(Pemerhati Sosial)
Belum lepasnya belenggu dari virus yang sudah lama menerpa menjadi hal yang sangat menyulitkan, baik dari sisi kesehatan maupun yang lainya. Namun, satu kasus belum selesai kini dunia kembali dihantui dengan banyaknya varian baru dari virus Covid-19. Yang terbaru ialah munculnya varian omicron. Kemunculannya telah terdeteksi dari awal November lalu dan tercatat ada di tiga belas negara. Mulai dari Afrika hingga beberapa di negara Eropa.
Seperti yang disampaikan oleh Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan bahwa telah mengadakan rapat mengenai perkembangan omicron yang sedang ramai. Pada Kamis tanggal 25 November, pemerintah Afrika Selatan telah mengumumkan varian baru yang merebak disebut mengandung 50 mutasi yang memiliki kecepatan dalam memengaruhi penularan dan antibodi. Jelasnya usai rapat Minggu (28/11/2021).
Varian omicron kini sudah masuk dalam varian yang dipantau ketat oleh WHO. Pasalnya WHO telah menetapkan Omicron sebagai Varian of Concern atau VoC. Varian B.1.1.529 yang disebut memiliki banyak strain atau mutasi, bahkan melebihi varian lain yakni Alpha, Beta, dan Delta. Spesimen kasus varian ini pertama di Afrika Selatan dikumpulkan WHO pada 9 November 2021. Terlebih jumlah kasus juga meningkat hampir di setiap provinsi negara itu.
Alhasil kemunculan varian baru turut jadi perhatian pemerintah Indonesia. Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan, pihaknya sedang melakukan analisis. “Pemerintah sedang melakukan analisis situasi dan segera merespons dengan langkah pencegahan agar Indonesia terlindungi dari potensi penularan tersebut,” jelas Wiku kepada wartawan, Minggu (28/11/2021).
Dengan munculnya varian baru menjadi konsekuensi kegagalan rezim global dalam penanganan pandemi. Serta tidak ada ketegasan menangani dan mengendalikan kasus Covid-19 agar segera terhenti. Yang mana menomorduakan nilai kemanusiaan dan keselamatan nyawa. Nilai materilah yang menjadi dasar serta motif ekonomi yang menjadi tujuan utama. Fakta tersebut merupakan ciri khas penanganan wabah oleh rezim kapitalis.
Kebijakan-kebijakan yang diambil tidak dapat mengatasi masalah sampai akarnya, sehingga terus saja memunculkan masalah baru. Dengan kata lain, dalam sistem kapitalisme sangat mengutamakan materi dan keuntungan. Maka wajar saja apabila penanganan setiap masalah tidak akan menghasilkan solusi tuntas. Sebab dalam penyelesaiannya harus menghasilkan keuntungan.
Terbukti dengan tidak dijalankannya kebijakan lockdown yang sudah diakui sebagai solusi. Penanganan yang berbasis 3T (testing, tracing, treatment) dan 2M (mengurangi mobilisasi, menghindari kerumunan) tidak dilaksanakan dengan serius. Ironinya malah menciptakan kebijakan yang membuat mobilitas manusia semakin meningkat.
Seharusnya kebijakan lockdown serius diupayakan. Melakukan pemisahan antara yang sehat dengan yang sakit, mengisolasi yang terinfeksi, merawat yang sakit, dan mencegah tindakan keluar masuk dari daerah yang terkena wabah.
Sebagaimana yang telah dilakukan Umar bin Khattab dalam menangani wabah. Tepatnya ketika Umar ingin melakukan kunjungan ke negeri Syam yang saat itu penduduknya sedang terjangkit wabah virus penyakit.
Di saat kunjungan Umar ke negeri Syam, Umar sebagai pemimpin kala itu mengambil keputusan yang bijak dan tepat bagi umat. Kebijakan umar saat terjadi virus adalah tidak memasuki negeri saat terjadi thaun (wabah).
Tentunya keputusan ini diambil setelah melakukan musyawarah dengan yang lainnya. Awalnya musyawarah berjalan penuh berdebatan. Sebagian sahabat menyarankan untuk tetap melanjutkan perjalanan dalam rangka menjalankan perintah Allah SWT, sedangkan sahabat lain menyarankan untuk menunda perjalanan ke Syam.
Berbagai pendapat dikemukakan dalam musyawarah tersebut. Salah seorang sahabat mengatakan, jika Umar tidak melanjutkan perjalanan ke negeri Syam, maka ia termasuk lari dari takdir Allah. Tapi ada sahabat lainnya yang mendukung Umar, seperti Aburrahman bin ‘Auf. Dalam kondisi penuh perdebatan, Aburrahman bin ‘Auf meyakinkan Umar untuk tidak melanjutkan perjalanan dengan mengutip hadis Nabi. “Apabila kalian mendengar wabah thaun melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian-kalian di dalamnya, maka janganlah kalian lari keluar dari negeri itu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Maka hanya Islam-lah yang dapat memberikan solusi tuntas dalam menyelesaikan problematika di tengah umat. Karena itu, mari berjuang untuk mewujudkan sistem Islam yang akan menjadi metode penerapan Islam Kaffah, menuju Islam rahmatan lil alamin.
Waallahu alam bishawwab
Post a Comment