Oleh: Silvia Casmadi Silvia
Mahasiswi Universitas Gunadarma
Momen 28 Oktober bukan hanya sekadar hari peringatan semata, dari hari terikrarnya sumpah janji pemuda Indonesia yang bersatu memiliki tujuan yang mulia, banyak pergerakan yang menghasilkan perubahan hebat setelahnya. Tanpa disadari banyak pergerakan besar yang diinisiasi oleh pemuda yang akhirnya menjadi titik awal perubahan besar di negeri ini. Terutama gerakan pemuda di ranah politik Indonesia.
Periode pergerakan nasional yang
menghasilkan perubahan besar (1900-1945) antara lain: Budi Utomo berdiri
sekaligus penanda era kebangkitan nasional (1908), Kongres pemuda II yang
melahirkan peringatan hari Sumpah Pemuda (1928), Pemuda menculik Soekarno-Hatta
dan mendesak mereka untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
(Rengasdengklok-1945). Pada periode Baru, seluruh organisasi mahasiswa dilebur
menjadi satu (1966) dan terjadi aksi besar-besaran (Tragedi Trisakti dan
kerusuhan (1998) yang akhirnya mengubah arah politik dari otoriter menjadi
demokrasi (cnnindonesia.com, 27/10/2020).
Pergerakan ini timbul karena perasaan
senasib dan keresahan para pemuda akan penderitaan rakyat karena adanya sistem
kolonialisme yang sedang menjajah negeri pada saat itu. Pergerakan pemuda era
reformasi pun masih terus berlanjut karena kesadaran mereka akan ketidakadilan
dari kebijakan hukum yang diterapkan di Indonesia. Hal ini sama persis dengan
perasaan pemuda zaman kolonial, mereka sadar bahwa kesengsaraan yang dialami
rakyat kecil diakibatkan oleh kolonialisme yang membuat rakyat kecil tertindas.
Jika direfleksikan pada era milenial
sekarang pun sama, banyak pergerakan yang dilandaskan oleh ketidakadilan hukum
yang menimbulkan kesengsaraan rakyat yang sangat mereka sadari hal ini timbul karena
sistem kapitalis yang sedang berkuasa di negeri ini. Pemuda memiliki energi besar untuk bergerak
dan melakukan perubahan. Sejarah membuktikan gerakan ini nyata dan terus
berkembang sampai sekarang.
Masa muda adalah fase untuk memberi dan
mencurahkan segenap potensi diri untuk berkontribusi. Segala energi, waktu dan
pikiran memuncak pada fase ini. Fakta menunjukkan, kalangan yang memiliki
produktivitas dan mobilitas tinggi diduduki oleh para pemuda. Akan sangat
disayangkan bila mereka tidak memaksimalkan potensinya. Rekam jejak sejarah pun
menjadi saksi kebangkitan bangsa Indonesia tak lepas dari peran pemudanya.
Jauh sebelum Indonesia merdeka, sejarah
kebangkitan Islam pun diraih oleh Rasulullah dan peran para sahabat. Mereka
memiliki peran penting dalam penyebaran risalah Allah sampai Islam menguasai
2/3 dunia. Sahabat Rasul seperti, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar,
Abdullah bin Amr ibnul Ash, Muadz bin Jabal, dan Zaid bin Tsabit banyak
mengambil ilmu yang bermanfaat dan menghafalkannya kemudian menyampaikannya
kepada umat sebagai warisan dari Nabi mereka.
Sepeninggal Rasulullah SAW, tercatat
sosok seperti Umar bin Abdul Aziz dengan julukan khalifah rasyidah ke-5 yang
adil dan bijaksana dalam memimpin, beliau menjadi khalifah sebelum usia 35 tahun. Kita
juga tentunya mengenal sosok Muhammad al-Fatih yang mempu menaklukkan Konstatinopel
pada usianya yang masih belia.
Sebagai pemuda Muslim, tentunya
menjadikan mereka sebagai sosok panutan yang akan diikuti jejaknya baik dari
segi ilmu dan ketakwaan kepada sang Khaliq. Sampai-sampai ulama masyhur, Imam
Syafi’i pernah berpesan “Demi Allah, hakikat seorang pemuda adalah dengan
ilmu dan takwa. Jika keduanya tidak ada maka pribadinya tidak bernilai.”
Bangkitnya peradaban Islam tak lepas
dari peran pejuang muda kala itu yang mencurahkan segenap pikiran dan potensi
mereka hanya untuk meraih ilmu dan takwa untuk kemenangan Islam. Melihat fakta
sejarah dan melihat realitas pemuda saat ini yang memiliki kesamaan dan juga
perbedaan yang jelas. Pemudanya sama-sama memiliki potensi besar namun tujuan
merka yang jauh berbeda. Ada yang mengejar ilmu dan takwa untuk meraih ridha
Allah, namun banyak juga yang mengejar karier dan menghasilkan uang
sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan financial freedom semuda mungkin.
Memang tidak bisa dipungkiri, sistem
kapitalis saat ini banyak diaruskan kepada generasi muda agar jauh dari hakikat
peran penting pemuda Muslim. Pada akhirnya perlahan para generasi muda jauh
dari aturan syariat bahkan dengan sengaja memisahkan aturan syariat dari
kehidupan.
Peran pemuda yang memiliki iman dan takwa
mampu membawa perubahan yang hakiki. Namun, kenyataan yang harus
dihadapi oleh pemuda milenial saat ini ialah mereka harus tahan dari gempuran
atau paparan kehidupan sekuler yang mereka hadapi setiap harinya. Untuk mengokohkan
pondasi dan melindungi diri, kita harus banyak menuntut ilmu, mengamalkannya (dakwah)
serta bersatu mengokohkan ukhuwah.
Jika pemuda zaman kolonial saja mampu
membawa perubahan yang berlandaskan rasa senasib sepenanggungan, maka sebagai
pemuda Muslim, tidak menutup kemungkinan kita bisa bersatu untuk mewujudkan tegaknya
kembali kehidupan Islam yang pernah jaya selama 14 abad lamanya. Hal ini tentu
tidaklah mudah, akan tetapi jika tidak dimulai dari sekarang kapan? Kalau bukan
dari kita pemuda Islam, lalu siapa?[]
Post a Comment