Keadilan, Ilusi atau Bukti?


Oleh: Fatimah Azzaria 

(Aktivis Remaja Muslim)


Kata adil di negri ini seolah menjadi barang langka yang sulit dicari. Hukum di negri ini masih berpijak pada hawa nafsu kepentingan manusia. Keterbatasan manusia dalam membuat hukum justru menciptakan ketimpangan dari segala segi, hingga berbagai fakta ketidakpuasan rakyat atas penegakan hukum di indonesia menyeruak dan menjadi pemandangan yang lumrah.


Dilansir dari media online Sindonews.com, berdasarkan hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat tidak puas dengan penegakan hukum di negara ini.


Peneliti LSI Dewi Arum mengatakan, dalam survei tersebut yang menilai tidak puas terhadap penegakan hukum di Indonesia, cakupannya merata di semua lapisan masyarakat. Temuan ini menggambarkan rendahnya wibawa hukum di mata publik.


Menurut Dewi, yang paling terlihat ketidakpuasan mereka adalah di desa yang berasal dari ekonomi bawah, dan berpendidikan rendah, lebih tidak puas dibandingkan mereka yang berada di kota dan berpendidikan tinggi. Lebih lanjut dia mengatakan, responden yang berada di desa dan kelompok ekonomi bawah, lebih sering menghadapi kenyataan merasa diperlakukan tak adil jika berhadapan dengan aparat hukum. Semakin rendah tingkat pendidikan, makin tidak puas dengan penegakan hukum.


Masyarakat luas sejatinya telah kehilangan kepercayaan kepada aparatur negara. Rasa muak menyeruak terhadap perlakuan yang tidak adil dan sewenang-wenang terhadap rakyat kecil. Hukum di negeri ini tidak menjamin keadilan. Istilah "Tumpul Ke Atas Runcing Ke Bawah" memang benar adanya. Istilah ini mengacu pada kenyataan bahwa keadilan di negeri ini lebih tajam menghukum rakyat kelas bawah dari pada rakyat kelas atas. Hingga kalangan kelas atas bisa membolak-balikan hukum, bahkan kebal hukum.


Negeri Indonesia adalah negeri hukum. Negeri pertiwi ini selalu menggaungkan asas pancasila, yakni sila ke 5, yang berbunyi: "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Jika kita cermati lebih dalam, ada kata 'SELURUH' yang berarti menyeluruh bukan kalangan tertentu. Namun, faktanya, apakah negeri ini menjamin keadilan bagi seluruh rakyatnya?


Paradigma kapitalisme sekulerisme membuat hukum di negeri ini berada di tangan manusia dengan segala kepentingan dan hawa nafsunya. Sifat manusia yang serba terbatas dan menjadikan duniawi sebagai satu-satunya tujuan hidup menjadikan hukum di negeri ini sebagai ajang bisnis semata. Ketika hukum bertemu dengan kalangan atas, maka hukum harus mengalah dan tunduk di kakinya. Namun ketika hukum bertemu dengan rakyat kecil, hukum bisa melibasnya tanpa ampun. Hukum pun bisa berubah-ubah penafsirannya. Jika uang bicara, maka hukum akan membela yang membayar, bukan membela yang benar. Maka tidak heran jika hasil dari hukum di negeri ini tidak menjamin keadilan sama sekali. Hukum yang dibuat oleh tangan manusia yang lemah tak pernah menemukan kata adil. Dikarenakan keterbatasan hukum buatan tangan manusia yang tidak pernah berhasil menjamin keadilan di dunia, maka dari itu, kita butuh hukum yang sempurna dari sang Maha Sempurna yaitu Allah SWT.


Dalam Islam, semua problematika kehidupan ada solusinya, ada aturannya, juga bersifat sempurna. Bahkan Islam mengatur mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, mulai dari bangun rumah sampai bangun negara pun ada dalam Islam. Lantas, mengapa manusia harus repot-repot membuat aturan dengan dana tinggi dan hasil yang tidak mampu menjamin keadilan bagi rakyat.  Sudah saatnya mengganti hukum buatan manusia yang dzalim menjadi hukum Allah yang adil dan membawa keberkahan dunia dan akhirat.


Waallahu'alam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post