Member AMK dan Komunitas Rindu Jannah
Belum kering air mata ini atas kehilangan suami tercinta akibat Covid-19. Tetiba membaca kabar terkuaknya kasus 4 pejabat yaitu Bupati Jember, Sekretaris Daerah, Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD, mendapat honor dari pemakaman jenazah Covid-19.
Dikutip dari Kompas.com, 29 Agustus 2021, persoalan honor ini diungkapkan oleh anggota Pansus Covid-19 DPRD Jember, Hadi Supaat.
Berdasar SK Bupati Nomor 188.45/107/1.12/2021 tertanggal 30 Maret 2021 tentang struktur tim pemakaman jenazah Covid-19, sejumlah pejabat yang tergabung dalam tim pemakaman jenazah Covid-19 Kabupaten Jember, menerima honor masing-masing Rp100.000,00 dari setiap pasien Covid-19. Akibat jumlah pasien yang mengalami lonjakan di bulan Juni-Juli 2021, maka jumlah honor yang diterima pun semakin besar. Total yang diterima keempat pejabat itu sebesar Rp282 juta, atau tiap orangnya Rp70,5 juta.
Pantaskah mereka mendapat honor tersebut, apalagi tak ada kontribusi mereka dalam proses pemakaman?
Penderitaan Keluarga Terpapar Covid-19
Sebagai salah satu keluarga terpapar Covid-19, terlintas di benak, apakah kebijakan tak empati dari pemangku kekuasaan ini akibat mereka tidak merasakan langsung bagaimana rasanya terpapar Covid-19?
Sebagai rakyat jelata, kami sangat merasakan dampak pandemi ini. Sebagai seorang petani dan pedagang, kebijakan PPKM dan kebijakan yang tidak mendukung kaum petani, sungguh berimbas pada ekonomi kami. Di lain pihak, pandemi ini menuntut semua untuk meningkatkan iman dan imun. Makanan bergizi serta vitamin yang cukup harus dikonsumsi agar imun meningkat. Bagaimana kami mendapatkannya bila penghasilan kami pas-pasan? Belum lagi kami masih harus memikirkan biaya sekolah yang tidak ada kata gratis. Ini bagi kami yang masih punya penghasilan, lalu bagaimana bagi mereka yang terdampak PHK dan masih belum mendapat pekerjaan baru?
Saat harus ke Rumah Sakit pun, bagi pasien Covid masih harus merasakan penderitaan. Tak mudah untuk meminta pertolongan membawa pasien ke RS. Seperti yang penulis alami. Karena penulis tidak bisa naik motor, meski jarak rumah ke RS kurang lebih 200 meter, mencari kendaraan umum sangat sulit. Meminta tolong tetangga atau menyewa grab, tak ada yang mau. Semua takut tertular. Bahkan saat hendak menyewa ambulance pun, jawabannya tak bisa dijanjikan. Untung masih ada saudara seakidah yang mengulurkan bantuan.
Sesampai di RS, bagi yang tidak kuat mental, tentu merupakan pukulan tersendiri. Karena begitu sampai, harus menandatangani protokoler pemulasaran jenazah. Kalau tidak mau menandatangani, maka pasien tidak akan diproses lebih lanjut.
Dan setelah pasien masuk RS, keluarga pulang dan harus menjalani isoman. Bagaimana rasanya isoman sendirian seperti penulis? Saat diri membutuhkan pelukan yang menenangkan, atau sekedar senyuman yang menguatkan, tentu hanya mimpi di siang bolong. Bantuan tetangga dan sahabat, cukup sampai di pintu rumah saja. Alhamdulillah, tetangga dan sahabat sangat perhatian. Tapi, di mana peran negara? Yang penulis tahu justru banyak bansos salah sasaran, dan lebih parah lagi dikorupsi pejabat negara. Sungguh, negara abai akan rakyatnya. Apakah para pejabat yang notabene beragama Islam lupa akan hari pertanggungjawaban apa yang dilakukan di dunia?
Semua Karena Demokrasi
Demokrasi yang katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, sungguh hanyalah slogan semata. Para calon pemimpin hanya manis saat kampanye. Janji harus ditepati sesuai tuntunan syara' seolah tak pernah menjadi maklumat tsabiqoh.
Tak habis pikir, mengapa orang yang terkenal kedermawaannya, membuat kebijakan yang tak simpati. Honor bagi pejabat yang tergabung dalam tim pemakaman jenazah. Benarkah ada honor tersebut?
Setengah percaya, saat diklarifikasi, ternyata Bupati Jember membenarkan adanya honor tersebut.
Dikutip dari merdeka.com, 27 Agustus 2021, Bupati Jember Hendy Siswanto membenarkan temuan anggota Dewan. Namun dia mengaku honor itu langsung disumbangkannya.
Pemberian honor bagi para pejabat itu, menurut Hendy sebagai konsekuensi dari regulasi yang ada. Sebab, para pejabat yang namanya tertera dalam SK itu menjalankan tugas monitoring dan evaluasi (monev).
Kementerian Dalam Negeri angkat bicara soal adanya honor pemakaman pasien Covid-19 untuk pejabat. Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian mengatakan kebijakan tersebut diserahkan pada masing-masing daerah.
Menurutnya, namanya honor itu yang bersangkutan kata kuncinya harus punya kontribusi nyata dalam kegiatan. Artinya bukan numpang nama karena bersangkutan dengan pejabat. Artinya punya peran yang nyata, apa output yang diberikan sehingga layak mendapatkan honor.
Selama penulis mendampingi proses pemulasaran jenazah dari RS hingga pemakaman, alhamdulillah semua berjalan lancar. Tapi, tak tampak kehadiran keempat pejabat tersebut. Lalu dimana peran mereka hingga layak mendapat honor pemakaman? Andai mereka merasa berperan dalam tugas monitoring dan evaluasi (monev), bukankah sudah menjadi tugas mereka untuk memberikan pelayanan maksimal bagi warganya?
Beginilah demokrasi. Meski awalnya orang baik, tapi selalu akan terwarnai oleh sistem yang rusak. Sistem yang menjadikan materi sebagai indikator kebahagiaan. Sehingga rasa empati menjadi terkikis. Tak lagi menyadari bahwa sesungguhnya mereka telah menari di atas derita rakyat. Sungguh ahlak yang tak pantas bagi pejabat yang seharusnya menjadi pengayom warganya.
Wallahu a'lam bishshawab.
Post a Comment