Islam Kian Direndahkan: Umat Butuh Naungan Persatuan


Oleh: Apriliana Putri (Komunitas Annisaa Ganesha)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) bereaksi keras terhadap pemberitaan media asing perihal adzan di DKI Jakarta. Sebelumnya, media asing Agence France-Presse (AFP), yang merupakan media internasional berkantor di Paris, Prancis telah melaporkan salah satu warga Jakarta terbangun setiap pukul 03.00 pagi karena pengeras suara yang begitu keras dari masjid di pinggiran Jakarta saat adzan berkumandang. Media tersebut mengunggah artikel dengan judul: “Piety or noise nuisance? Indonesia tackles call to prayer volume backlash” yang dapat diartikan, “Ketakwaan atau Gangguan Kebisingan?” Media lain yaitu RFI juga melaporkan hal serupa, dilaporkan bahwa keluhan soal pengeras suara yang bising semakin meningkat di media sosial. Sekretaris Jendral Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Amirsyah Tambunan sangat menyayangkan pemberitaan tersebut, menurutnya saat ini pun sudah ada pengaturan pengeras suara Masjid seperti yang disampaikan oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) (Poskota.co.id).

Media asing telah begitu lancang menyampaikan keberatannya terhadap suara adzan dan mengekspos pandangan negatifnya terhadap syiar Islam di negeri mayoritas muslim ini. Di saat yang sama, di negeri muslim minoritas, Alquran bahkan tak boleh diakses hingga perangkat teknologi dibatasi. Salah satu aplikasi Quran, yaitu Quran Majeed dihapus dari App Store di China atas permintaan pejabat setempat. Menyadur BBC Sabtu (16/10/2021) aplikasi itu dihapus karena menampung "teks-teks keagamaan ilegal" dan pemerintah China belum menanggapi permintaan komentar terkait hal ini. Menurut Apple Censorship, sebuah situs web pemantau aplikasi di App Store Apple, aplikasi Quran Majeed telah dihapus dari App store China karena berisi konten yang memerlukan dokumentasi tambahan dari otoritas China (Suara.com).

Hingga detik ini umat masih kehilangan perisai (junnah) yang seharusnya melindungi dan menaungi umat. Tidak ada perlindungan terhadap simbol dan syiar Islam. Umat Islam yang menyuarakan syariat Islam justru dicap intoleran dan radikal. Syariat Islam harus tunduk pada nilai-nilai sekuler Barat yang memisahkan agama dari kehidupan. Padahal paham tersebut bertentangan dengan Islam yang menjadikan agama sebagai pedoman hidup manusia di segala aspek kehidupan. Tanpa perisai (junnah) yang menaungi umat dalam persatuan dan menerapkan syariat Islam secara kaffah, maka kembalinya martabat dan kehormatan Islam menjadi hal yang tidak mungkin. Islam dan para penganutnya akan selalu menjadi makanan empuk untuk selalu diserang dan direndahkan.

Rasulullah saw. bersabda,

“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)

Al-Hafizh Abu Zakariya bin Syarf al-Nawawi dalam kitab syarahnya atas Shahih Muslim menjelaskan, “Sabda Rasulullah saw: Imam seperti al-sitr (pelindung), karena Imam (Khalifah) mencegah musuh dari perbuatan mencelakai kaum Muslimin, dan mencegah sesama manusia (melakukan kezaliman), memelihara kemurnian ajaran Islam, rakyat berlindung di belakangnya dan mereka tunduk di bawah kekuasaannya.”.

Dari hadis di atas telah jelas bahwa seorang pemimpin dalam Islam adalah perisai (junnah) yang akan melindungi umat. Umat butuh untuk bersatu dalam satu naungan kepemimpinan untuk menerapkan Islam secara sempurna dan mengembalikan martabat dan kehormatan Islam. Wallahu a’lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post