Oleh Irohima
Varian baru Covid-19 bernama Omicron telah ditetapkan WHO sebagai Varian of Concern atau VoC. Omicron atau Varian B.1.1.529 ini disebut memiliki strain dan mutasi yang banyak. Lebih dari 30 protein lonjakan kunci, yaitu struktur yang digunakan virus untuk masuk ke dalam sel yang diserang. Bahkan melebihi varian lain seperti Alpha, Beta, dan Delta. Negara yang pertama terdeteksi adanya varian Omicron adalah Afrika Selatan disusul Inggris dan Hongkong. Sampai saat ini telah tercatat 13 negara yang mendeteksi adanya virus tersebut. Mulai Afrika hingga Eropa (CNBC Indonesia, 28/11/2021 ).
Salah seorang dokter pertama di Afrika Selatan yang mendeteksi varian virus baru Omicron, Angelique Coetzee, mengatakan bahwa pasien yang terkena virus tersebut sejauh ini bergejala ringan dan bisa melakukan rawat jalan. Keluhan umum pasien Omicron adalah merasa sangat lelah selama satu atau dua hari, sakit kepala, badan terasa sakit dan tenggorokan serak. Namun tidak batuk, tidak kehilangan indera penciuman maupun rasa. Meski begitu WHO tetap memasukkannya dalam daftar perhatian (variant of concern, VoC), karena mungkin evolusi virus Corona akan melahirkan berbagai kejutan.
Belum tuntasnya penanganan covid-19 di dunia membuat munculnya varian baru Omicron yang diisyaratkan para pakar sebagai varian virus Corona paling mengkhawatirkan saat ini telah membuat sejumlah negara mengambil langkah cepat. Seperti menutup perbatasan agar bisa menekan penyebaran varian tersebut. Kehadiran varian Omicron telah membawa kecemasan tersendiri bagi seluruh negara tak terkecuali Indonesia. Varian Omicron pun dikhawatirkan akan memicu gelombang baru utama pandemi covid-19. Maka dari itu dalam hasil rapat antisipasi varian baru Covid-19, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan bahwa pemerintah mengambil langkah salah satunya pengetatan kedatangan dari luar negeri untuk mengantisipasi varian baru Covid-19 ini.
Dua tahun lebih kita telah bergulat dengan pandemi Covid-19. Rasanya belum sempat kita duduk beristirahat, kini kita kembali dipaksa untuk kembali berdiri menghalangi varian baru Omicron. Makin beragam varian Covid-19 yang muncul dan makin sulit saja untuk mengendalikannya, agar tak menginfeksi dan menyengsarakan lebih banyak lagi nyawa manusia.
Ini adalah bukti betapa rezim global (WHO) dan negara-negara besar telah gagal menangani virus ini.
Jauh panggang dari api, mengharapkan pandemi ini cepat berakhir jika kebijakan terkait penanganan Covid-19 tak pernah menyentuh akar permasalahan. Selama ini kebijakan yang selalu diambil terkait penanganan kasus Covid -19 tak pernah tuntas menyelesaikan persoalan justru malah menimbulkan masalah baru. Penanganan pun berlarut-larut karena selalu mempertimbangkan memenangkan sektor ekonomi. Sektor yang paling besar terkena imbasnya. Namun harus juga diperhatikan bahwa hampir seluruh sektor kehidupan luluh lantak karena pandemi dan perlu perhatian.
Sistem kapitalis saat ini terbukti telah menelurkan berbagai kebijakan yang tak mampu mengatasi persoalan pandemi. Sebagai contoh saat pandemi mencapai klimaksnya, melakukan berbagai pembatasan interaksi sosial hingga beraneka tes kesehatan terkait syarat yang harus dipenuhi untuk keperluan administrasi bagi semua orang hingga masyarakat tak bisa bebas keluar rumah. Namun di sisi lain kurang mengindahkan dampak bagi masyarakat kecil. Semua yang dilakukan justru menimbulkan berkurangnya aktivitas masyarakat dalam perekonomian. Di mana usaha- usaha kecil masyarakat bangkrut dan mengakibatkan lesunya perekonomian dan berujung pada lahirnya pengangguran.
Dalam bidang pendidikan, sistem pembelajaran jarak jauh justru menuai seabrek persoalan rumit karena sistem online tak mampu menjangkau seluruh wilayah khususnya daerah terpencil. Tidak semua wilayah mempunyai jaringan internet dan tidak semua siswa terlahir dalam keluarga yang mampu membeli gadget.
Masih banyak fakta lain yangmenunjukkan betapa sistem kapitalis telah gagal. Setiap satu kebijakan yang diambil dan diterapkan, selalu saja melahirkan banyak persoalan baru yang menghadang. Semestinya kita mengambil solusi yang benar-benar menuntaskan persoalan. Adakah solusi itu ? tentu ada. Banyak orang lupa atau mungkin pura-pura lupa bahwa Islam adalah satu-satunya solusi yang mumpuni dalam setiap persoalan. Islam tak hanya seputar ibadah dan ritual saja.
Islam adalah agama yang sempurna. Agama yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Tak hanya mengajarkan cara beribadah namun Islam juga mengajarkan kita bagaimana menjalankan kehidupan termasuk bagaimana cara menangani pandemi.
Pada zaman Rasulullah saw. dan Umar Ibn Khattab pernah terjadi pandemi yang mematikan. Tapi liihatlah bagaiman cara Rasulullah saw. dan Umar Ibn Khatab menyikapinya. Saat pandemi datang, lockdown atau karantina lokal segera dilaksanakan. Arus keluar masuk diputuskan, obat-obatan dan logistik disediakan untuk daerah yang terkena pandemi.
Dengan kondisi finansial negara yang mapan karena pengelolaan kekayaan negara mutlak dilakukan negara tanpa intervensi asing. Maka memungkinkan negara mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang tak bisa bekerja selama karantina. Kelaparan dan pengangguran pun bisa terhindarkan. Dalam waktu singkat wabah atau pandemi berhasil ditangani dan wabah tak sempat jauh bermutasi seperti sekarang ini.
Tak ada kata terlambat untuk berbenah diri. Mari kita kembali pada aturan Islam, tinggalkan kapitalisme yang mengancam, putuskan segala ikatan penjajahan. Dengan begitu Insya Allah kemenangan akan datang, kesejahteraan bukan lagi impian.dan kita takkan larut dalam pandemi yang berkepanjangan.
Wallahu a'lam bishawwab
Post a Comment