Oleh: Esti Budiarti
Aktivis Dakwah
Menjelang akhir tahun isu teroris makin masif terdengar. Hal ini terbukti dengan di blowup-nya angka keberhasilan penangkapan tersangka teroris yang disuguhkan langsung oleh pemberitaan dalam negeri. Dilansir dari kompas.com (27/11/2021), saat rapat bersama Komisi III DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/5/2021), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Boy Rafli Amar memaparkan setidaknya ada sekitar 216 orang terlibat dalam aksi terorisme sejak Januari hingga Mei 2021.
Di awal November saja, Densus 88 Anti-teror telah menangkap dua tersangka pengumpul dana terorisme di wilayah Lampung. Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan, mengatakan keduanya merupakan anggota Jamaah Islamiyah (JI) dan ditangkap dalam kapasitasnya sebagai bendahara dan sekretaris Lembaga Amil Zakat (LAZ) Baitul Maal (BM) Abdurahman bin Auf (ABA) (beritasatu.com, 3/11/21).
Dan di bulan yang sama ini pula tiga tersangka terorisme ditangkap oleh Densus 88 Anti-teror, yaitu Ustadz Farid Okhbah, Ustadz Ahmad Zain An Najah dan Ustadz Anung Al Ahmad. Ketiganya diduga berafiliasi dengan Jamaah Islamiyah (JI) dengan berperan dalam lembaga pendanaan organisasi teroris Jamaah Islamiyah (JI), yakni Lembaga Amil Zakat Baitul Mal Abdurrahman Bin Auf (LAM BM ABA) serta LBH yang memberi advokasi terhadap terduga teroris melalui Perisai Nusantara Esa (kompastv.com, 18/11/21).
Dari sini tampak jelas stigma terorisme yang dibentuk oleh pemerintah yang mengidentikkan dengan Islam. Pasalnya, sebagian tersangka terorisme yang ditangkap adalah para ulama dan selama proses penangkapan para tersangka pun acapkali menggunakan tindakan kekerasan. Padahal, itu statusnya baru tersangka belum terbukti mereka melakukan tindakan teroris yang disangkakan oleh aparat.
Namun, sangat berbeda jauh perlakuan aparat terhadap para koruptor dan kelompok separatis di Papua. Padahal, sudah jelas para koruptor telah banyak merugikan negara dan kelompok separatis Papua juga ingin memisahkan diri dengan NKRI hanya disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua. Padahal jelas-jelas KKB Papua sudah melakukan banyak keonaran, bahkan menimbulkan korban jiwa dari pihak sipil maupun aparat keamanan.
Tidaklah mengherankan jika hal ini menjadi perbincangan di tengah rakyat bahkan menimbulkan pertanyaan apakah tindak penangkapan para ulama sebagai tersangka terorisme adalah bentuk kriminalisasi dan bagian dari Islamophobia?
Keraguan tersebut muncul karena negara menerapkan hukum secara tebang pilih bahkan terkesan pilih kasih antara para ulama yang hanya berstatus tersangka teroris dengan para teroris sesungguhnya.
Padahal, terorisme ini bukanlah ajaran Islam. Islam sebagai agama yang rahmatan lil 'alamain, artinya Islam yang disampaikan oleh Rasulullah SAW membawa rahmat untuk alam semesta dan seluruh umat.
Secara etimologis, Islam berasal dari kata as-salmu yang berarti “damai”, perdamaian. Sebagai agama yang damai, Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga perdamaian. Sedangkan rahmatan lil ‘alamin berarti “kasih sayang bagi semesta alam”. Maka yang dimaksud Islam rahmatan lil’alamin adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Anbiya’ ayat 107 yang artinya, ”Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan lilalamin).”
Dari sini jelas bahwa Islam tidak mengajarkan terorisme, dan perilaku kekerasan atau terorisme tidak dibenarkan dalam Islam. Sehingga pembentukan opini negatif bahwa terorisme identik dengan Islam adalah suatu hal yang sangat keliru.[]
Post a Comment