Menakar Ibu Kota Baru di Kaltim Pada 2024


Oleh: Nursasi (Aktivis Muslimah)


Wacana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2019, yang kemudian diumumkan pada 26 Agustus 2019 ternyata semakin serius direalisasikan oleh pemerintah.


Dilansir dari tempo.com, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, membeberkan perkembangan proyek pembangunan ibu kota baru atau ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur. Ia mengatakan saat ini persiapan pemindahan ibu kota terus dilakukan meski terhambat pandemi Covid-19. Suharso memastikan target pemindahan ibu kota tetap akan terlaksana pada 2045.


Proyek pembangunan tersebut bahkan telah sampai pada tahap land development dan persiapan penataan kota, seperti penanaman bibit pohon hingga mempersiapkan aksesibilitas jalan menuju titik IKN.


Melihat kondisi Negara yang terseok-seok untuk mengurus rakyat, pantaslah jika ambisi pemerintah untuk memindahkan Ibu Kota itu menuai banyak kritik. Pasalnya, saat ini negara tengah menghadapi tekanan akibat pandemi Covid-19. Salah satu kritik mengalir dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam, meminta pemerintah melupakan rencana pemindahan Ibu Kota Negara.


Kondisi perekonomian negara tengah berada di titik nadir ketika sekulerisme kapitalis menjadi landasan dalam memimpin negara. Telah menjadi rahasia umum, bahwa pemindahan ibu kota Negara ke Kalimantan Timur adalah murni kehendak pemerintah. Dalam hal ini, rakyat, yang katanya punya wakil di pemerintahan, sama sekali tidak dimintai pendapat. Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga mengatakan, rencana pemindahan ibu kota negara dan penetapan lokasinya yang ditentukan penguasa sangat tidak sejalan dengan kehendak demokrasi. (tribunnews.com)


Ketika pemerintah memposisikan diri sebagai fasilitator, bukan pelayan rakyat, maka setiap kebijakan yang dibuat hanyalah mempertimbangkan hal-hal yang menguntungkan pribadi atau pihak-pihak yang mendukung pemerintah. Rencana pemerintah untuk mengambil biaya pembangunan IKN dari kerjasama pemerintah dengan swasta, menampakkan kebijakan yang sebetulnya membahayakan negara.


Ketika pemerintah memberikan kewenangan kepada swasta untuk ikut serta membangun negara, sejatinya pemerintah telah menjual negara ini kepada swasta. There is no free lunch. Para pemilik modal itu sesungguhnya juga mempunyai target memperoleh keuntungan dengan bekerjasama dengan pemerintah dalam proyek ini. Sungguh miris fakta ini.


Paradigma sekulerisme kapitalislah yang sejatinya menjadi acuan pemerintah mengambil setiap kebijakan saat ini. Orientasi materi dan keuntungan mendorong pemerintah tega berbuat sesuatu yang hanya menguntungkan pihak-pihak pemilik modal.


Bak simbiosis mutualisme, pemerintah merasa terbantu dengan investasi pihak swasta. Maka pemerintah akan memberikan kelonggaran-kelonggaran kepada pihak swasta. Sementara untuk rakyat biasa, mereka tetap berada pada posisi sulit untuk menjalani hidup pada masa ini. Sekulerisme telah menjadikan pemerintah bersikap sekehendak hatinya, tanpa mengingat bahwa segala yang diperbuat dalam mengurus rakyat ini akan dimintai pertanggungjawaban kelak.


Menjadi pelindung dan pelayan rakyat adalah fungsi dan tugas penguasa dalam Islam. Maka, ketika Islam diterapkan dalam memimpin negara, pemerintah akan selalu berdiri menjadi pihak yang selalu melindungi rakyatnya, baik pemilik modal ataupun rakyat biasa. Pemerintah juga akan membuat kebijakan-kebijakan negara yang memihak kepada rakyat sehingga memudahkan rakyat dalam menjalani kehidupan ini.


Hal inilah yang dahulu dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW yang dilanjutkan oleh para khulafaur rasyidin dan para khalifah di masa kekhilafahan berikutnya. Ketika Islam diemban oleh semua orang, rakyat ataukah pemimpin, telah nyata, menjadikan masing-masing dari mereka bersikap sesuai dengan perintah Allah. Maka akan memunculkan kontrol sosial di tengah masyarakat islami. Hingga pada suatu kondisi dimana baik rakyat atau pemimpin khawatir berbuat merugikan pihak lain. Rakyat dan pemimpin, keduanya paham, bahwa kelak mereka akan mempertanggungjawabkan segala hal darinya kepada Allah, Dzat Pemilik Kehidupan ini.


Wallahu'alam bi shawab. 

Post a Comment

Previous Post Next Post