PNS Kiamat Karena Robot?


Oleh Erni Setianingsih
(Aktivis Dakwah Kampus)

Dilansir dari www.indozone.id (28/11/2021), Wacana pegawai negeri sipil (PNS) digantikan oleh robot artificial intelligence (AI) kembali ramai bergulir dalam beberapa hari terakhir. Dan rencananya, jumlah PNS akan dikurangi secara bertahap dan digantikan oleh robot AI. Akan ada banyak tugas-tugas yang selama ini dilakoni oleh manusia, bakal dikerjakan oleh robot.

Rencana pemerintah untuk mengganti PNS menjadi robot ternyata sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2019 lalu untuk melakukan reformasi digital birokrasi. (www-cnbcindonesia-com.cdn.ampproject.org, 01/12/2021).

Pemerintah berencana untuk mengganti beberapa pekerjaan dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan sistem digital atau robot. PNS digantikan oleh robot?  Begitulah ketika bersandar pada tren global dan ingin dinilai modern. Pemerintah menganggap beban negara amat besar karena harus mengeluarkan dana ratusan triliun setiap tahunnya untuk membayar PNS. 

Anggapan tersebut sangat miris karena nyatanya membengkaknya belanja anggaran negara bukan hanya karena menggaji PNS, melainkan untuk membiayai infrastruktur. Belum lagi untuk membiayai gaya hidup anggota dewan. Alasannya ingin mengikuti perkembangan zaman, faktanya malah menambah angka pengangguran.

Pemerintah sibuk mengikuti perkembangan zaman dan melakukan berbagai pencapaian fisik dan kemajuan teknologi. Namun, hal tersebut tidak memberi pengaruh besar bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Akankah persoalan kesejahteraan rakyat terjawab dengan memangkas jumlah pekerja dan menggantikannya dengan mesin atau robot?

Bagaimana nasib PNS ke depannya tentu makin terpuruk dengan kebijakan pemerintah yang tidak pernah memikirkan rakyatnya. Katanya negara ini diperjuangkan dan didirikan untuk kesejahteraan bangsa manusia. Tapi nyatanya hanyalah sebuah mimpi.

Posisi PNS yang tersedia akan kian sedikit, sehingga persaingan makin ketat. Dan kegelisahan di masyarakat nantinya berefek pada angka pengangguran yang semakin meningkat karena jumlah PNS berkurang atau dikurangi. 

Beginilah ketika sistem demokrasi kapitalistik makin memperlihatkan kemajuan bangsa yang semu. Kemajuan teknologi dan kehadiran berbagai produk digitalisasi malah membawa masalah baru di tengah rakyat. Pada satu sisi berupaya setara dengan negara maju yang andal dalam menggunakan teknologi, pada sisi lain malah mengabaikan kebutuhan rakyat akan lapangan pekerjaan.

Bukankah majunya suatu bangsa terlihat dari meningkatnya kualitas kehidupan, baik dari sisi perlindungan, kesejahteraan, maupun kecerdasan? Oleh sebab itu, sudah seharusnya parameter tersebut tidak bersandar pada tren global, melainkan pada terjaminnya pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat.

Seharusnya pemerintah lebih bijaksana untuk memikirkan rakyatnya, bukan mengikuti perkembangan zaman. Maka yang terjadi hanyalah kegalauan dari masyarakat yang tidak pernah merasa aman dengan kondisi hidup semakin rumit. Inilah kiamat yang dihadapi PNS, semakin berkembangnya teknologi bukan untuk memudahkan, akan tetapi membawa ancaman bagi SDM.

Sistem demokrasi kapitalis tidak akan pernah bisa membawa kesejahteraan umat, yang ada hanyalah keterpurukan, dan penderitaan. Mustahil kalau masyarakat terus berharap dengan sistem demokrasi.

Sesungguhnya negara itu harus berupaya meningkatkan teknologi dengan tidak merugikan rakyatnya sendiri. Hal ini karena sejatinya tujuan bernegara adalah menyejahterakan setiap individu masyarakat, termasuk menciptakan ketenangan dan kestabilan untuk meninggikan peradaban, bukan sebaliknya.

Beda dengan Islam yang membawa kesejateraan, dan melindungi rakyatnya. Dalam Islam banyak kemajuannya, misalnya dalam meningkatkan teknologi bahkan melebihi capaian peradaban maju mana pun. Kemudian, mampu berkontribusi positif dan signifikan di kancah dunia.

Peradaban Islam sangat luar biasa, keunggulannya tidak ada yang bisa menandingi dan itu terbukti kejayaannya selama 14 abad lamanya. Hal itu dapat tercapai karena sistem pemerintahan dan sistem ekonomi Islam tidak sekadar akomodatif (menoleransi kemajuan), tetapi bersifat promotif (mendorong kemajuan).

Semua itu atas kuasanya Allah Swt(.), segala yang terjadi dengan kejayaan pastinya berlandaskan aturan Allah Swt. Selama aturan Allah Swt. dijalankan, maka yang terjadi adalah kesejahteraan bukan penderitaan. 

Penemuan dalam Islam dipandang datang dari Allah Swt. dan manusia menggunakannya untuk mendekat kepada-Nya. Artinya, teknologi bukan memperburuk dan memunculkan masalah baru, melainkan untuk memudahkan kehidupan rakyat.

Adanya peradaban yang tinggi, maju, dan menyejahterakan rakyat, pilihan itu bukan pada demokrasi kapitalistik, melainkan hanya ada dalam Islam, yaitu saat sistem Islam tegak dengan keridaan umat. Saat itulah seluruh hukum Islam dapat terterapkan.

Jadi, yakini bahwa aturan-aturan Allah Swt. berlaku untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Percayalah bahwa Islam, Al-Qur'an akan menyelamatkan kita. Keyakinan ini harus 100 persen, tidak boleh ragu. Jika sudah yakin, maka harus ada bukti menyerahkan diri kita, mau diatur dalam semua hal tanpa ada kecuali. Sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 83:

أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ 

"Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan."

Dalam hal ini tentu semua aturan Islam harus ditegakkan di seluruh muka bumi ini. Aturan Islam diterapkan sampai ke tatanan masyarakat dan negara, tidak hanya dilakukan individu kita, tapi oleh pemimpin negara juga. Harus ada penguasa yang menjalankan aturan secara kafah atau menyeluruh.

Apabila negara atau kita berpaling dari aturan Islam, maka akan terjadi kesempitan kehidupan, kerusakan ekonomi, kemiskinan bertambah, hukum buatan manusia yang bersandar pada hawa nafsu akan membawa bencana bukan kesejahteraan.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post