The Wind Of Change



Oleh Iit Supriatin
(Santri Ma'had Khadimus Sunnah Bandung)


Taliban, yang disebut-sebut sebagai Gerakan Fundamentalis Islam di Afghanistan, adalah gerakan nasionalis Islam Deobandi pendukung Pashtun, yang para anggotanya menyebut organisasinya secara resmi sebagai Keamiran Islam Afghanistan. Berdiri tahun 1994, dan menguasai hampir seluruh wilayah Afghanistan sejak 1996 sampai 2001.

Abad 20, yaitu era Perang Dingin (Cold War) antara Amerika Serikat dan sekutu NATO-nya, dengan Dunia Komunis, yang di pimpin oleh Uni Soviet beserta sekutu negara-negara satelitnya, Taliban di bina dan di besarkan Barat untuk menandingi USSR (Uni Soviet) di Afganistan.

Sebagian besar anggota Taliban di akhir abad 20 adalah sekutu AS.

Mereka adalah aset dalam komunitas inteligen yang di bina untuk melawan komunis USSR semasa Perang Dingin di Afghanistan maupun di Bosnia melawan komunitas militer Serbia dan Kroasia, boneka USSR.

Situasi berubah. Taliban kini di perangi dan di anggap lawan, karena kepentingan telah berubah. Mereka di bina, di besarkan, di perangi, namun demikian tetap di jaga jangan sampai punah. Konon, seperti inilah "Ghost War".

Munculnya Taliban yang artinya "Thalîb" yaitu "Murid atau Pelajar", - Gerakan Nasional Memurnikan Afganistan -, yang baru baru ini menguasai ibukota Kabul dengan tanpa pertumpahan darah, akan berdampak kepada keseimbangan geopolitik di wilayah tersebut.

Di laporkan "The Diplomat", setelah 4 Juli 2021 militer AS meninggalkan pangkalan militer di Bagram Afganistan dengan senyap. Duta Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar datang ke Moskow untuk membicarakan pengambil-alihan kekuasaan di Afghanistan dengan damai dan deklarasi "perang berakhir".

Presiden Ashraf Ghani meninggalkan Afghanistan dan tidak ada info ke negara mana perginya.

Sementara Nikita Ischenko juru bicara Dubes Rusia di kabul mengatakan bahwa Presiden Afghanistan telah melarikan diri dengan 4 mobil dan helikopter yang penuh dengan "uang cash".

Merujuk para analis, secara teoritis sebenarnya pemerintah Afghanistan jauh lebih lebih kuat dari pasukan Taliban, baik persenjataan maupun jumlah personil. Namun yang terjadi, pemerintah boneka langsung tunggang langgang meninggalkan medan laga, mental birokrat yang umumnya korup, sulit melawan militansi pasukan Taliban.

Perang telah berakhir dan kemenangan ada di pihak Taliban. Apakah ini berarti konflik internal dan intervensi asing telah usai di Afghanistan? Tunggu dulu, jangan terburu-buru!

Saat ini barangkali Putin adalah salah satu tokoh dunia yang paling sibuk menengahi masalah peralihan kekuasaan di Afghanistan. Ia  termasuk yang di percaya menjadi mediator di Asia Tengah oleh Eropa dan menjadi penghubung ke pihak Taliban.

Sebut saja sejumlah pembicaraan yang dilakukannya dengan Mario Draghi (PM Italia), Macron (Perancis), Markel (Kanselir Jerman), juga Erdogan. 

Ia juga merespon rapat darurat G-7 dalam rangka meredam eskalasi yang tidak di inginkan di Afghanistan, bagaimana agar negara tersebut tidak runtuh, dan membantu atas nama kemanusiaan.

Arah angin berubah di Asia Tengah dan Eropa. Satu hal yang sudah terlihat, kini Moskow lebih di untungkan atas perubahan di Kabul. Bagaimana dengan Beijing?

