Oleh: Tiara Mailisa
Dalam
acara Peringatan Hari Santri Nasional dan Peluncuran Logo Baru Masyarakat
Ekonomi Syariah (MES) di Istana Negara, Presiden Republik Indonesia, Jokowi
mengatakan, Indonesia harus menjadi pusat gravitasi ekonomi syariah dunia.
Seperti yang diberitakan oleh Kompas.com (22/10/2021), ia juga
menambahkan, perkembangan ekonomi syariah Indonesia cukup pesat. Menurut data The
State of Global Islamic Economy Indicator Report, ekonomi syariah RI
mengalami pertumbuhan signifikan dari tahun ke tahun.
Harapannya, MES menjadi jembatan bagi seluruh pemangku kepentingan ekonomi syariah untuk membangun ekosistem ekonomi syariah yang inklusif dan mampu bertahan menghadapi berbagai macam krisis. Senada dengan Ketua Umum MES sekaligus Menteri BUMN, Erick Thohir juga mengajak seluruh pihak bergotong royong mendukung industri syariah dalam negeri. Proyeksi penduduk Muslim dewasa Indonesia yang mencapai 184 juta pada 2025 merupakan potensi besar bagi institusi penyedia layanan syariah mengingat industri halal terus berkembang dan menyesuaikan dengan masyarakat, terutama negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Erick mengatakan literasi atau kesadaran masyarakat akan ekonomi syariah di Indonesia juga menjadi kunci utama (Republika.co.id, 23/10/2021).
Tidak heran bila pemerintah menaruh harapan besar pada ekonomi syariah mengingat sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar. Ini bisa menjadi tetesan hujan bagi kondisi ekonomi Indonesia yang gersang. Persoalan ekonomi di Indonesia masih menjadi pekerjaan besar untuk diatasi dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta orang. Belum lagi masalah pengangguran yang tinggi dan pendapatan yang rendah, juga ancaman stunting yang berdampak serius terhadap kualitas SDM.
Kondisi ini makin diperparah setelah serangan pandemi yang melumpuhkan perekonomian tidak hanya di Indonesia tapi juga seluruh dunia. Pandemi Covid-19 semakin menampakkan wajah buruk dari sistem ekonomi kapitalis yang hanya mendatangkan keuntungan semu. Kebebasan ekonomi kapitalis yang memperbolehkan kepemilikian umum menjadi kepemilikan pribadi dan hanya mendatangkan keuntungan pribadi si pemilik. Semakin terlihatnya ketimpangan ekonomi di masyarakat yang begitu besar. Menjamurnya pasar non-riil yang membuat riba tumbuh subur justru semakin memperparah krisis ekonomi.
Maka tidak heran bila dunia mulai melirik pada ekonomi syariah yang ternyata tidak hanya bisa dijalankan oleh orang Muslim namun juga non-Muslim. Peran dan kontribusi ekonomi syariah sebagai potensi besar untuk memperkuat perekonomian bukan tanpa alasan, salah satunya bank syariah terbukti mampu bertahan dibandingkan bank konvensional ketika terjadi krisis moneter pada 1998. Hingga banyak bank syariah yang berdiri sejak saat itu.
Tapi sungguh amat
disayangkan keinginan pemerintah menggiatkan ekonomi syariah masih dengan
kacamata kapitalis, yaitu atas dasar adanya keuntungan semata dari sektor ini.
Padahal sejatinya kesadaran akan ekonomi syariah dilandaskan pada akidah Islam
bukan maslahat. Kesadaran yang dilandaskan pada akidah Islam meyakini bahwa
penerapan syariat harus secara keseluruhan dan sempurna sebagaimana perintah
Allah SWT dalam surah al-Baqarah: 208.
Selain itu, penerapan ekonomi syariah yang dilandaskan atas maslahat akan membuat penerapannya malah mengikuti kondisi yang berkembang bukan mengatur kondisi itu sesuai dengan aturan syariat hingga nantinya ekonomi syariah itu makin jauh dari prinsip syariah.
Kebijakan penerapan ekonomi syariah tidaklah mungkin lahir di sistem kapitalis yang sekuler. Layaknya sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur yang saling terhubung dan berkaitan satu sama lain, maka ekonomi syariah tidak akan dapat berdiri sendiri tanpa hadirnya aturan sanksi, politik, aturan kepemilikan, dan hal lainnya yang diatur seluruhnya oleh syariat Islam.
Bagaimana bisa ekonomi syariah bisa berjalan apabila sanksi yang diterapkan tidak diatur dengan syariat Islam? Bagaimana bisa ekonomi syariah diterapkan apabila aturan bermasyarakat dan bernegara masih dengan aturan kapitalis? Tidak akan bisa, karena ekonomi syariah hanya dapat diterapkan secara sempurna di sistem yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Bila tidak, maka ekonomi syariah tidak lebih dari sebuah label saja.
Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim semestinya pemerintah tidak ragu untuk mengimplementasikan seluruh syariat termasuk di dalamnya sistem ekonomi Islam karena adanya dorongan iman. Sebagai orang beriman kita harus menyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa aturan yang Allah turunkan untuk makhluk-Nya satu-satunya aturan yang harus diterapkan demi mengharapkan ridha-Nya dan ketika Allah ridha maka Allah akan melimpahkan segala keberkahan.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah al-A’raf: 96 “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
Allah menciptakan manusia beserta aturan-aturan yang justru mendatangkan kebaikan untuk manusia itu sendiri. Penerapan itu tidak hanya di level individu, namun juga di masyarakat dan juga negara. Dengan itu maka Allah turunkan berkah, negara dan rakyat mendapat keuntungan dan kesejahteraan, serta kemuliaan. Penerapan seluruh syariat justru akan memantapkan dan menguatkan posisi negara sebagai kiblat ekonomi global. Wallahu a’lam bishshawab.[]
Post a Comment