Oleh : Yeni Nurul Yulianti
Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah
Slogan "Rakyat Indonesia Hidup Sejahtera" sepertinya semakin jauh panggang dari pada api. Dan cita-cita bagi sebagian honorer untuk menjadi abdi negara (PNS) akan pupus dan menjadi lebih sulit terealisasi. Pasalnya, yang sudah menjadi PNS pun terancam mereka akan diberhentikan karena ada wacana bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan digantikan dengan robot kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
Dalih pemerintah dalam hal ini yakni dalam rangka percepatan reformasi birokrasi di era kemajuan teknologi yang sedang berlangsung saat ini.
"Jadi (PNS digantikan robot), ke depannya pemerintah akan menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan pelayanan kepada publik. Dan Jumlah PNS tidak akan gemuk dan akan dikurangi secara bertahap," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN), Satya Pratama kepada detik.com, Minggu (28/11/2021).
Dengan digantikan robot, maka jumlah PNS akan lebih dirampingkan sekaligus efesiensi alokasi anggaran pengeluaran negara dari pos gaji para PNS.
Jika dilihat dari buku statistik ASN per Juni 2021, jumlah pegawai abdi negara memang mengalami penurunan sejak tahun 2016 silam. Jumlah PNS berstatus aktif per 30 Juni 2021 adalah 4.081.824 atau mengalami penurunan 3,33 % dibandingkan dengan 31 Desember 2020. Yang mana pada 2021 per Juni jumlahnya menjadi 4.081.824 orang, ini terdiri dari PNS bekerja pada instansi pemerintah pusat sebanyak 949.050 (23%) dan PNS yang bekerja pada instansi pemerintah daerah berjumlah 3.132.774 (77%). Walaupun katanya PNS yang akan diganti robot adalah PNS dari Jabatan esselon III dan IV.
Padahal apapun dalih pemerintah akan wacana ini tetap saja akan mengorbankan nasib rakyat. Akan bertambahnya jumlah rakyat yang kehilangan mata pencaharian alias bertambahnya angka pengangguran. Per Agustus 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 9,1 juta orang. Dan otomatis bertambah pula angka kemiskinan di Indonesia, seperti data yang di kutip CNBC dari sebelumnya data kemiskinan berjumlah 1,1 juta menuju 3,87 juta per tahun, dan mungkin saja akan semakin bertambah jika wacana ini sudah terealisasi.
Dan akan banyak juga persoalan baru muncul karena pemerintah mengambil kebijakan dengan bersandar pada trend global dan ingin dinilai modern walau harus mengorbankan rakyat. Padahal jelas dalam Islam jangankan jaminan kesejahteraan bagi PNS (para muwadziffin) bahkan jaminan kesejahteraan seluruh rakyatnya ini akan selalu menjadi prioritas dan sudah kewajiban negara untuk mewujudkannya.
Dalam sistem pemerintahan Islam bernama Khilafah, kepala negara adalah sebagai Ro'iin (Pemimpin) dan Junnah (Pelayan Umat) yang akan memenuhi segala kebutuhan umat baik sandang, pangan, papan, lapangan pekerjaan bagi yang belum bekerja, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Karena ia akan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.
Adapun kebijakan yang diambil dalam rangka efesiensi dan menekan Anggaran Belanja Negara (APBN) yang akan menguras kas negara sehingga ada dalam keadaan defisit, seharusnya lebih ke arah menekan anggaran gaji/honor para pejabat yang luar biasa besar ditambah dengan tunjangan untuk mereka plus fasilitas kerja yang mewah, rumah dan kendaraan mewah untuk mereka; juga meninggalkan kebiasaan Utang Luar Negeri yang berbunga besar yang dengan memikirkan biaya cicilan bunganya saja membuat APBN negara terkuras banyak.
Yang kemudian juga lebih meningkatkan pendapatan negara yang sebenarnya mampu dioptimalkan, karena Indonesia kaya dengan SDA yang jika pengelolaannya dikelola dengan benar dan tanpa ada intervensi dan campur tangan asing-aseng maka akan besar hasil yang didapatkan untuk pemasukan kas negara. Misalnya dari pertambangan emas, minyak, gas, nikel, batubara, hasil hutan, hasil laut, dan potensi alam lainnya untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
Juga mengelola aset perusahaan negara agar tidak ada lagi privatisasi aset negara oleh asing dan aseng; tidak memperpanjang kontrak dan kerjasama asing dalam aset kepemilikan umum dan negara. Karena itu akan menjadi jalan bagi mereka untuk menguasai dan mengeksploitasi aset negara dan potensi SDA di negara kita. Bukannya menjadikan Utang Luar Negeri dan pajak besar dari rakyat menjadi pemasukan terbesar negara, sehingga rakyat semakin tertindas.
Bahkan dalam sistem Islam akan banyak pos pemasukan dan pendapatan Baitul Mal yang bisa dioptimalkan di samping pengelolaan SDA dan aset negara seperti yang tadi disebutkan yakni dari pemasukan harta fa'i, ghanimah, kharaj, jizyah, dan lainnya tanpa mengorbankan rakyat bahkan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan seluruh umat dan stabilitas Daulah Khilafah Islam.
Sehingga kemajuan bangsa semestinya tidak diukur dengan sekadar pencapaian fisik dan kemajuan teknologi yang digunakan. Namun idealnya menggunakan standar dasar sebagaimana yang dijalankan sistem Islam demi tercapainya tujuan bernegara yaitu menyejahterakan setiap individu, juga ketenangan-stabilitas dan meninggikan peradaban kehidupan umat.
Maka nikmat Allah yang mana lagi yang akan kita dustakan, sudah sepantasnya kaum muslimin kembali menerapkan Islam Kaffah dalam bingkai Khilafah 'alaa minhajin nubuwwah agar mampu menjadi Baldatun Thoyyibun wa Robbul Ghaffur, aamiin.
Wallahu 'alam bish showwab.
Post a Comment