Pemilu: Ajang Obral Janji Tanpa Realisasi


Oleh: Dewi Rohmah (Aktivis Muslimah) 


Pemilu akan kembali digelar, kegiatan ini sudah seperti ritual setiap lima tahun sekali dan pemilu ini menjadi ajang pertarungan menunjukkan siapa yang lebih kuat dan berhak untuk berkuasa di kursi jabatan. Cara demi cara akan mereka tempuh sebagai usaha untuk mengait kekuasaan. Baleho-baleho besar bertebaran, layaknya kita selau menangkap promosi pilih nomer ini dan itu disetiap mata memandang.


Bosan? tentu saja, bukan karna selalu melihat iklan promosi mereka, tapi rakyat sudah bosan dengan janji-janji manis mereka yang selalu tak pernah ditepati, bahkan janji mereka hanya sekedar janji semu tanpa realisasi.


Paradigma demokrasi yang mengayomi rakyat dengan menyandarkan segala keputusan ditangan rakyat merupakan omong kosong. Faktanya,ternyata demokrasi saat ini bukan murni kekuasaan berada ditangan rakyat, melainkan sudah ditunggangi oleh kepentingan oligarki.


Demokrasi yang saat ini diharapkan menjadi wadah kepentingan rakyat, tetapi nyatanya TIDAK, demokasi tersebut sudah menjadi industri kepentingan beberapa pihak. Demokrasi saat ini sudah menjadi sistem politik yang dipenuhi oleh transaksi kepentingan, mengejar kekuasaan dan mewujudkan kepentingan oligarki yang bisa request untuk membuat aturan.


Para pemegang kepentingan selalu saja pintar untuk memanipulasi keadaan, cara yang sering mereka gunakan adalah memberikan informasi yang bohong atau hoax kepada media dan bisa jadi ditelan mentah-mentah oleh sebagian rakyat, karna tidak semua rakyat akan mencari suatu kebenaran berita tersebut sehingga tujuan mereka menjadi tepat sasaran. Dan tentu tidak hanya dengan cara itu, menaikan isu-isu yang berbau konflik antar golongan, suku dan agama pun sudah dijadikan sebagai bisnis komunal, sehingga tidak heran jika setiap saat pasti ada saja isu-isu yang serupa seliweran dilayar media digital.


Kembali lagi pada politik demokrasi yang identik dengan pemilu, yang pada kenyataanya harus bermodal besar dimana pemilu ini menyedot anggaran negara yang cukup fantastis hingga triliunan rupiah anggaran untuk tahun 2024 mendatang.


Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPR RI) pun meminta pemerintah dan DPR untuk meninjau kembali sistem pemilu langsung indonesia yang membutuhkan anggaran hingga ratusan triliun, ia mengatakan: “Sangat penting untuk kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi musyawarah mufakat untuk meninjau kembali sistem pemilu yang boros dan cenderung menyebabkan kerentanan sosial seperti ini, pemilu langsung sudah seperti industri dalam demokrasi kita” tidak hanya itu beliau juga mengatakan “Dalam suasana bangsa yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi covid-19, sebaiknya anggaran difokuskan pada pembenahan sistem dan manajemen kesehatan dan pendidikan, serta upaya pemulihan ekonomi nasional. Pesta demokrasi tidak pantas dirayakan di tengah-tengah meningkatnya angka kemiskinan”. (REPUBLIKA.co.id / 19 September 2021).


Betul adaya, alih-alih memikirkan rakyat nyatanya yang difikir para petinggi pemegang dompet tentu saja hanya kepentingannya pribadi, mengapa demikian? Ya, di masa kegentingan saat ini akibat covid-19 yang masih saja belum terselesaikan secara tuntas tetapi yang diutamakan dan lebih dititik fokuskan adalah kepentingan pemilu dengan gelontoran dana yang luar biasa banyaknya sedangkan, untuk dana bantuan pandemi saja mereka berdalih perekonomian negara sedang terpuruk.


Pertanyaanya, apakah dengan bersaing politik akan mensejahterakan rakyat? Apakah selama dengan pergantian pemilu setiap periode akan menyelesaikan problematika yang terjadi di tengah-tengah masyarakat secara menyeluruh? Lagi-lagi jawabannya “tidak”.


Yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah penanganan menyeluruh bukan janji-janji semu yang akan di tulis dan diikrarkan saat menjelang pemilu. Masyarakat butuh penanganan problematika secara tuntas bukan hanya angan-angan berupa visi-misi yang belum pasti terlaksana dan tertulis di atas kertas.


Berbeda sekali dengan masa jayanya pemerintahan Islam, dimana untuk menjadi seorang pemimpin orang yang ditunjuk adalah ia yang benar benar adil, taat dan takut terhadap tuhannya yaitu Allah, mekanisme pemilihan pemimpin pun tidak membutuhkan anggaran fantastis dan tentu saja ada jaminan amanah di dalamnya, jangankan untuk mengambil uang rakyat, untuk menerima gaji sesuai haknya saja para pemimpin dimasa Islam saat itu masih berfikir dua kali, takut jika disisi belahan wilayah kekuasaanya ada rakyat yang masih dalam keadaan lapar. 


Itu artinya masyarakat membutuhkan sistem yang mampu mengatasi segala masalah mulai dasar hingga ke akar-akarnya, sistem yang mampu melakukan itu semua hanya satu, yaitu sistem Islam yang datangnya langsung dari Allah, dan dengan sistem Islam ini maka akan dipastikan kehidupan seluruh ummat akan sejahtera tanpa perlu kekhawatiran dan dengan Islam pula yang akan mewujudkan rahmatan lil alamin ditengah-tengah ummat.
Waallahua’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post