Aktivis Dakwah dan Member AMK
Gunung Semeru meletus pada hari Sabtu (4/12/2021) pukul 15.00 WIB, mengakibatkan 15 orang meninggal, 27 orang hilang, dan 1.707 warga mengungsi. Erupsi gunung Semeru juga membuat 2.970 unit rumah, fasilitas pendidikan, dan jembatan rusak. (Kompas.com, 6/12/2021)
Sebenarnya letusan gunung Semeru tidak tiba-tiba terjadi. Menurut Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Prof Nana Sulakna, sudah ada kegiatan magmatisme jauh sebelum letusan. Namun, letusan besar terjadi bersamaan dengan curah hujan yang tinggi menyebabkan banjir lahar dingin tak bisa dihindari.
Bahkan beberapa hari sebelum erupsi, warga sudah bisa melihat tanda-tandanya. Mulai dari gunung yang tergores lava putih dan aliran air yang kotor. Namun, mengapa tidak ada peringatan dini dan evakuasi warga sebelum bencana terjadi?
Dalam hal ini, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai lembaga pemerintah memiliki peran untuk memberikan informasi mengenai cuaca dan bencana alam. Seharusnya BMKG memberikan peringatan dini kepada instansi, pihak terkait, dan masyarakat sebelum terjadi bencana, agar evakuasi warga bisa dilakukan sedini mungkin sehingga tidak ada korban jiwa. Namun, sangat disayangkan saat terjadi erupsi Semeru tidak ada peringatan dini yang disampaikan oleh BMKG, sehingga menyebabkan masyarakat panik dan timbul korban jiwa.
Fatmata Juliasyah Manager Advokasi dan Kampanye DPN KAWALI menyampaikan tidak adanya peringatan dini pada bencana alam ini menandakan kegagalan sistem mitigasi bencana. Hal ini harus mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat karena menyangkut nyawa dan keselamatan masyarakat.
Peran Penting Pemerintah dalam Mitigasi Bencana
Pemerintah adalah pengatur urusan umat, maka pemerintah bertangung jawab penuh atas kesejahteraan dan keselamatan rakyat. Mitigasi bencana adalah upaya untuk meminimalisasi risiko bencana. Agar mitigasi bencana berjalan optimal butuh dukungan dari pemerintah pusat.
Kecanggihan teknologi dan tenaga ahli sangat dibutuhkan untuk memprediksi datangnya bencana dan agar informasi datangnya bencana mudah diakses oleh masyarakat. Namun, kendala saat ini adalah kurangnya dana dan tenaga untuk mitigasi bencana sehingga mitigasi bencana kurang optimal bahkan gagal.
Sistem Kapitalisme yang diterapkan negeri ini menyebabkan pemerintah setengah hati dalam mengatur urusan umat. Untung rugi menjadi standar dalam mengambil sebuah kebijakan. Keselamatan rakyat tidak lagi menjadi prioritas. Kegagalan sistem mitigasi bencana adalah salah satu buktinya. Alhasil rakyat menjadi korban.
Sistem Islam Dalam Menanggulangi Bencana
Islam sebagai sistem hidup yang sempurna dan paripurna punya cara dalam menanggulangi bencana, baik sebelum terjadi bencana, saat terjadi bencana, maupun sesudah terjadi bencana.
Sebelum terjadi bencana, pemerintah dalam sistem Islam akan mengadakan mitigasi meliputi tiga hal. Pertama, penilaian bahaya, dengan membuat peta bencana, dsb. Kedua, peringatan, dengan mengadakan sistem peringatan sebelum terjadi bencana. Ketiga, persiapan, dengan membangun fasilitas penanggulangan bencana.
Saat terjadi bencana, pemerintah akan melakukan evakuasi warga ke tempat pengungsian yang aman lalu mendistribusikan kebutuhan para pengungsi.
Setelah terjadi bencana, pemerintah akan melakukan pemulihan segala aspek kehidupan dan membangun kembali sarana dan prasarana agar kehidupan masyarakat normal kembali.
Inilah gambaran bagaimana penanggulangan bencana dalam sistem Islam. Sistem yang jelas lebih memprioritaskan keselamatan rakyat tanpa mengharapkan keuntungan materi.
Wallahu a'lam bishshawwab.
Post a Comment