Eksploitasi Perempuan, Kebijakan Genjot UMKM


Oleh Yenny Haifa 
Ibu Rumah Tangga

Baru-baru ini ada wacana kebijakan yang terus-menerus membuat perempuan terkesan dieksploitasi secara massif, yaitu wacana peningkatan inklusi keuangan UMKM dan perempuan. Tidak bisa dipungkiri, perempuan saat ini dijadikan objek untuk memajukan ekonomi, termasuk dalam hal UMKM yang dicanangkan oleh pemerintah.

Cara pandang Barat mengenai pemberdayaan ekonomi perempuan hanya berstandarkan aspek ekonomi. Dalam sistem kapitalis, perempuan dijadikan sebagai tumbal untuk kesejahteraan, mengabaikan dan mengalihkan dari perannya sebagai ibu generasi. Mirisnya, yang menjadi korban bukan hanya perempuan, akan tetapi generasi.

Sebagaimana diberitakan, Presiden RI Joko Widodo mengatakan, negara-negara G20 harus terus mendorong penguatan peran UMKM dan perempuan melalui sejumlah aksi nyata. Hal itu disampaikan presiden saat berpidato di KTT G20 di La Nuvola, Roma, Italia, Sabtu (30/10).

“(Aksi nyata) Pertama, meningkatkan inklusi keuangan UMKM dan perempuan. Inklusi keuangan adalah prioritas Indonesia. Indeks keuangan inklusif kami telah mencapai 81 persen dan kami targetkan mencapai 90 persen di tahun 2024,” jelas Presiden Joko Widodo. (antaranews.com, 31/10/2021)

Dorongan peningkatan peran UMKM bisa merubah dari merevisi kebijakan pengelolaan SDA dan aset negara (BUMN) yang kapitalistik dan terbukti gagal menyelesaikan problem kemiskinan. Permasalahan perempuan di bidang ekonomi tidak terlepas dari kemiskinan. Namun, perempuan sebagai pelaku ekonomi memiliki potensi besar dalam berkontribusi membangun ketahanan ekonomi Indonesia.

Pemerintah menyebutkan, UMKM menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, sebagaimana diungkapkan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Robert Pakpahan. Karena, sektor UMKM dan koperasi tentu akan mampu menjadi penyangga sistem perekonomian secara nasional, ketika berhadapan dengan resesi ekonomi yang mengglobal, sebagaimana di masa lalu di tahun 1998.

Berangkat dari SDGs (Sustainable Development Goals), Indonesia mengaruskan program Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP) sebagai solusi bagi perempuan. Tujuannya, mendorong kaum perempuan ikut serta memajukan perekonomian negara. Peningkatan partisipasi perempuan dan kapasitas kelompok perempuan dalam pembangunan di segala bidang.

Demikianlah, paradigma dalam kapitalisme. Pemberdayaan perempuan dianggap membuat perempuan akan menjadi sosok yang mandiri secara finansial. Perempuan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Sedangkan, negara abai. Perempuan terpaksa menjalankan perannya sebagai pencari nafkah ketika tidak diurusi oleh negara.

Kemiskinan telah menjadi problematika tidak berkesudahan yang harus dihadapi perempuan di sepanjang sejarah kapitalisme. Apalagi, di tengah pandemi yang berlangsung selama dua tahun ini. Banyak perempuan yang tidak mendapatkan nafkah dari suaminya karena adanya PHK besar-besaran, usaha gulung tikar, atau bahkan suaminya meninggal menjadi korban pandemi.

Sungguh dilema. Perempuan harus terjun sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan anaknya. Dalam pandangan sistem kapitalisme, segala sesuatu diukur berdasarkan asas materi. Siapa pun yang dapat mendatangkan keuntungan materi dan menjadi sumber daya ekonomi, dilakukan upaya-upaya memfasilitasinya, begitu juga pada perempuan.

Kapitalisme memandang perempuan sebagai bagian dari sumber daya, apalagi perempuan memiliki posisi yang lebih rendah dari laki-laki. Mereka umumnya masuk dunia kerja karena kebutuhan, sehingga mereka cenderung lebih menerima apa pun yang ditetapkan perusahaan tanpa perlawanan. Tanpa disadari, perempuan saat ini bukan lagi sebagai tulang rusuk, tetapi dipaksa sebagai tulang punggung.

Tentu saja, berbeda jauh dalam pandangan Islam. Perempuan dalam sistem Islam memiliki keutamaan. Potensi perempuan yang penyayang dan memiliki karakter lemah lembut menjadikan peran utamanya sangat penting bagi lahirnya peradaban gemilang.

Jelas sekali, peran penting perempuan adalah fokus terhadap pendidikan dan mencetak generasi berkualitas. Tugas dan peran utama seorang perempuan adalah menjadi istri dan ibu. Dia tidak dibebani tugas untuk bekerja menghidupi dirinya sendiri atau mencari nafkah bagi keluarganya.

Adapun kebolehan perempuan bekerja di luar rumah dan memainkan peran lain dalam kehidupan bermasyarakat, tidak boleh melalaikan peran mereka dalam keluarga seperti yang telah disebut di atas. Misalnya keberadaan dokter, guru, perawat, hakim, polisi perempuan, tetap dibutuhkan dan sangatlah penting bagi keberlangsungan masyarakat.

Perempuan diwajibkan sebagai ummun wa robbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga) sebagai porsi utama bagi peran politiknya. Dengan demikian, dalam Islam, perempuan terjaga martabat, kehormatan dan fitrahnya. 

Wallahu a’lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post