Oleh: Kharimah El-Khuluq
Indonesia merupakan negara yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia. Sayangnya, walaupun memiliki kuantitas muslim terbesar di dunia, namun hukum Islam diabaikan. Sebab, akhir-akhir ini telah disahkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Pada pasal 27 Kementerian Perdagangan (Kemendag) menambah kuota bawaan minuman beralkohol untuk wisatawan asing yang semula 1 liter menjadi 2,25 liter per orang.
Hal ini mendapat kritikan dari berbagai pihak. Salah satunya yang mengkritisi Permendag ini yaitu MUI. Menurut Ketua MUI Cholil Nafis, Permendag RI No. 20 tahun 2021 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor ini memihak kepentingan wisatawan asing agar datang di Indonesia dan di satu sisi merugikan anak bangsa dan negara. Beliau berharap agar Permendag ini direvisi dan segera dibahas tuntas, (kumparanNews, 07/11/2021).
Pengesahan Permendag ini, tidak lain merupakan upaya pemerintah untuk menaikan level ekonomi dengan menggenjot aspek pariwisata. Ketika adanya pelonggaran masuknya miras maka akan semakin meningkat daya minat wisatawan asing untuk berkunjung. Karena, mereka akan lebih leluasa mengkonsumsi barang tersebut sesuai dengan tertera pada Permendag tersebut. Ketika wisatawan asing meningkat, dengan begitu harapan pemerintah untuk menaikan level perekonomian akan terealisasi.
Namun, kebijakan tambal sulam seperti ini di sisi lain akan memberikan kerugian yang lebih besar. Kerugian terbesar menanti adalah kerusakan moral anak bangsa. Sebab, tidak menutup kemungkinan akibat dari pelonggaran masuknya miras tersebut, anak bangsa juga turut memanfaatkan momen. Karena, kita tidak pernah tahu sebatas apa interaksi antara kaum muda-mudi dengan wisatawan asing yang berkunjung. Apalagi dengan wisatawan yang membawa miras tersebut.
Potret kebijakan seperti ini akan terus berlangsung. Mengingat pemerintah mengadopsi sistem kapitalisme sekular. Sehingga, agama hanya sebatas ibadah ritual semata. Sedangkan, di sisi kehidupan lainnya agama tidak memiliki ruang untuk mengatur. Mirisnya, walaupun negara dengan muslim terbesar di dunia sekalipun tidak akan bermakna apa-apa, ketika dimonopoli oleh sistem kapitalisme sekular.
Maka dari itu, baik MUI maupun umat muslim seluruhnya tidak boleh mencukupkan diri hanya sebatas menolak pelonggaran miras. Akan tetapi harus menolak berapa pun jumlah miras yang masuk harus ditolak. Dan begitu pula dengan perihal produksi harus ditolak. Karena, hal ini bertentangan dengan aturan Islam dan juga berbanding terbalik dengan jumlah penduduk yang mayoritas muslim. Karena, kalau dilihat dari kuantitas penduduk maka hukum yang berlaku harusnya bertumpu pada Islam.
Kemudian, umat juga harus menolak penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Karena, sistem inilah biang kerusakan yang terjadi saat ini. Sistem ini hanya memikirkan untung-rugi dalam setiap transaksinya. Kemaslahatan umat berada pada urutan paling belakang. Oleh karena itu, melepaskan negara dari cengkeraman kapitalisme bukan suatu kerugian melainkan suatu langkah awal menuju kegemilangan. Karena puncak kegemilangan adalah menerapkan Islam secara menyeluruh dalam setiap lini kehidupan. Karena, hanya Islam yang hadir dengan solusi yang paripurna.
Dalam Islam peminum dan penjual khamar merupakan salah satu perbuatan yang keji dan termasuk perbuatan setan, serta perilaku ini akan dilaknat Oleh Allah Swt. sebagaimana termaktub dalam Al-quran, QS. Al-Ma'idah [5]:90,
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
Nabi Muhammad SAW juga melarang meminum dan menjual minuman khamar ini dengan sabdanya yang artinya: "Allah melaknat peminum khamar dan penjualnya." (HR. Hakim).
Adapun sanksi yang akan diberikan terhadap pelaku peminum khamar adalah dicambuk sebagaimana sabda Rasulullah Saw,
"Orang yang minum khamar maka cambuklah". (HR. Muttafaqun 'alaih).
Sedangkan jumlah cambukan yang diberikan, Jumhur Ulama sepakat bahwa peminum khamar dicambuk sebanyak 80 kali.
"Rasulullah SAW mencambuk peminum khamar sebanyak 40 kali. Abu bakar juga 40 kali. Sedangkan Utsman 80 kali. Kesemuanya adalah sunnah. Tapi yang ini (80 kali) lebih aku sukai." (HR. Muslim).
Sedangkan, pendapat dari Imam Asy-Syafi`i rahmahullah bahwa hukuman yang diberikan adalah cambukan sebanyak 40 kali dan bukan 80 kali. Adapun hujjah yang dimiliki oleh beliau salah satunya adalah hadits berikut ini:
Dari Anas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW mencambuk kasus minum khamar dengan pelepah dan sandal sebanyak 40 kali. (HR. Muttafaqun 'alaihi).
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan had ini tidak dibolehkan dilaksanakan semena-mena oleh masyarakat biasa, baik organisasi, ustadz, syeikh, pimpinan jamaah, dll. Tidak memiliki kewenangan dalam memberikan hukuman hudud. Melainkan, hanya boleh dilakukan oleh institusi resmi yakni negara. Negara yang memiliki lembaga pengadilan resmi dan sah yang memberlakukan hukum hudud. Sedangkan, sistem pemerintahan yang memiliki lembaga pengadilan resmi yang memberlakukan hukum hudud adalah negara yang menerapkan sistem Islam secara komprehensif. Yakni yang kita kenal dengan daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahualam bishawab.
Post a Comment