Pemerhati Kebijakan Publik
Bagaimana bisa seorang muslim tidak mau mengakui khilafah dan jihad sebagai ajaran Islam? Bukankah khilafah itu pemerintahan yang dicontohkan Rasullullah saw. secara langsung? Lalu apa implementasi dari kecintaan kita terhadap Rasullullah?
Keteladanan apa yang kita tiru dari sosok Rasullullah yang juga seorang kepala negara dan panglima perang? Rasulullah membangun sebuah negara di Madinah yaitu Daulah Khilafah Islamiyah. Dan pada saat itulah Islam diterapkan secara sempurna sesuai dengan perintah Allah ta'ala dalam QS al-Baqarah [2] : 208.
Hal ini tentu saja menyiratkan tanda tanya besar di benak kita, bagaimana tidak, sebuah institusi Islam yang pernah memuncaki peradaban dunia dan berjaya selama puluhan abad bisa lepas dari pengetahuan seorang muslim. Bahkan banyak dari kalangan intelektual, milenial, hingga ke masyarakat awam sangat asing dengan istilah khilafah.
Ketidaktahuan umat ini karena tidak dijadikannya sebagai pengetahuan wajib dalam kurikulum pendidikan. Terbukti bagi siswa yang tidak mengenyam pendidikan di pondok pesantren tentu tidak akan menemui mata pelajaran yang membahas tentang khilafah. Bahkan dalam pembahasan tentang ideologi hanya termuat dua ideologi yaitu kapitalisme dan sosialisme.
Selain faktor di atas, ada beberapa faktor yang membuat khilafah tidak familiar dan dipahami dengan benar oleh masyarakat. Ketidaktahuan akan khilafah dan enggan mencari tahu maknanya secara terperinci. Hal ini karena pola pikir masyarakat yang sekuler yaitu mengeliminir peran agama dalam kehidupan selain ibadah. Sehingga menganggap Islam hanya sebagai agama dan berislam cukup dengan ibadah ritual saja. Dalam benaknya menganggap bahwa berislam itu yang penting sudah shalat, puasa, zakat dan berhaji saja.
Kata khilafah hanya sekilas dan tidak mempunyai keinginan untuk memperdalam pengetahuan terkait hal itu. Istilah khilafah seolah bukan sesuatu yang perlu diketahui oleh seorang muslim. Khilafah seolah tidak ada hubungannya dengan keislaman yang dia jalankan.
Ditambah lagi, sikap taklid buta terhadap ulama, guru ngaji atau orang yang dituakan di kampungnya. Sikap ini lambat laun membentuk karakter masyarakat yang tidak terbuka terhadap pemikiran baru. Sikap 'saklek' ini yang membuat umat enggan mencari kebenaran, selain yang sudah mereka dapatkan.
Selain itu, kebenaran khilafah juga sengaja dikaburkan bahkan diframing jahat oleh kaum oportunis. Kaum ini tidak hanya berasal dari musuh Islam tapi juga dari muslim itu sendiri. Orang-orang seperti ini biasanya adalah yang memiliki posisi tertentu dan mengkhawatirkan kehilangan jabatan, harta, dukungan dan sebagainya.
Namun yang paling berbahaya adalah para pembenci Islam yang dilindungi oleh rezim dan mempunyai media besar sebagai alat propaganda. Khilafah ibarat sebuah bangunan megah yang siap huni, namun para pembenci Islam berusaha melemparinya dengan kotoran berupa stigma negatif seperti radikalisme, militan dan lain-lain. Sehingga umat dibuat bingung dan merasa enggan untuk memasukinya. Keagungan peradaban Khilafah sengaja dikaburkan bahkan dikubur dalam-dalam demi menghadang kebangkitan Islam.
Khilafah adalah sebuah institusi pelaksana hukum syariah. Tegaknya khilafah merupakan sebuah pembuktian keimanan seorang muslim terhadap al-Qur'an. Karena semua peraturan hidup yang termaktub dalam al-Qur'an dituntut untuk diterapkan. Bagaimana pertanggungjawaban kita terhadap wajibnya seluruh hukum dalam al-Qur'an diterapkan sedangkan institusinya tidak ada?
Salah satu yang paling berhubungan dengan pentingnya penerapan syariat adalah fikih jinayah. Penerapan sanksi hudud atau hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara bersifat pencegah dan penebus dosa. Pencegah atau zawajir yang berarti jika diterapkan dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan. Jika ia mengetahui bahwa membunuh maka ia akan dibunuh, maka ia tidak akan melakukan perbuatan tersebut.
Juga sebagai penebus atau jawabir yang jika diterapkan maka uqubat atau sanksi dapat menebus sanksi akhirat. Artinya jika pelaku sudah dikenakan sanksi di dunia maka dia tidak akan diminta pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Nabi Muhammad saw. pernah memerintahkan untuk merajam seorang wanita dari kabilah Juhainah yang bertobat setelah berzina. Rasul pun berkata “Dia telah melakukan taubat dengan taubat yang apabila dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, niscaya mereka semua akan mendapatkan bagian. Apakah engkau menemukan ada yang lebih baik dari seseorang yang sepenuh hati menyerahkan dirinya kepada Allah Swt?” (HR Muslim).
Bisa dibayangkan selama tidak adanya khilafah yang sudah lebih dari satu abad, berapa juta pezina yang sudah tobat dan tidak dihukumi dengan hukum Allah Swt.? Begitu juga pencuri yang sudah taubat, berapa banyak yang tidak dihukumi oleh hukum qishas? Dan mereka akhirnya harus mempertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Lalu dengan apalagi kita bisa berislam secara menyeluruh kecuali dengan menerapkan syariah Islam melalui sebuah institusi pelaksana hukum syariah. Begitu jelas di dalam al-Qur'an tentang wajibnya mendirikan khilafah, seperti dalam QS al-Baqarah [2]: 30,
Di dalam kitab tafsirnya, Imam al-Qurthubi [w. 671 H] menyatakan, “Ayat ini merupakan asal (dasar) dalam pengangkatan imam dan khalifah yang wajib didengarkan dan ditaati titahnya.
Meskipun kekhilafahan sudah runtuh seabad yang lalu, bukan berarti tidak ada kewajiban kita untuk menegakkannya kembali. Justru menegakkan khilafah menjadi fardhu kifayah, dan kita kelak akan dimintai pertanggungjawaban jika tidak berusaha berjuang menegakkannya.
Inilah yang menjadi motivasi kita untuk bersama berjuang melanjutkan kehidupan Islam. Meraih kehidupan yang diridai Allah ta'ala. Menikmati kembali kejayaan Islam dalam satu pucuk kepemimpinan yaitu khalifah. Khalifah yang menjadi periayah dan perisai umat.
Berjuang menegakkan kembali syariat bukanlah khayalan atau utopis belaka. Namun ini merupakan janji Allah Swt. yang pasti, serta kabar gembira dari Rasulullah saw. sebagaimana tersurat dalam nash:
"... Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad, Abu Dawud ath-Thayalisi dan al-Bazzar).
Wallahu a'lam bishshawaab
Post a Comment