Polwan dan Kesetaraan Gender


Oleh: Astriani Lydia, S.S

Kesetaraan gender masih menjadi agenda yang cukup penting di kalangan para pejuangnya. Pada saat membuka Konferensi Asosiasi Polwan Internasional ke-58 di Hotel Meruorah, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Minggu 7 November 2021, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan Polri terus memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia termasuk karier Polwan di Korps Bhayangkara. Listyo menerangkan sejauh ini sejumlah Polwan sudah berpangkat perwira tinggi dan menempati jabatan operasional berisiko tinggi di Polri seperti,  misi perdamaian dunia, Densus 88 Antiteror, dan pasukan Brigade Mobile. "Polri akan terus memberikan ruang bagi Polwan. Kesetaraan gender harus kita perjuangkan terus seperti harapan kita semua," tegas Kapolri di hadapan 446 peserta yang hadir secara langsung di Labuan Bajo. "Oleh karena itu kita berharap kegiatan ini berjalan baik. Kegiatan ini sudah tentu menjadi ajang tukar menukar informasi Polwan dari berbagai negara," tutur mantan Kabareskrim dan Kadiv Propam Polri tersebut. (CNN Indonesia,08/11/2021) 

Tidak Ada Kesetaraan Gender Dalam Islam
Laki-laki dan perempuan dalam Islam dilihat tidak secara subjektif atau asumtif sebagaimana pandangan para feminis. Allah SWT telah mengatur kehidupan manusia secara adil dan seimbang; adakalanya Allah memberikan beban yang sama antara laki-laki dan perempuan dengan memandangnya sebagai manusia (insan); adakalanya pula Allah memberikan beban yang berbeda kepada keduanya, karena sifat dan tabiat khususnya sebagai laki-laki dan perempuan. Hal itu sesungguhnya ditetapkan untuk mengarahkan aktivitas keduanya berdasarkan sifat dan tabiatnya masing-masing. Maka tidak dapat dikatakan sebagai bentuk diskriminasi syariat Islam terhadap perempuan, sebagaimana yang ditudingkan oleh kalangan feminis dan kaum liberalis selama ini. Bahkan perbedaan-perbedaan tersebut menjadikan satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Tidak ada perasaan iri, dan lain sebagainya.

Allah SWT berfirman,
“Janganlah kalian iri hati dengan apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain (karena) bagi laki-laki ada bagian yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. (QS an-Nisa’: 32).

Dari sisi insaniyahnya, laki-laki dan perempuan dipandang secara sama karena keduanya memiliki akal dan potensi hidup yang sama. Kesamaan inilah yang memungkinkan bagi keduanya diberi beban hukum yang sama, semisal sama-sama wajib beriman kepada apa-apa yang wajib diimani, beribadah, berdakwah, menuntut ilmu, dibolehkan bekerja, mengembangkan harta, dan lain-lain. Dalam sebuah Hadits dikatakan:
 “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” (HR Ibnu Majah)

Di sisi lain, Islam juga tidak menafikan adanya perbedaan jenis, membawa konsekuensi pada perbedaan peran sosial sebagaimana yang dinafikan kalangan feminis. Perempuan dengan fitrahnya mengalami haid, hamil, melahirkan, menyusui, dan sebagainya, yang pada akhirnya ia diberi peran sosial khusus sebagai istri dan ibu, sementara laki-laki diberi peran khusus sebagai kepala keluarga. Perbedaan-perbedaan ini tidak dipandang sebagai pengistimewaan yang satu daripada yang lain atau sebagai diskriminasi Islam atas kaum perempuan, melainkan disinilah letak keadilan Islam. Islam memberi nilai kemuliaan bukan pada jenis peran sosialnya, tetapi pada sejauh mana kedua pihak melaksanakan peran-peran sosial ini sesuai tuntunan Allah SWT, dan bekerjasama (ta’awun) untuk mewujudkan kebahagiaan yang hakiki di tengah-tengah umat berupa keridhoan Allah SWT.

Islam Mengatur Peran Perempuan dengan Adil
Islam telah lama menempatkan perempuan pada posisi yang mulia. Jauh sebelum para perempuan Barat menuntut keadilan, para muslimah telah memperoleh haknya. Kesamaan tugas dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam suatu profesi, beralihnya kewajiban mencari nafkah dari pundak suami ke pundak istri, dihapuskannya ketaatan pada suami, menganggap nusyuz sebagai tindak kekerasan terhadap perempuan, jelas bertentangan dengan hukum Allah SWT. Maka setiap muslim tidak boleh mengambil apalagi memperjuangkan ide kesetaraan gender ini. Islam telah mengatur peran perempuan dengan sangat adil, semata-mata bertujuan untuk melindungi dan menjaga kehormatan perempuan, bukan mengekang kebebasan para perempuan sebagaimana yang dituduhkan selama ini. Islam membolehkan perempuan keluar rumah untuk bekerja atau beraktivitas lainnya selama terpenuhi seluruh ketentuan-ketentuan Islam atasnya dan ia tidak melalaikan kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengelola rumah tangga.

Untuk itu, Sudah saatnya kaum muslimin menyadari, bahwa tidak ada alasan untuk ikut mengadopsi, mempropagandakan, dan memperjuangkan ide kesetaraan gender. Karena Islam  memiliki pandangan yang unik  tentang keberadaan laki-laki dan perempuan sekaligus hubungan antara keduanya serta bentuk kehidupan masyarakat yang hendak dibangun di atas landasan akidah, yang menghantarkan perempuan pada posisi yang mulia. Mari kita perjuangkan penerapan Syariat Islam secara kaffah yang dengannya perempuan akan bahagia dan sejahtera. Wallahu a’lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post