Setengah Juta Generasi Putus Sekolah Saat Pandemi, di Mana Peran Negara?




Oleh: Zulia Adi K, SE
(Pemerhati masalah sosial).

Pandemi yang berkepanjangan akibat virus Corona tentu saja membawa dampak buruk di segala bidang. Tidak hanya dalam bidang kesehatan saja tetapi juga mempunyai dampak yang luar biasa di dalam bidang ekonomi yang berujung pada  meningkatnya angka kemiskinan. Salah satu dampaknya mengakibatkan tingginya angka putus kuliah pada mahasiswa.

Hal ini seperti yang disampaikan Kepala Lembaga Beasiswa BAZNAS Sri Nurhidayah dalam peluncuran Zakat untuk pendidikan di Jakarta secara virtual Senin (16/8).Mengutip data dari Kemendikbud ristek, Sri mengatakan sepanjang tahun lalu angka putus kuliah di Indonesia mencapai 602.208 orang.

Sedangkan menurut surve yang dilakukan oleh BEM Universitas Indonesia, 72% dari 3.321 mahasiswa mengaku kesulitan membayar kuliah.

Prihatin dengan masa depan mahasiswa, Ternak Uang bersama Najwa Shihab dan Kitabisa secara aktif meluncurkan program donasi untuk membantu mahasiswa melanjutkan studi.Chief Product Officer & Co-founder Ternak Uang Felicia Tjiasaka mengatakan, pendidikan merupakan salah satu cara untuk membantu generasi muda memahami pengetahuan keuangan dan menerapkannya di masa depan.

Sedangkan dari pihak BAZNAS juga meluncurkan beasiswa Cendekia BAZNAS yang dibuka tahun ini, agar bisa membantu masyarakat. Khususnya mahasiswa yang terdampak pandemi, sehingga tidak sampai mengalami putus kuliah. Bantuan ini diberikan kepada mahasiswa semester V berupa beasiswa SPP sebesar Rp 2,7 per semester. Bantuan ini bekerjasama dengan 101 kampus negeri dan swasta. Masing-masing kampus mendapatkan kuota sepuluh penerima beasiswa dari kalangan mustahik. Sehingga total ada seribu lebih penerima beasiswa Cendekia BAZNAS.

sungguh memprihatinkan,
ketika kebijakan penanganan pandemi tidak mencakup pembebasan biaya sekolah atau kuliah. Jadi wajar ketika angka putus kuliah tinggi di masa pandemi ini. Meski ada usaha dari berbagai pihak untuk memberikan bantuan agar angka putus kuliah ini bisa ditekan. Solusi ini tetap tidak mampu menjadi solusi total, apalagi dengan pemberian bantuan dengan Quota terbatas.

Berawal dari masalah ini
ancaman kehilangan potensi intelektual generasi di depan mata. Sedangkan kita tidak bisa berbuat apa-apa lalu di mana peran negara?

 Islam sebagai sistem yang sempurna mampu bekerja menghadapi situasi faktual dan menjamin terpenuhinya kebutuhan tiap individhu rakyat termasuk di dalamnya dalam masalah pendidikan. Karena di dalam Islam pendidikan termasuk ke dalam kebutuhan pokok selain dari sandang, papan, pangan dan kesehatan.

 Kebutuhan pokok di dalam Islam wajib menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya baik itu untuk warga negara yang miskin maupun kaya. Termasuk di dalamnya negara harus menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung pendidikan.

Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi saw.:
"Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.(HR al-Bukhari).

Hal ini sangat berbeda dengan kondisi saat ini, dimana biaya pendidikan tidak ditanggung oleh negara. Meski negara mengalokasikan dana untuk membantu pendidikan yang ada tapi faktanya tidak seberapa yang akhirnya biaya tetap menjadi tanggungan orang tua. Belum lagi kalau ada kebocoran dana pendidikan, maka akan menambah buramnya pembiayaan pendidikan.

Semua ini terjadi karena sistem kapitalis yang di adopsi negeri ini. Sistem yang berazaskan materi, sehingga memandang semua hal dari sudut pandang materi. Hadirnya negara hanya sebatas menjadi regulator, sehingga sektor yang harusnya menjadi tanggung jawab negara dialihkan kepada masing-masing individu. Termasuk sektor pendidikan.

Hal ini berbeda dengan Islam. Dalam Islam  pendidikan merupakan kebutuhan pokok dan dibiayai negara, maka dari mana sumber dananya?
Seluruh pembiayaan pendidikan di dalam negara Islam diambil dari  baitul maal, yakni dari pos fai' dan kharaj serta pos milkiyah 'amah. Tetapi jika harta di baitul maal habis atau tidak mencukupi untuk biaya pendidikan, maka negara Islam meminta sumbangan sukarela dari kaum Muslim. Jika sumbangan kaum Muslim tidak mencukupi, maka kewajiban pembiayaan untuk pos pendidikan beralih kepada seluruh kaum Muslim.
Ketika upaya ini sudah dilakukan dan masih belum mencukupi maka negara boleh memungut pajak dari kaum muslim dengan catatan harus selektif yaitu yang dipungut pajak hanyalah orang-orang yang mampu dan berkecukupan.

Begitulah Islam mengatur pembiayaan bidang pendidikan sehingga sehingga umat berlomba-lomba untuk mengeyam pendidikan setinggi-tingginya karena negara bertanggung jawab sepenuhnya.

Apakah kita tidak merindukan sistem pendidikan yang seperti itu? Sistem pendidikan yang berdasarkan pada syariat Islam. Sistem yang berhasil mencetak generasi-generasi unggul sebagai pewaris peradaban.

Wallahu a'lam bishawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post