Wajarkah Harta Pejabat Meningkat Saat Pandemi?


Oleh Yanti Nurhayati, S.IP.
Muslimah Peduli Umat


Pandemi Covid-19 masih belum berakhir, masyarakat harus terus waspada dan tetap menjaga protokol kesehatan, walaupun jumlah pasien positif Covid-19 sudah mulai menurun dan jumlah yang sudah divaksin sudah banyak, tapi tetap harus terus disiplin dengan prokes. Pandemi yang sudah bertahan hampir kurang lebih 2 tahunan membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh penjuru negeri di dunia ini.

Di Indonesia khususnya tercatat beberapa sektor terdampak saat pandemi ini. Tingkat pengangguran yang melesat naik disusul dengan tingkat kemiskinan yang bertambah besar jumlahnya dan disertai dengan banyaknya perusahaan baik usaha di bidang pariwisata ataupun makanan serta ritel-ritel yang tidak kuat untuk terus bertahan dengan dampak pandemi ini.

Di satu sisi sungguh sangat menyedihkan dengan situasi tingkat perekonomian negeri ini, banyak keprihatinan dimasyarakat, walaupun adanya berbagai dana bantuan dari pemerintah, namun ini tidak bisa menjadikan perubahan yang signifikan untuk roda perekonomian rakyat, ditambah lagi dengan adanya kasus teganya pejabat yang korupsi dari dana bansos. Namun disebagian yang lain ada juga yang tingkat pendapatannya meningkat. Mungkin kita akan penasaran dan bertanya siapa yang meningkat pendapatannya? Hal ini diungkap oleh KPK, bahwa harta pejabat naik dimasa pandemi.

Tercatat oleh KPK hasil laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang diterima. Hasilnya, tercatat sebanyak 70 persen penyelenggara negara memiliki harta yang kian berlimpah, kenaikan harta kekayaan pada sejumlah kategori. Paling terbanyak di atas Rp1 miliar yaitu kategori menteri sebesar 58 persen; DPR /MPR 45 persen; gubernur/wakil 30 persen; DPRD Provinsi 23 persen; 18 persen bupati wali kota, dan terkecil DPRD Kota/kabupaten 11 persen. Sebut saja Presiden Jokowi, kekayaannya meningkat sebesar Rp8,8 miliar. Menko Maritim dan Investasi juga mengalami peningkatan. Harta kekayaannya bertambah Rp67.747.603.287.

Masih ada Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto; Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono; dan tak kalah menarik ada Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas dengan harta kekayaan melejit selama hampir setahun pandemi, yakni naik 10 kali lipat, mencapai Rp10 miliar. Hal ini dianggap suatu kewajaran. Sementara rakyat berjuang mempertahankan kehidupannya saat pandemi ini.

Inilah fenomena sistem demokrasi kapitalistik, negara seperti milik perorangan atau golongan saja. Penguasa sudah tidak memikirkan kesejahteraan rakyatnya tapi dalam pemikirannya hanyalah bagaimana mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan halal dan haram, tidak takut semua perbuatannya akan ada penghisaban.

Sistem demokrasi menumbuhsuburkan kekayaan pejabat dibarengi dengan jumlah rakyat miskin yang makin “makmur”. Bukan makmur hidupnya, tetapi “makmur” jumlah rakyat miskinnya. Sistem kapitalisme sangat jauh berbeda dengan sistem Islam ketika pernah diterapkan di dunia ini, dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khatab bagaiman saat kepemimpinannya beliau menghitung jumlah kekayaan pejabat diawal dan diakhir menjabat. Jika terdapat peningkatan harta yang tidak wajar, mereka diminta membuktikan bahwa hasil kekayaan yang mereka dapat bukanlah hasil korupsi atau hal haram lainnya. Bahkan, Khalifah Umar beberapa kali membuat kebijakan mencopot jabatan atau menyita harta bawahannya hanya karena hartanya bertambah, terlebih jika diketahui hartanya itu didapat bukan dari gaji yang diberikan negara. 

Dalam Islam bukan hanya mengaudit kekayaan saja tapi juga bagaimana menanamkan keimanan dan ketakwaan, kemudian bagaimana para pejabat diawasi dan dikontrol. Hanya dengan penerapan syariat Islam yang bisa mengurusi kesejahteraan rakyat, mereka para pejabat tidak akan gila harta. Tidak pula memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri. Sebab, jabatan itu kelak akan menjadi surga atau neraka baginya.

Ingatlah, wahai penguasa dan pejabat! Harta itu ujian, bukan kebanggaan. Maka, belanjakanlah di jalan Allah jika ingin selamat dunia akhirat. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya ke mana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya; tentang hartanya, dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya; serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya.” (HR Tirmidzi).
Wallahu'alam Bishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post