar ke-2 di dunia setelah AS. Kekayaan alam yang melimpah ini mampu menarik ratusan miliar dolar AS dalam investasi asing sejak tahun 1991.


Kazakhstan juga merupakan negeri muslim kaya minyak dan gas (migas) sehingga menjadikannya termasuk 15 negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia. Negara ini memiliki potensi cadangan minyak mentah sebesar 30 miliar barel pada 2018. Kazakhstan juga menyimpan cadangan gas alam yang mencapai 3 triliun meter kubik dan proyeksi cadangan sebesar 5 triliun meter kubik. Negeri dengan julukan “Virgin Lands” ini memiliki cadangan uranium terbesar kedua di dunia dengan cadangan sebesar 906,8 ribu ton.


Meskipun kaya migas, harga bahan bakar di Kazakhstan cukup mahal. Pada awal Januari 2022, Pemerintah Kazakhstan mengumumkan kenaikan harga bahan bakar gas cair atau elpiji hingga dua kali lipat sampai 120 tenge (nyaris Rp4.000) per liter. Merespon kenaikan ini, rakyat Kazakhstan pun melakukan aksi protes, diawali di wilayah Mangystau lalu meluas ke kota-kota lainnya hingga sampai ke Almaty, kota terbesar di sana.


Aksi protes kemudian meluas dari permasalahan kenaikan harga bahan bakar menjadi menyerang kiprah presiden pertama Kazakhstan, Nursultan Nazarbayev, yang berkuasa sejak 1990 hingga 2019. Rakyat melihat Nazarbayev telah berkuasa secara otoriter dan bertanggung jawab terhadap banyaknya kasus korupsi, kemiskinan, dan ketimpangan ekonomi. Meski ekonomi Kazakhstan nampak stabil dari luar, nyatanya sumber daya alam negeri dimonopoli oleh segelintir elit politik dan pengusaha kroni dari Nazarbayev.


Di bawah kekuasaan Nazarbayev, Kazakhstan dibawa ke arah negara sekuler. Meski mayoritas penduduknya muslim, hukum syariat Islam diabaikan. Nazarbayev mengundang  aliran investasi di sektor minyak dari Amerika Serikat, Eropa, dan Cina. Neoliberalisme tengah berlangsung di Kazakhstan.


Kekecewaan rakyat pada Nazarbayev memuncak karena berbagai kebijakan zalim yang dilakukannya selama berkuasa. Seperti menerima suap, menyimpan uang rakyat di rekening pribadi, menyingkirkan oposisi, memberangus media massa, termasuk menjadikan dirinya berkuasa mengontrol kebijakan rezim penguasa setelah tidak lagi menjadi presiden.


Aksi demo sering terjadi di Kazakhstan. Pada Desember 2011, ribuan buruh minyak melancarkan protes karena kondisi kerja yang susah dan upah murah. Pada 2014, rakyat merasakan kesulitan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi melambat akibat produksi minyak berkurang. Pada 2016, dua ribu orang memprotes rencana reformasi lahan.


Ketika pandemi Covid-19 melanda, hidup rakyat makin sengsara. Sebanyak 54 aksi terjadi untuk memprotes minimnya tunjangan keamanan sosial, subsidi rumah, dan pembayaran KPR. Dengan demikian, demonstrasi berujung kerusuhan yang terjadi awal tahun ini merupakan puncak kekecewaan masyarakat terhadap buruknya rezim dalam melayani rakyat.


Seperti itulah kondisi negeri muslim yang diatur dengan aturan liberal dan sekuler. Rakyat hidup susah, padahal mereka tinggal di atas tumpukan SDA yang melimpah. Jika dalam sistem Islam, kekayaan alam tersebut akan dikembalikan pada posisinya sebagai milik umum. Sistem Islam akan mengelolanya dengan amanah dan juga mengalokasikan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat.


