Tenaga Robot Menerobos, Hati PNS Mencelos



Oleh: Umul Bariyah (Aktivis Muslimah)


Di penghujung tahun 2021 ini kita disuguhi berita kurang sedap tentang Pegawai Negri Sipil (PNS) yang tenaganya akan digantikan dengan tenaga robot. Kebijakan pemerintah menggunakan teknologi digital ini dinilai perlu dalam meningkatkan pelayanan kepada publik. Dampaknya, Jumlah PNS akan dikurangi secara bertahap.


Tenaga Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini akan diganti dengan robot kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Hal ini dilakukan dalam rangka percepatan reformasi birokrasi di era kemajuan teknologi yang sedang berlangsung saat ini. (Detik.com)


Profesi PNS adalah profesi menjanjikan yang saat ini dirindukan bagi banyak orang, namun tampaknya semakin mustahil untuk digapai. Bahkan, yang sudah berstatus PNS pun harus rela jika suatu saat akan tergantikan dengan robot.


Entah bagaimana perasaan yang menggambarkan hati PNS  saat ini. Di tengah kebutuhan yang semakin sulit dan masa pandemi yang belum berakhir, ada saja kebijakan pemerintah yang membuat sebagian orang terutama yang berprofesi sebagai PNS menjadi was was dan gelisah. Karir yang selama ini diimpikan, dibangun dengan kerja keras serta ikhtiar berasa berada di ujung tanduk.


Per Agustus 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 9,1 juta orang. Itu artinya akan bertambah apabila tenaga PNS dirumahkan karena tenaganya digantikan robot.


Pemerintah mengambil kebijakan ini tentu dengan alasan pemberlakuan standar trend global dan ingin dinilai modern. Tapi tidak disertai solusi atas dampak apa yang akan terjadi. Bagaimana jika tingkat pengangguran semakin bertambah? Akankah kejahatan serta aksi kriminal bertambah pula? Demi kebutuhan perut, orang bisa melakukan apa saja tanpa memikirkan akibatnya. Mereka bisa nekat bahkan seringkali berurusan dengan yang berwajib. Belum lagi tentang masalah yang ditimbulkan akibat PHK. Tentu banyak masalah yang berimbas pada kejiwaan seseorang. Banyak jiwa yang stres karena kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian. Tentu saja ini bisa menjadi penyumbang daftar angka bunuh diri akibat gangguan jiwa.


Lantas dengan diusungnya program ini, pemerintah tidak memberikan jaminan bagi PNS yang posisinya akan digantikan oleh robot. Dimana kah jaminan akan kesejahteraan rakyat yang menjadi tanggungjawab dan kewajiban utama negara? Bukankah memang menjadi kewajiban negara untuk memastikan rakyatnya hidup sejahtera dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya? Tapi yang kita dapati adalah dengan banyaknya PNS, yang notabene juga bekerja untuk negara, mereka hanya dianggap sebagai beban. Seiring dengan banyaknya dana yang harus dikeluarkan untuk memberikan gaji dan tunjangan.


Tidak heran jika kelak di bumi pertiwi ini akan semakin banyak kita jumpai anak+anak tidak sekolah dan hidup di jalanan. Orang gangguan jiwa mengais sisa makanan di tong sampah, banyaknya pengemis dan pengamen bertebaran di kota-kota besar yang amat jelas ketimpangannya dengan keberadaan gedung-gedung pencakar langit. Belum lagi bertambahnya angka tindak kriminal. Di sana sini banyak berita tentang pencurian, perampokan, bahkan pembegalan yang mengakibatkan korban jiwa. Di kolong-kolong jembatan dan kolong tol banyak masyarakat kecil tinggal di sana hanya untuk bertahan hidup. Inikah gambaran negara yang katanya kaya dengan sumber daya alam dan kekayaan sumber daya manusia?


Peningkatan ekonomi dan kesejahteraan sebenarnya tanggung jawab bagi pemerintah. Namun, bagaimana kesejahteraan hidup bisa diraih apabila pengangguran, kejahatan dan tindak kriminal semakin meraja lela karena kemiskinan struktural? Nasib rakyat berada dalam kemiskinan bukan karena malas bekerja, namun kesulitan dan dipersulit mendapat pekerjaan. Alih alih arus modernisasi demi kemajuan bangsa, justru mempertaruhkan nasib umat dalam jurang kemiskinan.


Kemajuan bangsa tidak diukur dengan sekedar pencapaian fisik dan kemajuan teknologi yang digunakan. Tapi semestinya berupaya untuk tercapainya tujuan hidup bernegara yaitu mensejahterakan setiap individunya, terciptanya ketenangan stabilitas dan meninggikan peradaban.


Dalam sistem Islam yang dulu diterapkan dengan sangat baik saat kepemimpinan Rasulullah berikut Khalifah penggantinya, negara memposisikan dirinya sebagai Junnah (pelindung atau perisai) sekaligus sebagai pengurus dan pemelihara yang menjamin kesejahteraan umatnya. Kesejahteraan bukan diukur dari material saja tetapi dinilai dari non material seperti terpenuhinya kebutuhan spritual, terpeliharanya nilai nilai moral dan terwujudnya keharmonisan sosial.


Negara membentuk jiwa jiwa berkepribadian dan menguasai pemikiran Islam sehingga terbentuk masyarakat taqwa yang berpedoman pada undang undang dan aturan yang bersumber pada Alquran dan Assunnah.


Konsep Islam juga memandang masyarakat dikatakan sejahtera apabila terpenuhi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan. Juga yang tak kalah pentingnya yaitu jaminan pendidikan dan kesehatan. Negara juga bertugas menjaga dan melindungi harta, jiwa, akal dan kehormatan manusia.


Alangkah indahnya seandainya dunia menerapkan Islam secara kaffah ( keseluruhan). Para pemimpin dunia menerapkan kepemimpinan serta strategi seperti yang dicontohkan Rasulullah berikut para Khalifah penggantinya yang berpedoman pada aturan yang berasal dari pencipta manusia yaitu Allah SWT bukan berasal dari aturan manusia sendiri. Maka terciptalah masyarakat taqwa, sejahtera dan rahmatan lil alamiin. Wallahu'alam bi shawab. 

Post a Comment

Previous Post Next Post