(Pemerhati Sosial)
Tak adanya sikap tegas dalam benak pemimpin-pemimpin negara muslim, menjadi penanda lemahnya kekuatan ukhuwah pada hari ini. Terbukti dengan sikap yang diambil berupa jalan tengah yang tak menunjukkan bukti kepedulian dalam kasus muslim Uighur. Malah terbilang tak adanya sikap membela dengan tindakan setengah hati demi hal lain. Salah satunya Indonesia, negara yang penduduknya mayoritas muslim namun tidak termasuk dalam daftar negara yang mengecam tindakan China.
Seperti yang dilansir oleh Merdeka.com (24/10/2021), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menjelaskan, alasan Indonesia tidak masuk daftar 43 negara yang turut mengecam China terhadap isu Xinjiang menyangkut muslim etnis Uighur. Teuku menceritakan, isu ini muncul pada Sidang Komite III Majelis Umum PBB Ke-76 di New York, 21 Oktober 2021. Saat itu, terdapat penyampaian 2 Join Statement (JS) oleh sekelompok negara mengenai isu Xinjiang.
Teuku memastikan, meski tidak ikut serta dalam salah satu JS, namun Indonesia memilih jalan lain. Sejalan dengan mekanisme HAM PBB, Indonesia tetap menyuarakan agar berbagai pandangan atau concern terhadap suatu isu HAM bisa tetap tersampaikan.
Bungkamnya negara-negara muslim membuat prihatin, yang mana seharusnya mereka lantang mengecam tindakan keji dari pemerintah China. Namun pada realitanya berbanding terbalik, hal tersebut hanyalah sebuah harapan semu. Pada kenyataannya negara muslim lainnya seakan berpaling dan memungkiri kabar tersebut seolah tidak ingin tahu atau ikut campur.
PBB memperkirakan ada sekitar 1 juta warga Uighur, kazakh dan minoritas lainya ditahan sejak tahun 2017 silam. Mereka berada di kamp-kamp untuk diberi pendidikan ulang, dipaksa lepas dari keyakinan mereka.
Penyebab kebisuan negara-negara muslim, ialah keberlangsungan kepentingan politik, ekonomi, dan kebijakan luar negeri. Sebab, kekuatan yang dimiliki China dalam masalah ekonomi sangatlah kuat sehingga mereka takut kehilangan faktor tersebut. Pasalnya, China banyak memberikan investasi pada negara-negara Timur Tengah, Afrika, dan Asia. Alhasil, mereka mencari cara aman untuk tak mengangkat masalah ini secara terbuka. Dengan alasan bahwa tidak ingin ikut campur urusan dalam negeri negara lain.
Sikap seperti ini jelas lahir dari cara pandang sekuler, pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga menampik pada kekuatan ukhuwah yang sebenarnya.
Dalam sistem kapitalisme-demokrasi yang lebih mengutamakan keuntungan dan hanya memikirkan seputar kepentingan pribadi atau kelompoknya. Sehingga mengakui ide nasionalisme yang memberi sekat-sekat negara hingga urusan negara lain bukan urusan mereka.
Sedangkan dalam Islam, memiliki Ukhuwah Islamiyah menunjukkan persaudaraan antara sesama muslim/mukmin di seluruh dunia tanpa melihat perbedaan kulit, suku, bahasa, dan kewarganegaraan.
Dalam Islam, ukhuwah merupakan ikatan persaudaraan berlandaskan akidah yang sama atau iman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Ikatan keimanan ini jauh lebih kokoh dan abadi dibandingkan dengan ikatan-ikatan primordial lainnya, bahkan jauh lebih kuat dari ikatan darah sekalipun. Terlebih Islam sangat menjaga ukhuwah. Pentingnya menjaga dan memelihara ukhuwah juga diajarkan Rasulullah saw.
‘’Orang Mukmin itu bagaikan satu jasad, atau bagaikan bangunan yang saling mengukuhkan,’’ sabda Nabi saw. dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.
Bagaimana Rasul saw. mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar, antara kaum Aus dan Khazraj menunjukkan bagaimana pemuliaan keimanan kaum Anshar ini diterima kaum Muhajirin dengan keimanan pula. Ini memperlihatkan bahwa ukhuwah Islamiyah diikat oleh iman dan takwa, begitu pun sebaliknya iman terikat dengan ukhuwah Islamiyah.
Sehingga persoalan yang terjadi pada saudara muslim Uighur bukan hanya persoalan antarnegara, melainkan persoalan saudara seakidah yang perlu kita bela. Alhasil hal ini hanya akan tercapai jika Islam menjadi dasar dalam segala aspek kehidupan.
Waallahu alam bishawwab
Post a Comment