Oleh : Susi Susanti, S.M
Akhir-akhir ini Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim membuat sebuah aturan anti kekerasan seksual di kampus yang tentunya dengan peraturan baru ini banyak menuai kritikan. Salah satunya datang dari PKS yang benar-benar tidak menyetujui akan pelegalan aturan tersebut. Dikarenakan aspek ‘consent’ atau ‘konsensual (persetujuan)’ yang menjadi sebuah syarat aktivitas seksual. Selain itu, PKS juga tidak setuju soal definisi kekerasan seksual itu sendiri. PKS menilai permen PPKS ini tidak memiliki cantolan hukum. (news.detik.com. 06/11/2021).
Tak hanya PKS yang menolak Permen PPKS, namun penolakan juga datang dari Majelis Ormas Islam (MOI). MOI menyatakan penolakannya terhadap keluarnya aturan ini tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. MOI menilai bahwa Permendikbudristek secara tidak langsung melegalkan perzinahan. (m.republika.com.id, 04/11/2021).
Alih-alih mencegah kekerasan seksual, justru yang terjadi malah mendatangkan banyak sekali kontroversi yang terjadi, sehingga menjadikan problematika akan lambat untuk ditangani ataupun diselesaikan secara tuntas.
Beginilah potret dari penyelesaian masalah dalam negara yang menganut sistem sekuler, penyelesaian tak kunjung berakhir. Rupanya menjaga martabat serta kemuliaan masyarakat sangatlah sulit dilakukan oleh pihak pemerintah dalam membina tatanan kehidupan yang baik.
Adapun tujuan dari dibuatnya Permen PPKS yakni sebagai pusat pencegahan sekaligus penanganan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi yang melibatkan seluruh unsur civitas akademika di perguruan tinggi, sebagai mekanisme penanganan kekerasan seksual yang jelas serta dangan evaluasi implementasi terhadap penerapan peraturan ini. Namun, hal ini akan berpotensi banyaknya perzinahan yang terjadi dalam sebuah institusi. Padahal, perzinahan sedari awal telah dilarang baik dalam konsep kehidupan sosial maupun dalam aturan beragama. Sebagai mana yang tertuang dalam Al-quran:
“Janganlah kamu mendekati zinah, (zinah) itu suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’ ayat:32).
Dalam ayat Al-quran sudah menjelaskan pelarangan akan perilaku perzinahan, dan sebagai konsekuensi keimanan tentu mematuhinya adalah sebuah tindakan yang benar sebagai bentuk ketaatan kepada allah SWT. Bagaimana mungkin manusia yang memiliki keterbatasan dengan mudahnya melanggar aturan yang sudah dibuat oleh pemilik kehidupan?. Padahal pada hakekatnya kehidupan dunia hanyalah persinggahan sementara dan kehidupan yang sebenarnya ialah akhirat yang dimana dalam kehidupan tersebut ada pilihan syurga atau neraka, untuk menentukannya akan dilihat dari seberapa besar amalan kebajikan dan amalan keburukan kita.
Seperti yang kita ketahui bahwa perguruan tinggi merupakan wadah untuk menuntut ilmu. Sehingga, orang-orang yang ada di dalamnya dapat memiliki akhlak dan kepribadian yang mulia. Sebagaimana yang orang tua mereka harapkan. Sebagai orangtua tentu mereka was-was membiarkan anak-anaknya beraktivitas di luar rumah tanpa pengontrolan mereka langsung. Namun, hal itu tak menjadikan alasan agar anaknya selama 24 jam terus menerus mengurung diri dirumah. Ada cita-cita yang harus mereka kejar dalam dunia pendidikan. Misalnya, menjadi dokter, guru, analis, bidan, perawat dan sebagainya
Akan sulit bagi generasi membentengi diri dari hal-hal yang negatif mengingat lingkungan pergaulan yang jauh dari aturan Islam. Pembekalan tsaqofah Islam yang dibatasi dalam dunia pendidikan membuat mereka dengan mudah menerima cara hidup yang sekuler dan abai akan identitas yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, apabila ingin merasakan hidup penuh dengan kemuliaan, jauh dari kata kekerasan seksual dan semacamnya, maka satu-satunya jalan ialah dengan menjadikan aturan Islam sebagai pedoman hidup, baik dalam tatanan sosial maupun pendidikan. Hanya Islam lah yang memiliki aturan paripurna sehingga mampu meyelesaikan persoalan tampa ada kececatan sedikitpun.
Dengan begitu, kampus mampu mencetak generasi-generasi yang mampu membawa perubahan di tengah-tengah umat, tak hanya mampu mengubah pola pikir yang awalnya sekuler menjadi pola pokir Islami, namun menjadikan mereka sebagai parah ahli dalam penemuan-penemuan baru. Sebagaimana generasi gemilang pada zaman kejayaan Islam. Sebut saja Ibnu Sina generasi penemu ilmu kedokteran, serta Al-Kharizmi penemu rumus matematika dan masih banyak lagi generasi cerdas yang dicetak selama peradaban Islam berlangsung.
Generasi yang cerdas akan dilahirkan diatas sistem yang benar, mereka dibimbing untuk selalu taat dan tunduk akan syariah Islam semata. Tak mudah bagi mereka menerima gaya hidup yang sekuler sebagaimana budaya kehidupan ala barat, karena dalam dunia pendidikan mereka sudah dibekali akan staqofah Islamiyah.
Wallahualam bishawab.
Post a Comment