Haram bagi Muslim Dikuasai Asing

Kerusuhan di Kazakhstan juga membuka kedok persekongkolan para negara asing untuk mengeruk SDA di Kazakhstan. Negara-negara besar seperti Amerika, Rusia, Cina, dan Eropa memperebutkan kekayaan negeri muslim Kazakhstan dengan berbagai cara, seperti intrik politik dan pengerahan militer. Dan ini sejatinya adalah musibah besar bagi umat Islam Kazakhstan.


Allah Swt. telah melarang kaum muslimin dikuasai oleh orang-orang kafir. Allah Swt berfirman:

وَلَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا

Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (QS An-Nisa: 141)


Oleh karena itu, haram bagi kaum muslimin untuk membiarkan asing mencampuri urusan dalam negeri Kazakhstan, baik itu atas nama investasi maupun bantuan militer.


Aksi demo di Kazakhstan merupakan bukti bahwa umat Islam berani menyuarakan aspirasinya untuk melawan kezaliman yang terjadi. Selanjutnya, semoga umat Islam Kazakhstan dapat mengarahkan tuntutannya pada solusi dari Islam. Jangan sampai aksi umat ini dibajak oleh para penumpang gelap seperti Amerika maupun Rusia-Cina sehingga rezim sekuler tetap berkuasa dan terus menerus menzalimi rakyat.


Aksi yang ada yang sedang diperjuangkan rakyat Kazakhstan butuh untuk diarahkan menuju gerakan Islam politik ideologis. Bukan hanya sekadar gerakan ala kadarnya dan pragmatis yang mudah redah dengan kebijakan rezim menurunkan harga elpiji. Selama rezim penguasa itu masih sekuler, kezaliman akan terus terjadi. Negara-negara asing akan tetap memperebutkan SDA Kazakhstan, sedangkan umat terus berada dalam kesengsaraan. Tentu saja kita semua menginginkan kesejahteraan dan kemuliaan meliputi seluruh umat Islam di dunia. Dan hal itu hanya bisa terwujud dalam naungan sistem Islam.


Kazakhstan perlu mengambil konsep Islam dan menerapkan syariat Islam secara sempurna dalam naungan sistem Islam. Karena jika konsep Islam yang ditawarkan pasti dengan izin Allah akan  mampu mengatasi krisis yang dialami Kazakhstan dengan cara:


Pertama, mengatur masalah kepemilikan. Yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Kepemilikan individu, bebas memiliki barang yang memang sudah menjadi haknya sesuai syariat islam agar individu termotivasi untuk berusaha lebih giat lagi. Kepemilikan umum yang sudah ditetapkan oleh syara’ yaitu rakyat berserikat atas padang (hutan), api dan air, sama sekali tidak dimiliki individu atau swasta. Negara yang berhak mengelolanya dan keuntungannya dikembalikan lagi kepada rakyat. Seperti biaya sekolah, kesehatan, dan kebutuhan rakyat lainnya.


Kedua, pendistribusian kekayaan kepada rakyat secara merata. Islam memastikan masyarakat tidak yang kekurangan harta atau bahkan sampai kelaparan, sampai di daerah terpencil sekalipun.


Ketiga, penjaminan kebutuhan pokok rakyat oleh negara. Rakyat berhak mendapatkan jaminan sandang, papan dan pangan. Berupa pendidikan, kesehatan, rumah dan makanan pokok sehari-hari.


Karena dalam Islam pemimpin itu adalah perisai yang bertugas melindungi rakyatnya dari bahaya. Sebagaimana teladan terbaik dari para pemimpin Islam. Salah satunya adalah khalifah Umar Bin Khattab yang tidak bisa tidur nyenyak di siang ataupun malam hari karena memikirkan nasib rakyat secara keseluruhan. Perkataan Umar yang terkenal: “Kalau aku tidur di siang hari, maka itu berarti aku menelantarkan rakyatku".

Wallaahu a’lam bishshawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post