Pegiat Literasi
Semua agama benar di mata Tuhan. Persoalannya, Tuhan yang mana? Sebab faktanya, tak satu pun manusia biasa, selain Nabi dan Rasul bisa berkomunikasi dengan Sang Pencipta. Maka apa yang menjadi tolak ukur Tuhan selayaknya adalah yang terkandung dalam kitab suci dari Allah Swt. Bukan yang lainnya. Di titik ini, wajar bila pernyataan petinggi di kalangan militer tersebut dinilai banyak kalangan rawan menyesatkan. (pikiranrakyat.com, 15/9/2021)
Salah satunya datang dari Wakil Ketua MUI, KH Anwar Abbas. Menurutnya, pernyataan tersebut cukup menimbulkan kontroversi sebab tak dapat dijelaskan siapa yang menganggap semua agama itu sama. Ditambah lagi tiap agama yang ada tak bisa disamaratakan begitu saja. (kumparan.com, 17/9/2021)
Lepas dari pro-kontra yang mengemuka, narasi yang menyatakan semua agama benar layak dikritisi. Langsung maupun tidak, pernyataan ini mengingatkan kita pada apa yang disebut pluralisme. Sebagaimana didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pluralisme merupakan paham yang mengagungkan keberagaman hingga mengakui bahwa semuanya sama.
Secara historis, pluralisme tak memiliki akar di Islam, melainkan dari Barat. Tahun 1527, di Paris terjadi peristiwa yang disebut The St Bartholomeus Day’s Massacre. Pada suatu malam di tahun itu, sebanyak 10.000 jiwa orang Protestan dibantai oleh orang Katolik. Peristiwa mengerikan inilah yang mengilhami revisi teologi Katolik dalam Konsili Vatikan II (1962-1965). Semula diyakini bahwa extra ecclesiam nulla salus (outside the church no salvation), tak ada keselamatan di luar gereja. Lalu diubah, bahwa kebenaran dan keselamatan itu bisa saja ada di luar gereja (di luar agama Katolik/Protestan). Dengan kata lain di dalam dan di luar sama benarnya dan sama membawa pada keselamatan. Ini yang lantas disebut Barat dengan pluralisme. (wikipedia)
Sangat jelas, Islam tak pernah menjadi habitat bagi paham ini. Dalam Islam, wajib meyakini kebenaran mutlak adalah apa yang datang dari Allah, Rabb seluruh alam semesta. Sebagaimana firman-Nya,
“Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu.” (QS Al Baqarah:147)
Artinya bertentangan dengan pluralisme, setiap muslim harus meyakini kebenaran mutlak kalamullah yang diturunkan melalui lisan Baginda Nabi Saw. Ditambah lagi firman Allah Swt.,
“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam.”(QS Ali Imran:19)
Imam Ibnu Katsir menyatakan tafsirnya, bahwa tidak ada agama yang diterima dari seseorang di sisi Allah selain Islam. Karena itu, barang siapa yang menghadap kepada Allah —sesudah Nabi Muhammad Saw. diutus— dengan membawa agama yang bukan syariatnya, maka hal itu tidak diterima oleh Allah. Beliau lalu mengutip ayat berikut,
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya.” (QS Ali Imran: 85)
Maka menyatakan semua agama sama benarnya tertolak dalam pandangan Islam. Bahkan menyalahi akidah yang menjadi fondasi keyakinan seorang muslim sebab bertentangan dengan Alquran.
Lagi, bila memang semua agama benar, lalu apa guna perintah berdakwah? Tidakkah berarti 23 tahun Rasulullah berdakwah siang dan malam - menempuh segala ujian dan cobaan, bahkan sering kali bertaruh nyawa- ke pemeluk agama lain merupakan perbuatan sia-sia? Mustahil tentunya.
Mari renungkan sabda Rasulullah Saw ketika diminta untuk meninggalkan azan yang dianggap mengganggu orang kafir Quraisy saat itu. Rasul Saw bersabda,
“Aku tak kuasa meninggalkan hal itu, meskipun karenanya kalian akan meletakkan matahari di atasku.” (Sahih Muslim)
Hadits di atas dan masih banyak lagi Hadits lainnya yang senada menunjukkan keteguhan Nabi Muhammad Saw dalam menggenggam kebenaran Islam. Sangat irasional jika sikap teguh hati yang dicontohkan Rasulullah dinilai bentuk fanatisme buta atau klaim kebenaran. Beliau melakukannya sudah pasti karena Islam yang benar atas petunjuk dari Zat Yang Maha Benar, Allah Swt. Sebagaimana yang termaktub dalam ayat berikut,
“Dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (QS An Najm:3-4) Wallahu a’lam.
Post a Comment