Oleh : Asmawati [ pemerhati politik ]
Politik kerjasama sudah menjadi hal yang biasa dilakukan antar bangsa dan negara di negeri manapun. Seperti halnya salah satu kerjasama antara Indonesia dengan negara Turki. Kerjasama Indonesia dan Turki adalah bentuk solidaritas mengingat sejarahnya yang begitu kental dalam jejak Khilafah Turki Ustmani dengan bumi Nusantara. Namun ada hal yang membuat umat Islam gusar, yakni terkait rencana penamaan salah satu ruas jalan di Ibu Kota. Nama jalan ibu kota tersebut rencananya diambil dari tokoh sekuler Turki Mustafa Kemal Attaturk.
Dilansir dari CNN Indonesia, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan rencana penamaan salah satu ruas jalan di Ibu Kota dengan nama tokoh sekuler Turki, Mustafa Kemal Attaturk merupakan bagian dari kerjasama Indonesia dan Turki. " Jadi sama sama Insyaa Allah bagian dari kerja sama antara Indonesia dan Pemerintah Turki ". Kata Riza di Jakarta , Minggu (17/10)
Berita dari perencanaan nama tersebut telah beredar luas dan menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ( MUI) anwar Abbas menolak rencana pemerintah mengganti nama salah satu jalan di Jakarta dengan nama tokoh sekuler sekaligus pendiri dari Turki Modern tersebut. MUI sendiri juga pernah mengeluarkan fatwa pluralisme, liberalisme , sekulerisme Agama pada 2015 lalu merupakan paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Umat Islam harusnya mempunyai pemahaman yang tinggi terhadap ajaran agamanya guna memilah mana tokoh yang harus di teladani hingga dikenang dengan nama jalan dan mana tokoh yang tidak patut untuk diteladani. Mengingat perencanaan nama tersebut telah dalam tahap persiapan maka hendaknya MUI dan Umat Islam tidak hanya sebatas menolak saja nama Mustafa Kemal Attaturk, tapi juga harus menolak Sepilisme (sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme) dari segala bentuknya. Hal semacam ini akan terus berulang lagi dan lagi jika umat Islam hanya menolak tokohnya tanpa menolak bentuk lain dari sepilisme (Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa pada Musyawarah Nasional MUI VII, tanggal 19-22 Jumadil Akhir 1426 H / 26-29 Juli 2005 M , telah mengeluarkan fatwa nomor : 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 Tentang PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULERISME AGAMA. Yang mana gagasan pluralisme, sekulerisme, dan Liberalisme agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, sehingga Umat Islam diharamkan mengikuti atau mengadopsi bahkan terlibat dalam penyebaran paham sesat tersebut, meski dalam bentuk pengambilan contoh tokoh tokoh sekuler.
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada brselisih orang orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian ( yang ada) diantara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat Hisabnya " (QS. Ali Imran 3:19)
Sepilis (Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme) adalah ancaman dan bahaya bagi umat Islam. Sebagai Umat Islam, kita dilarang untuk mencontoh paham yang bukan dari Islam. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : "Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir" ( Majmu' Al Fayawa, 22:154)
Beginilah jika Islam hanya dijadikan sebagai agama ritual, dalam aspek bersosial ditinggalkan, penokohan dan paham asing akan mudah masuk mengobrak abrik aqidah umat Islam, pondasi umat akan rentan di hancurkan ketika paham yang bukan dari Islam dijadikan landasan dalam bertata negara yang mayoritas penduduknya adalah Umat Islam.
Wallahu' alam bisshowab
Post a Comment