Mahasiswi Bunuh Diri, Sistem Liberal Terus Dilestarikan
Oleh : Malika Afifah (Aktivis Dakwah)
Akhir-akhir ini publik dikejutkan dan dibuat ramai oleh berita yang beredar menimpa dua pasang kekasih.
Jakarta - Wakapolda Jawa Timur Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo mengungkapkan bahwa mahasiswi Universitas Brawijaya (UB) Malang, Novia Widyasari telah melakukan aborsi sebanyak dua kali hingga akhirnya nekat melakukan bunuh diri dengan menenggak racun di samping makam ayahnya. Hal itu terungkap setelah pihaknya melakukan pemeriksaan kepada mantan kekasihnya yang merupakan oknum polisi yang bertugas di Polres Pasuruan.
Slamet menerangkan, keduanya melakukan hubungan layaknya suami istri yang terjadi mulai tahun 2020 hingga 2021, yang dilakukan diwilayah Malang yang dilakukan dikos maupun di hotel. "Selain itu ditemukan juga bukti lain bahwa korban selama pacaran, yang terhitung mulai bulan Oktober 2019 sampai bulan Desember 2021 melakukan tindakan aborsi bersama yang mana dilakukan pada bulan Maret tahun 2020 dan bulan Agustus 2021". Kata Slamet.
Saat ini oknum polisi berinisial R itu akan diperiksa secara internal dengan ketentuan perkap no 14 tahun 2011 tentang kode etik yaitu dijerat dengan pasal 7 dan 11. Secara pidana umum juga akan dijerat pasal 348 juncto 55.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga ikut bicara mengenai kasus Novia Widyasari (23) yang menenggak racun karena sang kekasih Bripda Randy Bagus memaksa melakukan aborsi. Bintang menyebut kasus yang menimpa Novia termasuk dalam kategori kekerasan dalam berpacaran atau datang violence.
"Kasus yang menimpa almarhumah ini adalah bentuk datang violence atau kekerasan dalam berpacaran, di mana kebanyakan korban, setiap bentuk kekerasan adalah pelanggaran HAM," kata Bintang dalam keterangan pers tertulisnya, Minggu (5/11/2021).
Bintang meminta polisi mengusut tuntas kasus Novia ini. Tak hanya itu, Bintang juga meminta pelaku Bripda Randy Bagus diproses hukum. Sangat wajar ketika publik merasa kasihan dengan Novia, serta banyak di antara mereka sangat geram dengan tindakan sadis yang dilakukan oleh pihak laki-laki dan meminta untuk dihukum atas perbuatannya. (Detik.com , 5/12/2021).
Namun seharusnya masyarakat harus jeli melihat realitas yang terjadi. Bahwa segala sesuatu pasti ada sebab dan akibatnya, ada hukum kausalitas. Kerusakan yang terjadi hari ini, secara radikal dipengaruhi oleh sistem yang mengaturnya.
Tidak heran ketika istilah pacaran sudah membudaya di Indonesia. Bahkan di antara orang tua ada yang merasa malu ketika anaknya tidak memiliki sang pacar. Padahal tindakan kriminal dan memalukan di kalangan anak muda diawali dari proses pacaran. Anak muda yang belum memiliki kesiapan untuk menikah biasanya akan mengambil langkah pacaran. Memang pacaran tidak semuanya berakhir pada perzinaan, tapi hampir semua perzinaan diawali dari proses pacaran. Ketika perzinaan sudah terjadi maka timbullah rasa khawatir, cemas atas perbuatannya dan aborsi menjadi jalan yang menjadi opsi terakhir untuk menutupi semuanya.
Dalam melihat kasus ini harusnya masyarakat semakin sadar bahwa pangkal dari masalah ini adalah sistem sekuler-liberal, yang akibatnya terjadi pemisahan agama dari kehidupan. Sistem yang sampai kini masih terus diterapkan dan dilestarikan. Padahal semenjak awal sistem ini sudah terlihat kebobrokannya.
Dengan demikian harusnya dalam kasus ini tidak cukup hanya menjerat dan menghukum sang pelaku tapi juga harus terjadi perubahan pada sistem pergaulan, dari sistem pergaulan liberal ke sistem pergaulan yang shohih yang bersumber dari Islam. Karena dengannya segala problem yang menimpa umat bisa dituntaskan, karena bersumber dari al-Khaliq atau pencipta yaitu Allah swt.
Dalam penerapan Islam, ada tiga pilar yang mendukung dalam penerapan syariat. Pilar pertama yaitu ketakwaan individu, di dalam sistem Islam negara akan membentuk generasi yang memiliki kepribadian Islam melalui pendidikan. Ketakwaan individu inilah yang menghasilkan kesadaran akan keterikatan terhadap hukum syara'. Standar Islam yang menjadi acuannya dalam melakukan aktivitas.
Pilar kedua, yaitu kontrol masyarakat. Yang meniscayakan adanya amar makruf nahi mungkar dalam tatanan sosial. Sehingga ketika terjadi perbuatan semacam pacaran, aborsi, dan semacamnya masyarakat akan aktif untuk mengingatkan dan menghentikan aktivitasnya.
Yang ketiga adalah negara yang menerapkan sistem Islam yaitu Khilafah. Dalam sistem Khilafah, negara memiliki peran sebagai filter informasi dari informasi yang tidak penting bahkan merusak. Negara akan memastikan tayangan di televisi dan di media sosial terbebas dari tayangan pornografi dan porno aksi yang ada hanyalah tayangan yang mengedukasi.
Dalam aturan Islam, sistem pergaulan sangat diatur sedemikian rupa. Larangan ikhtilat yaitu campur baur dengan non-mahram, khalwat atau berduaan dengan non-mahram, serta perintah untuk menutup aurat dan menundukkan pandangan semuanya diatur dalam Islam secara komprehensif.
Selain itu bagi para pelaku tindak kejahatan akan dihukum sesuai hukum Islam. Bagi remaja pelaku zina yang sudah balig dan belum menikah, negara akan menerapkan berupa sanksi cambuk 100 kali dan pengasingan selama 2 tahun ke tempat yang jauh. Hukuman ini sejatinya menjaga kemuliaan akhlak anak agar tidak terulang pada anak atau remaja lainnya.
Demikianlah sinergitas ketiga pilar ini diharapkan mampu mengatasi pergaulan bebas anak agar tak makin marak seperti dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini. Oleh karena itu, saatnya umat sadar dan kembali untuk menerapkan syariah Islam kaffah di bawah naungan sistem Islam yakni Khilafah Islamiyah, sebab hanya sistem Khilafah Islamiyah maka generasi akan dilindungi dan dijaga kehormatannya. Allah Swt berfirman, “ Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS. Ali – Imran : 19). Wallahu a'lam bishowab. [].
Post a Comment