Bansos dan Solusi Kesejahteraan Hadapi Pandemi




Oleh Cahyani Pramita, S.E.
Pengamat Ekonomi Masyarakat

Pandemi Covid-19 telah membawa dampak signifikan terhadap sektor ekonomi. Bukan hanya kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat miskin, tetapi kondisi perekonomian secara nasional juga global turut terdampak. Khusus untuk mengatasi masalah ekonomi yang dialami masyarakat miskin dan yang terdampak Covid-19, pemerintah menggulirkan sejumlah bansos baik yang bersifat reguler maupun nonreguler.

Namun bansos ini ternyata justru berjalan karut marut. Mulai dari bantuan yang tidak tepat sasaran, data penerima ganda, serta tindak pidana korupsi dalam penyaluran bansos. 
Dilansir dari kemensos.go.id (16/9) bahwa Tri Rismaharini pun selaku Mensos RI melakukan kunjungan kerja dengan agenda pemadanan data penerima bansos Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di wilayah Provinsi kalsel. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Banjarmasin di Landasan Ulin Timur Kota Banjarbaru pada 5 September 2021 lalu.

Dalam pemadanan data, Mensos mencermati angka tidak distribusi dan belum transaksi pada bantuan Program Sembako di Provinsi Kalsel masih cukup tinggi. Masih ada sekitar 4.373 KPM dari 56.407 penerima di Banjarbaru yang belum transaksi hingga hari ini. Secara umum kawasan di Kalsel memiliki dataran rendah yang sebagian besar berupa lahan gambut, rawa dan sungai. Kondisi geografis ini sedikit banyak mempengaruhi kecepatan dalam penyaluran bantuan. 
Belum selesai problem penyaluran bansos yang lambat hingga salah sasaran dan lainnya kini pemerintah justru menghentikan program BST dengan dalih kondisi yang telah terkendali. Masyarakat pun dipaksa mandiri perekonomian nya tanpa diberi bansos seperti sebelumnya.

Mensos Risma mengatakan salah satu alasan takkan memperpanjang BST adalah karena situasi pandemi di Indonesia telah bergerak ke skala mikro. Sehingga masyarakat seharusnya kini telah dapat beraktivitas kembali. Dengan harapan situasi pergerakan perekonomian di Indonesia sudah mulai normal kembali.
Sejak awal, Kemensos hanya merencanakan program BST selama empat bulan (Januari – April 2021), tujuan program untuk membantu masyarakat yang terdampak kebijakan PSBB/PPKM.
 Dana sebesar Rp12 triliun disalurkan setiap bulan kepada 10 juta KPM selama 4 bulan sejak awal tahun 2021.  Program BST itupun lalu dilanjutkan selama dua bulan yaitu Mei Juni sebab ada PPKM darurat dan gerak masyarakat masih terbatas.

Menurut peraturan MenKeu RI No. 254/PMK.05/2015 tentang Belanja Bansos pada Kementerian Negara/Lembaga adalah pengeluaran berupa transfer uang, barang/jasa yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat miskin / tidak mampu guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi dan/atau kesejahteraan masyarakat. Dari sini tampak bahwa bansos Covid-19 sendiri jelas tidak tepat dberlakukan dalam masa pandemi. Sebab masyarakat yang terdampak pandemi/PPKM bukan hanya masyarakat miskin.

Seharusnya pemerintah pusat menggunakan UU No.6 /2018 tentang kekarantinaan kesehatan untuk mengatur kebutuhan hidup dasar warga dan makanan hewan ternak sehingga siapa saja yang ada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah selama terjadinya karantina wilayah.

Namun dalam sistem sekuler-kapitalis, pemerintah dipilih untuk menjaga kepentingan oligarki kapitalis. Bukan untuk menjalankan fungsi pelayanan pada rakyat. Wajar pemerintah menghindari lockdown/ karantina wilayah. Hal ini mengkonfirmasi bahwa paradigma negaradalam mengurusi kemaslahatan rakyat menggunakan sistem sekuler yang tidak manusiawi. Selalu mengejar materi, tak melindungi nyawa rakyat hingga keberlangsungan hidup rakyat di masa pandemi. 

Sistem keuangan yang terjerat dengan proyek ataupun utang ribawi dengan negara luar juga berimbas kondisi keuangan negeri. Negara minim dana sementara pengeluaran saat pandemi semakin besar. Utang dan pajak terus digenjot sebagai income dan disisi lain kebocoran dana negara juga besar karena korupsi yang membudaya. Alhasil sejahtera hanya sekedar mimpi belaka.
Kondisi darurat hari ini sebenarnya sangat lebih dari cukup untuk menjadi alasan pemerintah membuang model alokasi anggaran ala kapitalisme dan wajib beralih pada model alokasi anggaran sistem Islam.  

Dalam konsep anggaran baitul maal, terdapat hak pembelanjaan karena adanya unsur keterpaksaan ataupun darurat yang menimpa kaum Muslim. Salah satunya wabah/pandemi seperti ini. Kaidah yang berlaku dalam kondisi demikian, hak pembelanjaan anggaran tidak ditentukan berdasarkan adanya harta. Pembelanjaan yang pada prinsipnya berapapun kebutuhan yang diperlukan wajib dikeluarkan oleh negara (khilafah).

Konsep Islam dalam penanganan pandemi adalah lockdown untuk mencegah penularan lebih luas. Melalui isolasi terpusat si sakit dengan masyarakat yang sehat, pasien otomatis tidak bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hdup sehingga tanggung jawab pemenuhan kebutuhan primer keluarga secara layak menjadi tangggungan negara.

Islam tidak mengenal konsep bansos, terlebih seperti bansos saat ini. Menurut Islam rakyat bukan pengemis dan tanggungjawab negara melayani kemaslahatan rakyat. Nabi saw. bersabda : “Pemimpin  masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam penanganan kesehatan, negara wajib menanggung semua pembiayaan tanpa kecuali. Seluruh kebutuhan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan dibiayai negara. Mulai dari biaya tracing, tracking, treatmrnt, vaksin obat-obatan, riset, ketersediaan oksigen beserta tabungnya, handsanitizer, dan masker kesehatan bagi rakyat sekalipun.

Khilafah takkan lepas tangan sekedar menjadi regulator. Negara (khalifah) akan sungguh-sungguh menerapkan syariat Islam. Termasuk syariat tentang belanja baitul maal. Sungguh-sungguh mencari pemasukan lain diluar pemasukan rutin bagi daulah saat kondisi darurat/ pandemi. Bisa dengan membuka donasi (sumbangan) dari kaum Muslim hingga memungut pajak .

Negara akan mewajibkan pajak bagi kaum Muslim tanpa berlebih (sebatas kebutuhan) dan pajak hanya dibebakan atas mereka yang mempunyai kelebihan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan pelengkap dengan ara yang makruf. Pembiayaan dari baitul maal dapat beralih kepada kaum Muslim saat tidak ada lagi dana di baitul maal, yang bisa digunakan untuk mengatasi keadaaan darurat seperti bencana alam hingga pandemi seperti saat ini.

Negara mengatasi pandemi dengan konsep syar’i (lockdown), dan menjamin seluruh kebutuhan rakyat serta kebutuhan medis dan lainnya terkait pandemi. Pandemi segera teratasi dan kesejahteraan tetap terwujud meski dihadapkan pada pandemi. 
Wallahu a'lam bishawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post