Dunia Terus Berubah, Uighur Tetap Terjajah


Oleh Sartinah
Pemerhati masalah Publik

Luka umat muslim Uighur semakin berdarah. Hingga di penghujung tahun 2021 pun, belum ada tanda-tanda kemerdekaan bagi mereka. Berbagai kecaman dan kutukan untuk menghentikan genosida minoritas Uighur, nyatanya belum membuahkan hasil. Duka itu semakin dalam dengan diamnya para penguasa negeri-negeri muslim. Sikap tak acuh terus dipertontonkan penguasa muslim dengan dalih menghormati kebijakan nonintervensi atas urusan negara lain.

Babak baru penyelesaian genosida etnis Uighur pun kembali mengemuka. Pengadilan tidak resmi yang berbasis di Inggris telah mengemukakan temuannya. Bahwa rezim komunis Cina dinilai telah melakukan genosida terhadap etnis Uighur di Xinjiang. Pengadilan tersebut merujuk pada tindakan pengendalian kelahiran dan sterilisasi yang diduga dilakukan oleh rezim Cina terhadap etnis Uighur. (suara.com, 13/12/2021)

Sir Geoffrey Nice adalah seorang pengacara Inggris yang memimpin sidang pengadilan. Menurutnya, panelnya telah menyatakan bahwa Cina sudah memengaruhi kebijakan yang disengaja, sistematis, dan terpadu untuk melakukan pengurangan jangka panjang dari Uighur dan populasi etnik lainnya. Dia menambahkan, panel itu percaya bahwa para pejabat publik dan senior, termasuk Presiden Xi Jinping memikul tanggung jawab utama atas pelanggaran muslim minoritas Uighur.

Derita tak Berujung

Uighur merupakan salah satu suku minoritas yang ada di Cina. Bertahun-tahun etnis Uighur mengalami diskriminasi akut oleh negaranya sendiri. Satu kata untuk menggambarkan pemusnahan massal bagi minoritas Uighur adalah genosida. Upaya pemusnahan tersebut disinyalir karena etnis Uighur memiliki 'dosa' besar. Dan satu-satunya dosa tersebut adalah karena mereka terlahir sebagai muslim. Selain itu, rezim Tirai Bambu juga menyembunyikan benih-benih kecurigaan terhadap etnis Uighur yang sudah terpendam selama dua abad lamanya.

Sebab-sebab kecurigaan tersebut sebagaimana dikutip dari Global Voices antara lain, pertama, etnis Uighur dicurigai sebagai pemberontak. Kedua, adanya kecurigaan Uighur hendak melepaskan diri dari RRC. Ketiga, muslim Uighur dituduh masuk ke jaringan teroris. (liputan6.com, 18/12/2018). Dengan tuduhan-tuduhan keji tersebut, seolah menjadi keabsahan negara komunis Cina untuk menyiksa baik fisik maupun psikis. Meskipun upaya genosida telah dikemukakan dalam laporan pengadilan tak resmi asal Inggris, tetapi Cina tidak mengakui temuan tersebut.

Penguasa Muslim Terganjal Slogan Nonintervensi

Diskriminasi atas minoritas Uighur yang sudah berlangsung lama ternyata tidak menggugah nurani para penguasa negeri-negeri muslim. Mereka tidak berani mengambil langkah konkret untuk membebaskan umat muslim Uighur dari berbagai kezaliman. Upaya minimalis yang mampu dilakukan pun sekadar mengecam atau mengutuk. Padahal siapa pun tahu bahwa mengecam maupun mengutuk tidak akan mengubah apa pun. Apalagi mengubah rezim Cina untuk takut dan akhirnya membebaskan muslim Uighur.

Alasan keengganan negeri-negeri muslim memberikan pertolongannya juga disebabkan adanya slogan sakti ala kapitalisme sekuler, yakni kebijakan nonintervensi. Negeri-negeri muslim dipaksa untuk tunduk dan menghormati kebijakan nonintervensi yang diterapkan oleh negara-negara kapitalis. Kebijakan ini melarang siapa pun ikut campur dengan urusan dalam negeri negara lain. Langkah para penguasa muslim yang acuh tak acuh tersebut merupakan bentukan sistem demokrasi kapitalisme yang cacat.

Kepemimpinan Islam Solusi Uighur

Uighur hanyalah satu dari banyaknya umat di negeri-negeri muslim yang terzalimi. Mereka adalah muslim Rohingya, Pattani Thailand, Moro Filipina, Palestina, Suriah, dan lain-lain. Tak ada satu pun negara yang mampu menolong dan membebaskan mereka. Satu-satunya harapan ada pada kepemimpinan Islam. Sebab, jeritan Uighur hanya bisa dipenuhi oleh negara yang berkedudukan sebagai junnah atas kaum muslim. 

Jeritan umat muslim di bawah sistem kapitalisme semakin membuktikan bahwa umat benar-benar butuh kepemimpinan Islam, yakni khilafah. Di bawah penjagaan khilafah, umat benar-benar terjaga baik akal, harta, jiwa, maupun keamanannya. Rasulullah saw. bersabda: "Sungguh imam (khalifah) itu laksana perisai. Kaum muslim akan berperang dan berlindung di belakang dia." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar, seharusnya negeri ini mampu menolong saudaranya di belahan bumi yang lain. Bila tidak, maka patutlah merenungkan hadis kudsi dari Ibnu Abbas, yakni firman Allah Swt.: "Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, sungguh Aku akan membalas orang zalim di dunia maupun akhirat dan sungguh Aku juga akan membalas dendam orang yang menyaksikan orang yang terzalimi, sementara ia mampu menolongnya kemudian ia tidak membelanya.” (HR. Thabrani dan Hakim)

Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kafah dalam bingkai khilafah, Uighur dan umat muslim di seluruh dunia akan dibebaskan dari derita tak bertepi. Khilafah akan mengembalikan kewibawaan kaum muslim yang telah direnggut oleh negara-negara kafir. Fakta Uighur seharusnya menjadi pelajaran agar umat segera kembali pada Islam. 
Wallahu 'alam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post