Oleh: Anindita Ekaning Saputri
Alumnus UHAMKA
Polres Karawang menetapkan lima tersangka dari tujuh orang yang ditangkap dalam bentrokan antar ormas
yang terjadi di Jalan Raya Interchange Karawang Barat pada Rabu, 24 November 2021, akibatnya satu anggota ormas meninggal dunia. Dalam penangkapannya, polisi menyita beragam
senjata tajam, mulai dari golok, celurit, hingga senjata tumpul berupa kayu. Kapolres Karawang akbp Aldi Subartono
pun mengatakan bahwa
bentrokan terjadi saat unjuk rasa LSM
GMBI di Kawasan Industri KIIC, “Mereka itu orang dari luar karawang, jadi
nyasar dan dalam perjalanan bertemu
dengan kelompok ormas lain (LSM NKRI dan Ormas GMPI), lalu terjadilah bentrokan,” ungkapnya (republika.co.id,
29 November 2021).
Para
tersangka dalam bentrokan ini diancam dengan pasal 170 ayat 2 KUHP, sementara
pihak kepolisian masih terus mengejar
dan mencari tahu siapa saja yang terlibat dalam bentrokan ini. Kapolres Metro Tangerang, Kombes Pol Deonijiu
De Fatima mengakui, gelaran deklarasi damai kerap kali digelar pada ormas-ormas pasca bentrok agar tidak
berdampak banyak di lapangan.
Pola ini terus berulang, bentrok lalu berdamai dan begitu seterusnya, meski sudah ada komitmen
perdamaian dan ada sanksi untuk efek jera itu tidaklah menjamin antar ormas untuk tidak terjadi bentrok kembali, bisa
kita lihat bahwa bentrok antar ormas
itu kembali terjadi sekalipun opsi damai sudah dilakukan dan sanksi sudah
diberikan.
Perlu
diperhatikan terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi? Bentrok antar ormas ini berulang terjadi karena banyaknya ormas yang
mejadikan wadah berkumpul mereka hanya terbatas pada kepentingan individu atau kelompok saja, entah dalam rangka
memuluskan bisnisnya, mencapai target politik atau bahkan hal lain yang sifatnya
meraih kepentingan. Padahal seharusnya ormas itu menjadi
teladan kebaikan bagi masyarakat, buka teladan untuk memicu bentrok yang tak pernah selesai. Bukankah setiap aktivitas yang dilakukan
oleh ormas itu harusnya dapat memunculkan dampak baik dan positif
di masyarakat?
Wajar jika bentrok ormas ini
tidak pernah ada komitmen perdamaian, sebab sebagian besar ormas yang ada saat
ini jauh sekali dari pembinaan kepribadian Islam. Jika sebagian besar ormas
memiliki prinsip yang sama sebagai wadah berbasis pembinaan Islam, maka ormas
akan fokus pada perbaikan masyarakat. Dengan demikian bentrok-bentrok yang
terjadi saat ini bisa diminimalisir atau bahkan dicegah sehingga aktivitas
ormas pun hanya fokus untuk berkontribusi pada Islam dan senantiasa terkoneksi dengan Allah.
Proses
pembinaan kepribadian Islam ini
menjadi jalan supaya anggota-angggota ormas memiliki tujuan yang jelas dalam memperbaiki
masyarakat, sehingga setiap aktivitas yang dilakukan akan senantiasa
terikat dengan aturan Allah. Setiap apa yang dilakukan akan senantiasa
dipikirkan dan berhati-hati dalam
memutuskan setiap aktivitas ormas.
Untuk itulah, sepatutnya ormas menjadikan Islam sebagai nafas dalam bergerak dan terus menerus
melakukan pembinaan kepribadian Islam serta berkontribusi untuk mengedukasi dan
melakukan perbaikan di tengah-tengah masyarakat.[]
Post a Comment