Oleh: Lia Mubarokah
Mahasiswa Universitas
Gunadarma
Beberapa
waktu ini, terdengar berita terkait masalah pengelolaan salah satu bandara di
Indonesia yaitu Bandara Internasional Kualanamu di Deli Serdang, Sumatera
Utara. Bandara Internasional Kualanamu akan dikelola oleh perusahaan asal India
yaitu GMR Airports Consortium sebagai mitra strategis. Investasi yang dilakukan
sebagai mitra strategis untuk mengelola bandara tersebut sedikitnya Rp15
triliun. Jangka waktu yang dilakukan untuk skema kemitraan strategis tesebut
selama 25 tahun dengan nilai kerja sama sekitar Rp85,2 triliun atau
sekiar USD 6 miliar (m.merdeka.com, 26/11/21).
Bahkan
kepemilikan saham Bandara Internasional Kualanamu sebesar 49% dimiliki oleh GMR
Airports Consortium dan sisanya 51% dimiliki oleh PT. Angkasa Pura Aviasi.
Dengan kepemilikan saham tersebut GMR Airports Consortium disebut tidak
memiliki aset dan kepemilikan Bandara Internasional Kualanamu, tetapi hanya
menyewa aset bandara kepada PT. Angkasa Pura Aviasi selama 25 tahun.
Kepemilikan serta aset Bandara Internasional Kualanamu 100% milik PT. Angkasa
Pura Aviasi (news.detik.com, 26/11/21).
Berbagai
alasan dilontarkan terkait permasalahan pelepasan saham tersebut. Salah satunya
oleh Arya Sinulingga mengemukakan bahwa negara akan tetap diuntungkan karena
PT. Angkasa Pura Aviasi tidak perlu mengeluarkan uang sebesar Rp58 triliun
tetapi ditanggung oleh mitra strategis. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai pemberdayaan aset tanpa kehilangan
aset (kompas.com, 27/11/21).
Fenomena
terkait pemindahan atau penjualan aset yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
sudah tidak asing lagi di telinga
masyarakat Indonesia. Bahkan para pejabat seolah menjadi sales promotion
dengan menjajakan aset yang dimiliki oleh negara dengan mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya. Lalu, bagaimana
tindakan kita sebagai warga negara Indonesia serta sebagai umat Islam melihat
permasalahan tersebut? Apakah kita hanya diam melihat aset yang negara dikelola
bahkan dijual kepada pihak asing?
Harus
selalu diingat, bandara adalah aset umum yang harus dikelola langsung oleh negara
demi kemaslahatan banyak orang. Artinya negara yang mengatur dan menguasai
penuh dalam pengelolaan bandara. Tentunya
ketika ada orang dan barang yang masuk ke dalam negeri harus diseleksi terlebih
dahulu. Jika orang dan barang yang akan masuk itu akan memberikan pengaruh baik
maka diizinkan masuk. Namun jika orang dan barang yang masuk ke dalam negeri akan membawa kepada
situasi buruk maka tidak diperkenankan masuk melalui pintu bandara. Jadi
kemaslahan publik tercapai, keuntungan dari pengelolaan bandara pun akan bisa
dinikmati oleh publik melalui pelayanan publik yang baik dan mumpuni.
Oleh
karena itu, mengandalkan investor asing untuk membangun bandara dengan
menggadaikan hak pengelolaannya merupakan langkah yang keliru dan perlu ditelisik ulang. Karena asing kelola bandara tak menguntungkan negara. Dengan hal itu memang perlu
dikaji kembali terkait pengelolaan bandara sebagai infrastruktur dalam kemajuan
kegiatan bisnis, ekonomi maupun pariwisata apakah bisa menciptakan
kemashalahatan untuk masyarakat umum atau tidak bukan dilihat dari sisi untung
dan rugi.[]
Post a Comment