Beijing di tuduh oleh media sebagai negara yang bersama sama dengan Rusia membantu Taliban dengan persenjataan. Di samping itu Beijing juga di beritakan menjalin komunitas intelijen cukup baik dengan Taliban. Mungkinkah keduanya minus kepentingan di Afghanistan?

Di kutip dari Khama, di tulis Rabu (25/8/2021), Afghanistan memiliki cadangan tambang dan energi utuh hingga US$ 3 triliun atau setara dengan Rp 43.163 triliun (kurs Rp 14.387).

Berbagai bahan tambang ada di dalam perut bumi Afghanistan seperti emas, perak, plutonium, uranium, tantalum, bauksit, gas alam, garam, batu logam, tembaga, perak, kromium, timah, bedak, belerang, batu bara, barit dan seng.

Tidak hanya itu, Afghanistan juga memiliki segudang kekayaan zamrud, rubi, safir, pirus, dan lapis lazuli berkualitas tinggi yang telah lama memikat pasar batu permata.

Bahkan dalam laporan terbaru British Petroleum, kapasitas minyak Afghanistan di perkirakan dari 250 hingga 300 barel per hari yang memungkinkan Afghanistan memperoleh US$ 9 miliar dan US$ 100 juta per tahun dari sumber daya tersebut.

Jackpot!

Ini membuktikan Afghanistan bukan negara miskin sebagaimana Burundi atau Somalia. Dengan limpahan harta karun seperti ini, "perompak" mana yang tahan untuk tidak menginvasinya?

Kembali ke masalah "Ghost War".
Konon, "Ghost War" juga adalah bagian dari Yinon Plan untuk menguasai Timur Tengah dan wilayah global. 

Dalam permainan catur, Muslim adalah pion. Kapan Muslim di aduk-aduk, kapan di invasi negaranya, dan kapan di manfaatkan seperti Afghanistan, Bosnia, dan Suriah. 

Dari sini tidakkah kita curiga bahwa kemenangan Taliban atas rezim pemerintah Afghanistan sebenarnya secara objek geopolitik global atau dalam permainan catur posisinya sama sama saja? Yaitu sama sama sebagai pion.

Keberadaan "Ghost War" akan selalu ada bagi negara negara Islam. Terlebih yang di dalamnya tersimpan mutu manikam dan mutu-mutu kekayaan lainnya. Hegemoni kapitalis memang telah berakhir di Afghanistan. Namun hegemoni pesaingnya tampaknya kini siap mengumumkan kemenangan. So, Welcome Moskow! And welcome Beijing!

Dua kekuatan besar, Sosialis dan Kapitalis, akan terus terusan berlaga, bersaing dan unjuk kekuatan demi menguasai wilayah-wilayah Islam. Padahal mereka sebenarnya hanya kelompok kecil jika di banding dengan total seluruh kelompok Islam yang ada di dunia. Kenapa demikian?

Sebab dulunya, umat Islam hidup dalam satu institusi negara Khilafah. Hal tersebut berlangsung sangat lama, sekitar 1300 tahun, hingga keruntuhan Khilafah Ustmaniyah pada tahun 1924. Namun setelah itu Umat Islam hidup di berbagai negeri Muslim yang masing-masing berdiri sebagai negara-bangsa (nation-state). Inilah racun yang menjadi penyebab disintegrasi dan perpecahan umat Islam. Ini juga alasan kenapa wilayah-wilayah Muslim mudah di kuasai.
 
Maka untuk mengakhiri cengkeraman negara-negara Barat penjajah di berbagai negeri Muslim, di perlukan satu institusi sebagai pemersatu globalnya. Institusi Islam dalam sistem Khilafah.

Dan sebagai penutup, mengutip tulisan Patrick Buchanan dalam artikel yang di terbitkan Anti-War Foundation pada 23/6/2006, "Tak ada kekuatan yang mampu menandingi sebuah gagasan yang telah tiba masa kejayaannya". Allâhu A'lam bish-shawab []

Sumber artikel :
Wikipedia dan beberapa artikel di media online

Post a Comment

Previous Post Next Post