Kazakhstan: Bara Dalam Sekam Dan Revolusi Ideologis

Oleh: Ranty Purnama

Negara penghasil minyak terbesar di Asia Tengah, Kazakhstan kini dilanda kerusuhan besar-besaran. Kejaksaan Agung Kazakhstan mengeluarkan keterangan bahwa ada 225 orang yang tewas akibat kerusuhan yang berlangsung sejak tanggal 4 Januari tersebut. Sebanyak 19 korban jiwa merupakan aparat penegak hukum dari kepolisian maupun militer. Di samping itu, ada 2.600 orang luka-luka dan 12.000 orang ditahan oleh polisi (Kompas.com).


Presiden Kassym-Jomart Tokayev mengatakan bahwa negaranya diserang ‘teroris’. Kerusuhan dimulai dengan kenaikan harga gas minyak cair (LPG), yang digunakan untuk bahan bakar kendaraan di negara 19 juta penduduk itu. Ini membuat massa turun berunjuk rasa. 


Tuntutan mereka meluas. Mulai dari kekecewaan terhadap pemerintah karena dianggap otoriter, marak korupsi, hingga kesenjangan sosial-ekonomi. Pemerintah kemudian menetapkan status darurat sebagai respons akan kerusuhan itu. Mereka juga mengklaim berhasil mengatasi situasi. Namun, baru-baru ini Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev memerintahkan pasukan keamanan menembak 'teroris' (CNN Indonesia).


Krisis Ekonomi Dan Politik
Dari luar, Kazakhstan tampak tentram. Ekonomi mereka baik dan maju. Kazakhstan memiliki 20 miliar cadangan minyak dengan tingkat produksi sekitar 1,64 juta barel/hari. Negara ini menempati urutan ke-19 produsen minyak bumi dunia (CNBC Indonesia).


Melimpahnya SDA yang dimiliki negara ini ternyata tidak menjadikan rakyatnya hidup dengan aman dan sejahtera. Aksi demonstrasi yang dilakukan awal tahun ini memang dipicu karena naiknya harga LPG hingga mencapai dua kali lipat. Ketika pemerintah mengambil kebijakan untuk menurunkan harga LPG ternyata rakyat pun masih belum puas. Ibarat bara dalam sekam, kezhaliman pemerintah yang mereka rasakan selama berpuluh tahun pun meluap. Ketimpangan pendapatan dan kesulitan ekonomi, kemudian diperparah dengan kondisi pandemi. Padahal Kazakhstan termasuk negara yang kaya di kawasan Asia Tengah.


Ini adalah dampak dari penerapan system ekonomi kapitalis. Keran investasi yang dibuka lebar untuk pihak swasta dan asing menjadikan masyarakat semakin sengsara. Sumber daya alam (SDA) yang seharusnya dikelola oleh negara semata-mata untuk kepentingan rakyat tidak akan pernah terjadi selama system ‘buatan manusia’ ini masih berkuasa.
Demikian juga dengan krisis politik yang tak ada hentinya. Selama hampir 30 tahun Kazakhstan dipimpin oleh pemimpin otokratik Nursultan Nazarbayev, sebelum dia mengundurkan diri tahun 2019 dan menyerahkan kekuasaan kepada loyalisnya Kassym-Jomart Tokayev. Banyak pihak yang menilai bahwa rezim lama sesungguhny masih mengendalikan negeri tersebut. Inilah yang kemudian menjadikan rakyat Kazakhstan semakin marah. Perunahan yang selama ini mereka harapkan dengan pengunduran diri Nazarbayev ternyata hanya kamuflase dan permainan mereka.


Intervensi Asing 
Tampak bahwa asing ikut campur dalam konflik di Kazakhstan. Negara-negara besar seperti Rusia, China, maupun AS terlihat sama-sama saling memperebutkan pengaruh. Berbagai alasan mereka sampaikan untuk terlihat sebagai ‘pahlawan’ yang peduli dengan kondisi negeri muslim ini. Padahal semua yang dilakukan hanyalah upaya untuk bisa menguasai Kazakhstan yang kaya akan sumber daya alam tersebut.

Revolusi Ideologis
Kondisi yang terjadi di Kazakhstan seharusnya menyadarkan rakyatnya secara khusus dan kaum muslimin dunia secara umum. Untuk mengakhiri ketidak puasan rakat atas pemerintahan yang otoriter, perilaku elite politik yang korup, perselingkuhan para penguasa dengan orang-orang kafir, serta berbagai kesenjangan sosial dan ekonomi yang dirasakan masyarakat tidak akan pernah berakhir tanpa adanya perubahan sistem.


Jika hanya melakukan upaya menuntut pergantian rezim, maka hal itu tidak akan merubah apapun selain hanya menambah korban jiwa dan kekecewaan masyarakat.


Oleh sebab itu, kaum muslimin harus melakukan revolusi ideologis dengan menjadikan Islam sebagai sistem yang akan menata negaranya secara utuh (kaffah). Hanya dengan cara inilah, berbagai kezhaliman akan berakhir, dan masyarakat dapat hidup di bawah naungan Islam yang merupakan rahmatan lilalamin.

Wallahu a’lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post