Pembelajaran Tatap Muka (PTM) mulai
dilaksanakan di banyak sekolah di Indonesia. Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, menyatakan dalam rapat kerja dengan
Komisi X DPR di Jakarta, “Saat ini, sudah boleh PTM terbatas untuk semua
sekolah pada wilayah PPKM level 1 hingga 3.” (Kompas.tv, 25/08/21). Hal ini
dilaksanakan demi proses belajar dan mengajar yang dinilai lebih efektif.
Selain itu, siswa dipandang perlu untuk bertemu dengan kawan-kawan sebayanya
secara langsung. Di tengah pandemi yag melanda Indonesia ini, tentu kebijakan
ini merupakan langkah yang mengagetkan banyak pihak.
Berita ini ramai disambut baik oleh para orang
tua siswa yang merasa terbebani dengan keharusan mendampingi belajar anak di
rumah, serta para guru yang merasa kesusahan mengadakan pembelajaran daring. Dengan
adanya dukungan dari dua pihak utama ini, PTM pun tak terhindarkan, sehingga
dengan bersemangat dilaksanakan di banyak kota. Mulai dari jenjang taman
kanak-kanak hingga SMA, kegiatan luring mulai aktif dilakukan dengan protokol
kesehatan yang menjadi aturan.
Realita di Lapangan
Namun, hal ini memunculkan kekhawatiran dari
pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Komisioner KPAI, Retno
Listyanti, menyatakan bahwa terdapat banyak sekali pelanggaran protokol
kesehatan di sekolah-sekolah, mulai dari ketidakrutinan mencuci tangan, hingga
banyak dilepasnya masker. Beliau juga berkata, “Perguruan tinggi belum dibuka,
namun PAUD/TK dan SD malah sudah buka. Padahal anak PAUD/TK dan SD belum
mendapatkan vaksin dan perilaku anak TK dan SD sulit dikontrol. Ini sangat
berisiko.” (rctiplus.com, 27/09/21).
Benar saja, kluster COVID-19 banyak tersebar
di sekolah-sekolah di berbagai provinsi (detik.com, 24/09/21). Di Jawa Barat
saja, terdapat 150 klaster PTM. Puluhan ribu siswa dan guru terkonfirmasi
positif COVID-19. Jumlah ini adalah kenyataan di lapangan yang sangat
memprihatinkan. Bagaimana bisa kesehatan generasi bangsa ini digadaikan dengan
mudahnya?
Bagaimana Andil Pemerintah?
Dengan maraknya kluster sekolah ini, tentu
mulai muncul pertanyaan, haruskah PTM dihentikan sementara hingga kondisi
membaik? Ternyata tidak. Nadiem Makarim mengatakan bahwa sekolah tatap muka
tidak akan diberhentikan. Ia menambahkan, sekolah yang menjadi klaster COVID-19
saja yang ditutup hingga kembali aman untuk PTM terbatas. "Tidak, tidak
(dihentikan). PTM terbatas masih dilanjutkan, prokes harus dikuatkan dan
sekolah-sekolah di mana ada situasi seperti itu harus ditutup segera sampai
aman," kata Nadiem di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta (detik.com,
24/09/21).
Kondisi yang sangat berbahaya ini mencerminkan
besarnya ketidaksiapan Indonesia dalam menyelenggarakan PTM. Protokol kesehatan
yang dikumandangkan ternyata sekadar tulisan yang dipajang di dinding kelas.
Besar kemungkinan para siswa dan guru mengabaikannya. Lebih tepatnya, civitas
akademika tidak diawasi secara meyeluruh oleh penyelenggara peraturan ini, tak
lain adalah pemerintah.
Dalam Islam, menjadi pemimpin adalah beban
yang sangat besar. Konsekuensi jika tidak amanah adalah dosa yang sangat berat.
Hal ini mendorong para pemimpin untuk melakukan apa yang terbaik untuk
rakyatnya, terlebih untuk bidang pendidikan, yang merupakan salah satu tiang
penyangga suatu peradaban.
”Sesungguhnya,
dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas
di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.”(QS Asysyura
[42]: 42).
Bersama dengan adanya peraturan, harus
dilakukan pengawasan. Pengawasan harus disertai dengan kesadaran
bahwa pendidikan adalah hal esensial bagi para siswa dan guru, sehingga tidak
dilaksanakan sekadarnya saja.
Selain penegakan peraturan yang tegas, diperlukan penyediaan fasilitas yang memadai agar protokol kesehatan dilaksanakan
dengan benar. Keterbatasan dana seharusnya tidak menjadi penghalang. Prioritas
alokasi dana seharusnya mejadi jelas di sini. Konsentrasi kita adalah untuk
menuntaskan pandemi. Sebaiknya dana untuk hal-hal tersier dieliminasi
sementara, contohnya adalah pembangunan infrastruktur untuk ibu kota baru.
Apabila belum siap, alangkah baiknya untuk menunda PTM untuk beberapa
saat terlebih dahulu. Bukanlah hal sulit untuk menjadikan daring menjadi
alternatif pembelajaran. Benar bahwa kita semua lelah akan pandemi ini. Namun,
akan menjadi ancaman yang lebih besar untuk membeli kesehatan dengan kemudahan
yang sifatnya sementara. Semoga pandemi ini segera berakhir dan pembelajaran di
sekolah kembali berjalan lancar dan normal.
Sumber:
https://www.kompas.tv/article/205007/nadiem-makarim-semua-sekolah-boleh-belajar-tatap-muka-di-wilayah-ppkm-level-1-hingga-3
https://www.rctiplus.com/news/detail/nasional/1578917/ralat-data-kemendikbud-tak-menafikan-adanya-klaster-sekolah?utm_source=okezonewidget&utm_medium=referral&utm_campaign=news_artikel_1578917
https://www.detik.com/edu/sekolah/d-5737484/klaster-sekolah-covid-ptm-sebaran-wilayah-dan-tanggapan-nadiem
Post a Comment