Layangan Putus



Kisah Layangan Putus yang baru-baru ini viral di media sosial kembali mengangkat isu poligami, yang sejak lama menuai pro dan kontra. Cerita Layangan Putus tersebut mengisahkan seorang ibu dengan empat anak yang ditinggal pergi suaminya selama 12 hari, yang ternyata kepergiannya itu adalah untuk berbulan madu ke Cappadocia dengan Istri barunya. Dan akhirnya sang istri memutuskan untuk bercerai daripada poligami. 

Poligami yang tidak dilaksanakan dengan kesiapan, pemikiran matang, dan pengetahuan yang cukup dari berbagai pihak, khususnya agama dan negara dapat berisiko menjadi awal mula terjadi berbagai perlakuan salah, salah satunya adalah berbohong, dengan dalih tidak mau menyakiti perasaan pasangan, akhirnya diam-diam. Pengkhianatan; 
seolah-olah juga poligami meniadakan fakta bahwa, adanya sebuah pengkhianatan dan kemudian istri diminta menerima pengkhianatan itu dengan berbagai dalih.

Poligami juga bukan perbuatan tercela. Hanya saja niatnya harus murni karena lillah. Hati harus ditata dengan hati-hati, hati-hati ketika memulai, dimulai dari menjaga sebuah amanah dan tanggung jawab baru,   istri baru, anak baru,  mertua baru, dan seterusnya. 

Poligami memang  tidak dilarang dalam Islam. Hanya saja ada aturan yang ditetapkan di dalamnya. Jika ingin mengikuti sunnah, ikuti terlebih dahulu Sunnah Rasul dan para sahabatnya mengenai keadilan beristri bukan jumlah istrinya.

Poligami bukan hanya persoalan menahan hawa nafsu, menjauhi zina, atau sebagai solusi mengatasi masalah satu yakni kebutuhan suami tetapi tanpa sadar menimbulkan masalah baru. Jangan menarasikan poligami sebagai Sunnah Nabi yang perlu diikuti. Sedangkan perempuan dijejali pernyataan tentang surga yang akan dia dapatkan jika menyetujui. 

Poligami kebanyakan saat ini banyak yang melakukannya  dengan nikah di bawah tangan alias menikah tanpa restu negara. Hanya syarat sah secara keagamaan saja dilakukan. Padahal esensi aturan poligami dalam UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)  berbasis pada prinsip keterbukaan, kesejahteraan, dan keadilan.

Negara kita adalah negara hukum (rule of law), dalam pandangan negara, perkawinan harus diatur pencatatannya termasuk poligami. Poligami di bawah tangan (tidak resmi) ini bermasalah dalam pandangan hukum negara, karena tidak dapat dibuktikan dengan sebuah akta nikah. Yang tercatat saja masih  memberikan banyak dampak buruk bagi keutuhan sebuah keluarga, apalagi yang tidak. 

Mia Fitriah Elkarimah
el.karimah@gmail.com

Post a Comment

Previous Post Next Post