Oleh Leihana
Ibu Pemerhati Umat
"Kita berada di abad ke-20 di era industri ini kita tidak butuh lagi Kitab yang membahas buah Tin dan Zaitun (maksudnya Al-Qur’an),"
Begitulah isi petikan pidato Kemal Atarturk di hadapan Parlemen Turki tahun 1923. Jelas sekali isi pemikiran dan tujuannya anti Islam bahkan menolak Al-Qur'an yang dianggap tidak dibutuhkan lagi pada saat ini.
Seharusnya umat Islam seluruh dunia tetap ingat bahwa Mustafa Kemal adalah tokoh anti Islam bahkan yang meruntuhkan institusi Islam terakhir yang berada di Turki. Setelah meruntuhkannya Ataturk menerapkan sekularisasi menghapus sisa-sisa penerapan syariat Islam di Turki. Mengganti bahasa Arab dengan bahasa Turki, melarang azan berkumandang, mengubah masjid menjadi museum, mengganti pakaian Muslimah seperti pakaian pria.
Sehingga jelas Ataturk bukan seorang pahlawan bagi negeri Turki juga untuk seluruh umat Islam di dunia.Dia hanyalah seorang penghancur
Islam yang nista.
Namun ironisnya demi menjalin kerjasama antara negara Indonesia-Turki pemerintah Indonesia berencana memberi nama satu ruas jalan di Ibu Kota dengan nama Mustafa Kemal Ataturk. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, bahwa penamaan jalan di Ibu Kota ini dalam rangka Kerja sama kedua negara, jelasnya "Jadi memang ada keinginan dari kedua negara agar ada nama dari kita yang di Turki dan nama tokoh dari Turki di kita," imbuh Riza.(cnnindonesia.com,17/10)
Kendati untuk kerja sama kedua negara masih ada pilihan nama tokoh lain asal Turki yang lebih berpengaruh positif terhadap umat Islam khususnya di Indonesia. Contohnya nama-nama sultan khalifah pada masa kekhilafahan Turki Utsmani seperti Sultan Abdul Hamid yang memberi kontribusi pada nusantara kala masa penjajahan Belanda. Muhammad Al-Fatih khalifah dan panglima perang terbaik umat Islam sepanjang zaman karena berhasil membebaskan Konstatinopel menjadi negara Islam.
Sehingga wajar jika umat Islam di Indonesia bereaksi menolak penamaan jalan dengan nama Mustafa Kemal Ataturk. Seperti yang diungkapkan oleh wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas yang menolak dan menentang penamaan salah satu ruas jalan di Ibu Kota dengan nama tokoh sekuler Mustafa Kemal Ataturkz karena pemikirannya yang sesat dan menyesatkan. Menurutnya bahwa Mustafa Kemal Ataturk ini adalah seorang tokoh yang kalau dilihat dari fatwa MUI adalah orang yang pemikirannya sesat dan menyesatkan,"
(cnn Indonesia.com, 17/10).
Sebagai bagian dari kerjasama Indonesia Turki, akan dinamai jalannya di Ibu Kota dengan nama salah seorang ‘pemimpin’ Turki. Yang perlu dipertanyakan adalah mengapa dipilih nama Ataturk tokoh sekuler yg dibenci umat Islam Turki dan Indonesia. Karena penamaan jalan cukup monumental yang akan diingat seluruh umat Islam di Indonesia. Apa jadinya jika anak keturunan bangsa ini yang merasa penasaran dengan nama Mustafa Kemal Ataturk dan mencoba mencari tahu kemudian menemukan fakta bahwa dia adalah tokoh sekuler dengan pemikiran sesat.
Bisa jadi generasi selanjutnya menjadikannya contoh dan panutan karena dianggap pahlawan. Maka akan jadi bencana besar di kemudian hari jika ada yang mencontoh jejaknya meninggalkan Al-Qur'an maka hancurlah masa depan Islam tanpa Al-Qur'an.
MUI dan umat Islam semestinya tentu tidak hanya menolak nama Ataturk tetapi juga menolak pemikirannya yaitu sekularisme, pluralisme dan liberalisme (Sepilis) yang diemban Ataturk dengan segala bentuknya. Adapun untuk menghormati hubungan antar kedua negara ini yang sudah lama terjalin dalam sejarahnya kontribusi pemimpin Turki di Indonesia seharusnya diketahui sebgaimana jelas terekam lengkap dalam jejak khilafah Turki Utsmani di nusantara.
Sejarah emas mencatat bahwa kerajaan-kerajaan Islam di nusantara adalah bagian wilayah dari kekhilafah Turki Utsmani. Di mana khalifah di Turki tidak mengabaikan nusantara dengan menunjuk utusan dan perwakilan pemerintahan Islam di seluruh nusantara. Termasuk saat negeri di nusantara diserang penjajah seperti Portugis dan Belanda. Turki Utsmani mengirimkan bantuan militer termasuk mengirimkan ratusan meriam yang dikenal dengan meriam Secupak Lada karena sebagai ganti meriam itu utusan kerajaan Aceh memberikan segenggam lada (Secupak Lada) dengan meriam itu kesultanan Aceh mampu mengusir Portugis di Malaka.
Hingga muncul invasi Belanda tahun 1874 Meriam Secupak Lada itu dibawa ke negeri Belanda dan sampai saat ini masih tersimpan di Museum Bronbeek, Belanda. Pada dekade selanjutnya Khilafah Turki Utsmani tidak dapat lagi mengirim bantuan ke nNusantara karena Khilafah Turki telah dihancurkan oleh Mustafa Kemal Ataturk.
Seandainya Ataturk tidak meruntuhkan Khilafah di Turki mungkin nusantara tidak perlu mengalami kemalangan dijajah Belanda terlalu lama. Mengingat hubungan Khilafah Turki Utsmani dengan nusantara yang saling menguatkan maka tidak pantas memberi nama jalan dengan nama Ataturk yang dianggap "Pahlawan" oleh kaum Barat.
Untuk menghormati hubungan Kekhilafah Utsmani di Turki-nusantara lebih baik lagi negeri ini menerapkan kembali sistem Islam yang sempurna sebagaimana Kekhilafah yang dicontohkan para sahabat Nabi yaitu Khulafaur Rasyidin.
Wallahu'alam bishshawab.
Post a Comment