MENJAGA PERISAI UMAT



Oleh : Nisa Rahmi Fadhilah 
(Member AMK)


Masyarakat Indonesia dikejutkan dengan adanya trending di twitter berupa #BubarkanMUI. Aksi tersebut disebabkan adanya penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 pada tiga orang ustadz muda di wilayah Bekasi pada selasa pagi (16/11/2021) yang diduga terlibat dalam kelompok Jamaah Islamiyah (JI) sehingga menurut Densus 88 ini merupakan murni kasus tindak pidana terorisme. Dari ketiga orang tersebut terdapat anggota Komisi Fatwa MUI Pusat. 

Banyak masyarakat geram akan adanya tagar ini, khususnya kaum muslim. Gagasan #BubarkanMUI perlu diwaspadai karena hanya sebagai bentuk ingin merusak persatuan bangsa dan pemecah NKRI. Sebagaimana ungkapan dari Ketua Umum Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KBPII) mengatakan bahwa ide atau gagasan konyol jika muncul keinginan untuk membubarkan MUI. Ide tersebut terkesan berasal dari kelompok yang tidak senang kepada umat muslim. Fraksi PPP pun menilai, tuntutan pembubaran MUI di media sosial sangatlah berlebihan dan mengada-ada (Republika.co.id, 21/11/21). 

Ketua MUI bahkan menyebut pihak yang mengeluarkan isu soal pembubaran MUI adalah orang yang tidak bisa membedakan urusan personal dan lembaga. (pikiranrakyat, 21/11/21). Sebagaimana yang diungkapkan juga oleh wakil ketua MUI, gagasan tersebut seperti menangkap seekor tikus di lumbung padi, dengan cara membakar lumbung padinya. Jelas ini sangat tidak benar.

Dalam UU 5/2018 tentang Perubahan atas UU 15/2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, definisi “ “terorisme” adalah ‘perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan/kehancuran terhadap objek vital strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan’.

Mengacu dari definisi tersebut, orang terdekat dan masyarakat sekitar tidak menjumpai sifat-sifat “teroris” tersebut melekat pada ketiga ustaz yang tertangkap. Masyarakat justru melihat bentuk kezaliman dan ketidakadilan rezim melalui Densus 88 dalam melakukan pencegahan terorisme. Karena selama ini, tuduhan terorisme hanya tertuju jika pelakunya merupakan kaum muslim. Tetapi jika pelakunya bukan kaum muslim dan jelas jelas melakukan tindakan kriminal tidak dianggap teroris.

Sebagaimana aksi kekerasan dan kriminal yang dilakukan KBB di Papua. Terus menerus melakukan penyerangan pada pasukan keamanan negara dan melakukan tindak teror pada warga Papua. Namun, baru pada 2021 tersemat sebutan ‘bentuk aksi teroris’. Anehnya, setelah penyematan tersebut, tidak tampak upaya memberangkatkan Densus 88 ke sana. Justru berita bertambahnya korban akibat aksi teror mereka yang terus terdengar. 

Tuntutan pembubaran MUI menunjukkan adanya pihak-pihak yang selalu mencari kesempatan untuk membungkam suara ulama, terlebih lagi jika mengomentari membela Islam dan mengoreksi kebijakan pemerintah. Hal ini wajar terjadi karena saat ini kita tidak diatur oleh aturan Islam, melainkan aturan yang dibuat oleh manusia itu sendiri yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Umat Islam semakin lemah karena tidak miliki junnah (perisai). Maka dari itu, umat Islam harus berusaha untuk menegakan kembali kepemimpinan Islam  yang akan menjaga keamanan, ketentraman dan keadilan umat. 
Wallahu’alam bi shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post