Yasriza Nanda (Mahasiswi, Komunitas Annisaa Ganesha)
Kisah menyedihkan terjadi di daerah Wonogiri, Jawa Tengah. Seorang
ibu rumah tangga melakukan pinjaman online dengan total 51,3 juta rupiah dari
25 aplikasi pinjaman online. Ancaman dan desakan pelunasan oleh pengelola
pinjaman online ini membuat sang ibu stress dan memutuskan bunuh diri di
rumahnya. Bukan hanya sekali terjadi, kisah lain dialami oleh seorang pria yang
bekerja sebagai PNS di Bojolali, Jawa Tengah. Awalnya sang bapak hanya meminjam
dengan angka 900 ribu rupiah, kemudian kaget dengan angkat pinjaman yang
menjadi sangat besar yaitu 75 juta rupiah.
Melihat banyak kasus yang terjadi terkait pinjaman online ini
ternyata berawal dari kemudahan dan bunga kecil yang ditawarkan oleh pinjaman
online tersebut. kebutuhan mendesak seringkali menjadi alasan orang untuk
memberanikan diri melakukan pinjaman online. apalagi kondisi pandemik Covid-19
yang tentu saja mempengaruhi kondisi ekonomi masyarakat, membuat peminjam dan
pemberi pinjaman online semakin tumbuh subur.
Meskipun pinjaman online terlihat sebagai solusi instan dan mudah,
fakta di lapangan menunjukkan bagaimana peliknya kondisi yang dirasakan jika
sudah terjerat dalam kondisi tersebut. Selain kerugian yang dirasakan, Islam
turun membawa peringatan dan larangan sejak awal terkait aktivitas ribawi ini.
Sebagaimana Allah sampaikan dalam Q.S Al Baqarah ayat 275 dengan terjemahan
sebagai berikut.
Orang-orang
yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual
beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia
berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Sungguh maha besar Allah yang maha tau apa yang terbaik untuk
manusia dengan memberikan petunjuk dan peringatan.
Kontrol dari diri sendiri berlandaskan keimanan kepada Allah
nyatanya tidak cukup menghentikan aktivitas ribawi ini. Buktinya Indonesia
dengan jumlah muslim terbanyak di dunia, masih berhadapan dengan aktivitas
ribawi salah satunya pinjaman online ini. Baru baru ini, pemerintah pun
merespon kejadian ini dengan mengeluarkan moratorium atau penghentian sementara
penerbitan izin untuk pinjaman online yang baru, sebagaimana yang disampaikan
oleh Menkominfo, Johnny G. Plate pada hari Jumat, 15 Oktober 2021 lalu.
Hal ini menimbulkan tanda tanya sudah tepatkah langkah pencegahan
yang dilakukan pemerintah? Mengingat pinjaman online masih beroperasi, apalagi
pinjaman online ilegal yang masih aktif menyebarkan tawaran melalui pesan
singkat. Penyelesaian ini hanya menyentuh permukaan saja tanpa menghilangkan
akar masalah yang sebenarnya.
Masyarakat yang berani melakukan pinjaman online kebnayakan karena
dorongan kondisi darurat. Seharusnya pemerintah fokus bagaimana cara
meningkatkan kesejahteraaan ekonomi masyarakat sehingga tidak perlu dan tergiur
untuk melakukan pinjaman, menutup seluruh penyedia jasa pinjaman ribawi,
termasuk lembaga keuangan yang beroperasi dengan sistem ribawi, sehingga tidak
ada celah yang mendukung aktivitas ribawi ini.
Adapun negara sebagaimana yang diajarkan Islam, berperan membantu masyarakat dengan memberikan pinjaman tanpa riba melalui pos kepemilikan negara. Apalagi terhadap masyarakat fakir, pemerintah memenuhi kebutuhan warganya melalui pos zakat. Adapun dalam segi pendidikan dan kesehatan, seharusnya masyarakat sudah tidak perlu pusing karena negara menyediakan sarana dan prasarananya secara gratis. Begitulah seharusnya negara turut berkontribusi aktif dalam mencegah aktivitas ribawi yang mengandur unsur kezaliman. Dan negara seperti ini hanya mungkin terwujud jika menerapkan aturan Islam secara menyeluruh, dialah Negara Khilafah Islamiyah.
Post a Comment