Bandara Kualanamu Deli Serdang, Sumatera Utara akan dikelola oleh perusahaan asal India ,GMR Airport Consortium. GMR akan mengelola bandara ini untuk jangka waktu 25 tahun setelah ditetapkan sebagai pemenang tender.Angkasa Pura II sebagai pemegang saham mayoritas dengan 51 persen saham dan sisanya 49 persen dimiliki oleh GMR.
GMR akan mengeluarkan uang sebesar Rp 58 triliun untuk pengembangan Bandara Kualanamu jadi Angkasa Pura II tidak perlu mengeluarkan biaya karena biaya sudah ditanggung oleh mitranya.Dan setelah 25 tahun aset akan dikembalikan lagi kepada Angkasa Pura II.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan bahwa negara untung dari aksi yang dilakukan oleh anak usaha PT Angkasa Pura II tersebut.Menurut Arya "Ini namanya memberdayakan aset tanpa kehilangan aset bahkan asetnya membesar berkali-kali lipat.
Pengembangan infrastruktur seperti bandara memang diperlukan untuk kemaslahatan umat.Tapi sayangnya logika kapitalisme selalu menyerahkan urusan umat kepada swasta,dan ini akan membawa dampak yang cenderung tak menguntungkan bagi umat.
Skema ini otomatis akan membawa pada komersialisasi layanan publik dan dampaknya jelas tidak semua masyarakat bisa menikmati layanan dengan harga terjangkau bahkan gratis.Pelayanan akan disesuaikan dengan budget yang dikeluarkan oleh konsumen.
Logika Kapitalisme lainnya yaitu menjadikan sumber pemasukan negara berpusat pada utang dan pajak.Kapitalisme melegalkan kepemilikan umum sebagai kepemilikan individu/swasta. Padahal jika kekayaan alam dikelola dengan baik dan benar maka negara tidak perlu menggandeng swasta untuk pembangunan.
Jika kekayaan alam dikelola sendiri maka kita tidak perlu menunggu 25 tahun hingga bandara menjadi milik nasional dan tidak perlu terjebak dalam intrik-intrik yang lain.Secara tidak langsung hal ini merupakan penjajahan gaya baru.Inilah yang harus dipahami oleh umat.
Kesalahan pengambilan strategi dalam pembangunan infrastruktur akan berakibat sangat serius bagi negara dan akibat ini akan ditanggung untuk jangka waktu yang cukup lama dan menarik masalah bagi sektor-sektor lainnnya.
Dalam sistem ekonomi Islam infrastruktur yang masuk sebagai kepemilikan umum harus dikelola oleh negara dan dibiayai dari dana milik umum.Boleh berasal dari sumber kepemilikan negara,tetapi negara tidak boleh mengambil untung dari pengelolaannya.
Pembangunan infrastruktur adalah murni sebagai bentuk pelayanan negara kepada masyarakat, Penerapannya sudah dicontohkan oleh para Khalifah yang memimpin negara sistem Khilafah.
Beberapa contoh pembangunan infrastruktur pada masa Khalifah Umar bin Khattab yaitu pembangunan saluran irigasi, waduk-waduk, tangki-tangki, kanal-kanal dan pintu air serbaguna demi kelancaran dan distribusi air agar semua masyarakat bisa mengakses air.Yang paling terkenal adalah proyek penggalian teluk yang menghubungkan Madinah dan Mesir agar bantuan dari Mesir dapat sampai ke Madinah dengan cepat dan mudah.
Manfaat-manfaat itu semua dapat langsung dirasakan oleh masyarakat karena memang murni didasari sebagai bentuk pelayanan publik.Bentuk-bentuk penerimaan yang diterima juga dikembalikan menjadi manfaat lainnya bagi publik.Khalifah Umat ra misalnya meminta Amar bin Ash ra menggunakan pemasukan dari Mesir untuk membangun jembatan, terusan dan jaringan suplai air hingga fasilitas-fasilitas yang bertebaran di jalan-jalan untuk memenuhi kebutuhan para musafir.
Perkembangan ekonomi yang hebat saat itu disertai dengan dorongan pembiayaan negara yang luar biasa.Dan tidak pernah sekalipun ditemukan proyek-proyek ambisius pada masa itu yang didanai diatas tumpukan utang negara.Semua berdasarkan optimalisasi anggaran pemasukan negara yang dipergunakan dengan sangat baik dan menjalankan fungsinya sebagai fasilitator pelayanan publik.
Pembangunan infrastruktur dalam Islam dibagi menjadi dua jenis yaitu (1) Infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh publik yang jika ditunda akan menimbulkan bahaya atau dharar bagi publik.(2) Infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat tetapi tidak begitu mendesak jadi bisa ditunda pengadaannya .Untuk infrastruktur kategori yang kedua tidak boleh dibangun jika negara tidak memiliki dana.Tidak boleh dibangun dengan jalan utang ke swasta ataupun dari pajak,hanya boleh dibangun jika dana di Baitul mall sudah mencukupi.
Demikianlah Islam memandang pembangunan infrastruktur yang merata dan sumber pembiayaan yang adil di seluruh negeri Islam.Inilah hakikat dari sebuah sistem Islam yang telah ditinggalkan kaum muslim selama kurang lebih 100 tahun lamanya.Fungsinya sangat mulia sebagai sarana bagi para penguasa untuk menunaikan kewajibannya sebagai palayan masyarakat dan meraih Ridha Allah SWT.
Wallahu a'lam bish shawwab.
Post a Comment