Mahalnya Ongkos Politik dalam Demokrasi Membuat Politisi Bak Berdagang Sapi



Oleh  Leihana
(Ibu Pemerhati Umat)

Musim berdagang sapi tentu sudah usai karena 'idul adha sudah terlewat. Tetapi tidak dengan politik dagang sapi tidak pernah sepi di negara ini. Benar, politik dagang sapi ini bukan sedang berjualan hewan sapi, tetapi itu hanya ungkapan terhadap praktik politik transaksional yang selalu menggunakan uang untuk meraih kekuasaan dan sampai pada tujuan yang diinginkan.

Aroma uang sudah mulai tercium di pemilu 2024, bukan hanya ongkos politik yang harus dibayarkan para politisi yang mahal tetapi juga anggara pemilu 2024 pun bernilai fantastis. Seperti dilansir bahwa diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan anggaran sebesar Rp 86 triliun untuk membiayai penyelenggaraan Pemilu 2024. Untuk pilkada, anggaran yang diusulkan mencapai Rp 26,2 triliun.

Pemilu langsung, menurut Sultan Najmudin wakil ketua DPD, hanya menjadi ajang adu kuat modal politik yang sumbernya berasal dari cukong dan oligarki. Secara ekonomi, kata Sultan, akan ada banyak uang yang beredar di tengah-tengah masyarakat.(beritasatu.com, 19/9/21)

Menyoroti  hal itu anggota perwakilan rakyat pun berpendapat anggaran tersebut terlalu tinggi. Seperti yang dikutip dari Seperti diketahui bahwa, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyebut penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang digelar serentak tahun 2024 mendatang merupakan penyelenggaraan yang sangat mahal.

Pemilu 2024 nanti adalah pemilu yang menurut saya sangat mahal ya. Saya sudah hitung-hitung sebetulnya dari pengajuan yang disampaikan KPU, Bawaslu, apakah itu dari sumber APBN maupun APBD ya itu tidak kurang sekitar 150 triliun, itu kita belum bicara keamanan dan seterusnya," kata Doli dalam paparannya dalam webinar bertajuk 'Memotret Persiapan Pemilu 2024: Tahapan, Strategi, dan Prediksi' yang digelar Indonesian Public Institute (IPI) secara daring, Kamis (2/9).(Republika.co.id, 19/9)

Ajang politik dalam pesta demokrasi lima tahun sekali ini lebih mirip seperti jual beli dalam Industri daripada pesta rakyat yang menjadi pintu keluar dari berbagai permasalahan yang melilit rakyat saat ini. Demokrasi yang dikangkangi kepentingan oligarki, maka demokrasi tersebut sudah menjadi industri demokrasi. Kepentingan oligarki ini sudah mulai terlihat dari curi startnya para politisi dari partai berkuasa saat ini. Sistem politik saat ini dipenuhi oleh transaksi kepentingan, mengejar kekuasaan dan mewujudkan perwakilan oligarki.

Lebih jahat dari transaksi politik ini adalah para politisi dari partai berkuasa menggunakan alatnya dengan menyebar berita bohong-hoaks, bahkan bisnis konflik komunal antar suku, agama dan golongan. Inti bisnis dari industri demokrasi adalah money politics (politik uang) dan korupsi sesuai dengan kepentingan para plutokrat (pemilik modal besar). Sehingga tidak heran jika akhirnya Politik demokrasi berbiaya mahal, bahkan pemilu menyedot anggaran negara (86 T untuk 2024) karena tuntutan sponsor politik juga menginginkan proyek-proyek politik seperti pemilu bisa menjadi ajang balas budi atau pengembalian modal.

Fenomena politik dagang sapi tentu tidak akan ditemukan dalam sistem politik Islam yang mulia. Islam tidak anti politik, bahkan berpolitik menjadi salah satu kewajiban seorang muslim. Tentu bukan politik seperti yang terjadi dalam sistem. Demokrasi yang penuh intrik keji. Dalam Islam politik bermakna riayarusi syu'unil umah (mengurusi urusan rakyat). Sehingga setiap aktivitas politik dalam Islam ditujukan untuk melayani dan mengurusi kepentingan umat bukan justru menyusahkan dan menipu rakyat, dengan janji manis kampanye yang sebenarnya dibiayai oleh uang rakyat.

Berbanding terbalik dengan pemerintahan Islam, dalam sistem demokrasi nihil keberhasilan dalam mengentaskan problem rakyat apalagi mewujudkan rahmatan lil alamiin
Bandingkan dengan sistem Islam yang memiliki sistem politik unggul. Mekanisme pemilihan pemimpin tidak membutuhkan anggaran fantastis dan ada jaminan amanah dan kapabelnya mereka memimpin karena dituntun oleh hukum Allah. Hal itu didasari pemikiran dalam Islam kekuasaan adalah amanah berat yang harus dipertanggungjawabkan kelak di akhirat, sebagaimana hadis Nabi Muhammad saw.
Rasulullah ﷺ bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ: الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَالْخاَدِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
artinya: "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang penguasa adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinanya. Seorang wanita adalah penanggung jawab dalam rumah suaminya dan akan ditanya tentang tanggung jawabnya. Seorang pelayan adalah penanggung jawab dalam harta majikannya dan akan ditanya tentang tanggung jawabnya.(shahih bukhari : 893)

Sehingga tidak heran Umar bin Khattab menjamin pemilihan pemimpin yang adil dan sesuai tuntunan Islam dengan nyawanya. Dari Pemerintahan negara Islam yang dipimpin oleh Nabi Muhammad saw. hingga pemerintahan para khalifah dalam.

Sistem khilafah selalu mencatatkan sejarah emas kepemimpinan yang bersih dan mulia jauh dari politik dagang sapi seperti dalam. Sistem Demokrasi. Untuk itu mari kita ganti sistem Demokrasi ini dengan sistem Islam yang mulia dan menjami rahmat bagi semesta alam.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post