(Mahasiswa STAI YPIQ BAUBAU)
Dilansir oleh okezone.com (08/10/2021), Polri merespon viralnya hashtag #PercumaLaporPolisi di media sosial (medsos) di Twitter. Perbincangan itu buntut dari dihentikannya kasus dugaan pemerkosaan tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono, mempertanyakan data dari munculnya tagar tersebut. Menurutnya, pelaporan dari masyarakat selalu ditindaklanjuti oleh kepolisian. Rusdi juga menambahkan bahwa yang jelas apabila setiap laporan masyarakat yang menginginkan pelayanan kepolisian di bidang penegakan hukum, pasti akan ditindaklanjuti, Jakarta Selatan, Jumat (8/10/2021).
Rusdi menekankan, dalam proses hukum akan ditindaklanjuti apabila ditemukan alat bukti yang cukup. Jika tidak, penyidik pasti tak akan melanjutkan laporan tersebut. Ketika satu laporan ternyata alat-alat bukti yang menjurus pada laporan tersebut tidak mencukupi, dan ternyata memang penyidik berkeyakinan tidak ada suatu tindak pidana, tentunya penyidik tidak akan melanjutkan laporan tersebut.
Terkait kasus di Luwu Timur, Rusdi sebelumnya menyatakan, apabila ke depannya ditemukan Novum atau bukti baru yang terkait dugaan pemerkosaan tersebut, pihaknya bakal kembali membuka perkara ini. Tapi ini tidak final. Apabila memang ditemukan bukti baru maka penyidikan bisa dilakukan kembali.
Seperti yang dilansir pada Sindonews.com (84/2013), Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat tidak puas dengan penegakan hukum di negara ini. Peneliti LSI Dewi Arum mengatakan, dalam survei tersebut yang menilai tidak puas terhadap penegakan hukum di Indonesia, cakupannya merata di semua lapisan masyarakat.
Temuan ini menggambarkan rendahnya wibawa hukum di mata publik, Survei yang dilakukan LSI pada 1 sampai 4 April 2013 ini, dilakukan terhadap 1.200 responden di 33 provinsi. Hasilnya, 56 persen masyarakat menyatakan kurang puas dengan penegakan hukum di Indonesia.
Inilah yang terjadi di negeri yang berpedoman kepada sistem demokrasi-sekuler. Kebijakan hukum hanya sebatas nama, namun aktualisasinya amblas. Ketika seseorang sudah kehilangan kepercayaan, sulit untuk memercayainya lagi. Begitulah yang publik rasakan saat ini. Sebagaimana pada kasus dugaan ayah yang perkosa tiga anaknya, ibu korban sudah mencari keadilan dengan melaporkannya kepada pihak berwenang. Namun, apa daya, karena tidak ada bukti, kasus ini terancam terhenti.
Dalam penegakan hukum, masyarakatlah yang paling merasakan ada tidaknya keadilan di negeri ini. Para penegak hukum kerap kali mengampanyekan tugas dan wewenang kepada masyarakat yakni adalah menegakkan hukum,perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Namun, hal ini hanyalah guyonan belaka dan justru mendapatkan kenyataan pahit berupa kebohongan dan kesakitan bagi mereka yang merasa terhianati.
Kepercayaan masyarakat terhadap kinerja penegak hukum menjadi salah satu instrumen penting dalam mengukur kualitas layanan lembaga penegak hukum. Selain itu, sebagai parameter sejauh mana penerapan penegakan hukum yang adil. Jika masyarakat sudah kehilangan kepercayaan kepada penegak hukum, maka hilangnya kepercayaan akan beriringan dengan hilangnya rasa aman bagi masyarakat. Karena seharusnya, lembaga penegak hukumlah yang berkewajiban memberikan rasa adil dan aman bagi rakyat.
Adanya rasa ketakadilan hukum sejatinya tidak terlepas dari produk hukum itu sendiri dan Attitude para penegaknya. Sudah kita ketahui, hukum saat ini merupakan hasil produk pemikiran manusia. Banyaknya kitab undang-undang hukum, baik pidana maupun perdata, ternyata belum bisa menaungi rasa keadilan tersebut
Hukum dalam sistem demokrasi selalu menjadi konten kekuasaan yang bisa membutakan. Jika hukum sudah ternodai dengan kepentingan kekuasaan, maka saat itu hukum tak bisa melihat lagi benar dan salah. Pada akhirnya kebenaran ditentukan oleh mereka yang memegang kendali kekuasaan. Keadilan dalam demokrasi mustahil bebas kepentingan. Sebab, demokrasi memberi peluang tegaknya hukum sesuai kehendak manusia. Di sinilah kelemahan demokrasi.
Keadilan merupakan hal yang paling esensial dalam kehidupan. Tanpa keadilan, mustahil kehidupan ini berjalan harmonis dan seimbang. Adil adalah salah satu sifat yang harus dimiliki seseorang dalam rangka menegakkan kebenaran kepada siapa pun tanpa kecuali. Bahkan sifat adil menjadi syarat wajib bagi seseorang yang dicalonkan sebagai khalifah bagi kaum muslim. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sifat adil dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Secara bahasa adil berarti tidak berat sebelah; tidak memihak; atau menyampaikan yang satu dengan yang lain.
Kunci utama keberhasilan pengadilan dalam Islam ialah hukum yang diterapkan merupakan hukum terbaik disegala zaman dan masa, yaitu syariat Islam, bukan hukum buatan manusia seperti dalam sistem demokrasi-sekuler. Sebagaimana firman Allah Swt, “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki. (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah: 50)
Dalam hukum Islam, terdapat cita-cita tertinggi manusia, yakni keadilan. Keadilan merupakan sifat yang melekat pada Islam itu sendiri dan tak terpisahkan. Menurut Imam Ibnu Taimiyah, keadilan adalah apa saja yang ditunjukkan oleh Alkitab dan Sunah, baik dalam hukum-hukum hudud (istilah dalam hukum Islam) maupun hukum-hukum lainnya. (Ibnu Taimiyah, As-Siyasah as-Syar’iyah, hlm. 15)
Sebagai contoh, keadilan yang terjadi pada masa Sayidina Ali menjadi Khalifah, ada seorang Yahudi yang “memiliki” baju besi sang Khalifah. Karena merasa baju besi itu adalah bajunya, maka Khalifah pun mengajukan kasus tersebut ke pengadilan. Meski kasus itu melibatkan Khalifah, tetapi hakim yang bertugas memutuskan kasus itu tidak berpihak pada Khalifah. Justru, sang hakim memenangkan orang Yahudi “pemilik” baju besi sang Khalifah. Sebab, Sayidina Ali tidak dapat menghadirkan bukti dalam persidangan. Ini menunjukkan bagaimana sistem peradilan Islam memutuskan sengketa, meski melibatkan orang kuat.
Ketika keadilan Islam diterapkan dalam masyarakat, akan berimplikasi mewujudkan cara pandang dan perlakuan yang sama terhadap individu-individu masyarakat. Tak mengenal status sosial, semua mendapat posisi yang sama di hadapan hukum. Dengan keadilan, keberlangsungan hidup orang banyak bisa terjaga dengan baik. Bahkan, keadilan digunakan sebagai barometer untuk mengukur sejauh mana rezim ,yang berkuasa bisa memperoleh dukungan dan simpati dari rakyat, juga mampu menggapai rida dari Sang Khalik.
Wallahu a’lam Bisshowab
Post a Comment