Oleh: Ariesta Fasha Fauzia
Mahasiswi Universitas
Indraprasta
Dikabarkan, 12 September 2020 lalu kapal
patroli Cina menerobos masuk ke dalam batas teritorial Indonesia dan menyingkir
pada 14 September 2020 setelah
dilakukan komunikasi radio dan hal tersebut bukanlah pertama kalinya. Faktanya
permasalahan ini sudah terjadi sejak awal 2020 tanpa adanya jalan keluar (Pikiran-rakyat.com,
16 September 2020).
Kapal latihan militer Cina tak segan memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Indonesia atau disebut Laut Natuna. Cina
menuntut untuk Indonesia menghentikan pengeboran rig lepas pantai di sana
karena mengklaim perairan Laut Cina Selatan itu
masuk ke dalam wilayah otoritas Cina dan menyatakan siap berperang dengan
negara-negara lain yang bersengketa dengan Beijing. Padahal
faktanya, 2017 Indonesia memiliki kewenangan
penuh untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di sana di bawah
naungan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (Kompas.com, 03 Desember 2021).
Sebenarnya,
yang sedang dihadapi Indonesia adalah problem pertahanan militer yakni kemampuan
alat-alat pertahanan Indonesia masih sangat jauh di bawah Cina sebagaimana di
ketahui ditinjau dari GFP total personil militer Cina mencapai 2.7 juta orang
sementara Indonesia sendiri hanya mempunyai 800 orang personil militer. Artinya
jumlah personil militer Indonesia hanyalah 30% dari jumlah militer Cina. Jika
ditinjau dari alutsista, Cina juga lebih unggul karena memiliki 3.187 pesawat
militer untuk oertemoutan dan transport sementara Indonesia hanya memiliki 451
unit pesawat militer (Katadata.co.id, 05 Oktober 2021).
Lemah alat militer Indonesia berangkat
dari kekeliruan politik pertahanan Indonesia yang tidak melakukan integrasi
kepada seluruh industri yang ada dalam hal pertahanan negara. Sebab, pertahanan
suatu negara berangkat dari politik perang sedangkan politik perang haruslah
mengikat industri militer yang berorientasi pada perang dan industri militer
tidak boleh dilepaskan dari industri di luar militer.
Oleh karena itu, seluruh industri haruslah
dibangun di atas asas perang agar semua industri tersebut mudah untuk
dikonsolidasikan ketika dibutuhkan negara. Pada faktanya saat ini, alat perang Indonesia
berasal dari negara asing dan tentunya hal ini akan menurunkan kemampuan dan
kemandirian militer negeri ini.
Sementara itu, Cina selain memiliki
perlengkapan perang yang kuat juga telah menjadi mitra dagang Indonesia. Indonesia
banyak mengimpor dan memiliki utang yang banyak pula dengan Cina. Maka, akan
sangat sulit bagi Indonesia untuk mengusir Cina dari wilayah otoritas Indonesia.
Bisa saja Cina dengan kekuatannya itu mengancam
akan memutus hubungan sehingga akan merugikan Indonesia. Inilah fakta Indonesia
sudah kehilangan kedaulatannya.
Sesungguhnya bila kita mau kembali
kepada Islam, sudah jelas apa yang seharusnya dilakukan untuk mempertahankan wilayah
batasan negara, dalam kasus ini yaitu Kepulauan Natuna. Sebab, dalam Islam
hukumnya wajib mempertahankan wilayah batasan negara. Hal ini didasarkan pada hadits dari Arfajah,
ia berkata, aku mendengar Rasullulah SAW bersabda,“Jika ada orang yang datang kepada kalian, ketika kalian telah sepakat
terhadap satu orang (sebagai pemimpin), lalu dia merusak persatuan kalian atau
memecah jamaah kalian, maka perangilah ia.”
Dalam Islam, Cina dikategorikan sebagai
negara kafir harbi yaitu negara asing yang sedang memerangi negara Muslim,
terlebih lagi saat ini dapat dikategorikan sebagai ad-dawlah al-kafirah al-harbiyah al-muharibah bi al-fili yaitu
negara kafir harbi yang memerangi umat Islam secara nyata. Telah terbukti
dengan tindakan pemerintah Cina yang biadab terhadap kaum Muslim di Uyghur. Jadi,
sudah sepatutnya Indonesia segera memutus kerjas ama dan perjanjian politik
dengan Cina. Sudah waktunya negeri
ini menjadi negara yang mandiri tanpa ketergantungan dari Cina dan negara lain
termasuk Amerika.
Terlebih lagi Cina mengemban ideologi
selain Islam yang sudah sepatutnya haruslah dilawan dengan ideologi Islam,
yaitu Islam secara kaffah yang diterapkan dalam negara yaitu Daulah Khilafah
Islamiyah. Tegaknya Daulah Islamiyah merupakan kewajiban Allah dan merupakan
warisan dari Rasullulah SAW. Negara ini dahulunya pernah berdiri tegak selama
kurang lebih 13 abad dan menjadi rahmat bagi seruluh alam.
Jika ingin kasus seperti Natuna ini
tidak terjadi kembali, maka Islam haruslah diterapkan sehingga kedaulatan
kembali kepada fitrah hakiki yaitu aturan Allah secara kaffah sesuai petunjuk-Nya.[]
Post a Comment