Penista Agama Minggat Saat Sistem Islam Tegak



Oleh Unie Khansa
(Praktisi Pendidikan)

Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar. Sudah selayaknya bila menjaga dan memelihara kehormatan agama Islam menjadi prioritas utama tentu saja dengan tidak menafikan agama lain.

Hal-hal yang berkaitan dengan agama, seperti  Al-Qur'an, Rasulullah, atau pun hal lain yang berkaitan dengan agama sangat dijunjung tinggi. Kita akan dan harus marah apabila hal-hal tersebut direndahkan atau dinistakan. Negara harus menjamin kehormatan agama dengan menghukum para penista Islam.

Namun, apa yang terjadi?
Penistaan terhadap Islam terjadi dan terus berulang bahkan semakin berani serta terjadi di seluruh Indonesia. Sederet orang yang pernah menistakan Islam di berbagai daerah di Indonesia.
Di Sumatera ada Soni Sumarno, Reza Hazuwen(menghina Nabi Muhammad dan menghina umat Islam ketika mengucapkan takbir), Martinus Gulo(pembuat lafaz Allah di ornamen natal), dan Meliana (melarang orang untuk azan)

Penista Islam di Pulau Jawa: Andri Cahya (terlibat dalam Gafatar), Aking Saputra (menyebutkan kebanyakan PKI adalah pemuka agama Islam), Mahful Muis Tumanurung dan Ahmad Musadeq (pendiri Gafatar dan mengaku sebagai nabi Gafatar), Bangun A.H. Kurniawan, Andrew Handoko Putra, Dwi Handoko (menghina Tuhan dalam medsos),  Arnoldi Bahari (menyebarkan ujaran kebencian berbau agama melalui media sosial), Abraham Ben Moses (melecehkan agama Islam melalui media sosialnya), dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Kalimantan dan NTT memiliki kasus penista agama, yaitu: Otto Rajasa (menghina Tuhan melalui akun Facebooknya), Siti Aisyah (menyebarkan ajaran Islam yang tidak sesuai dengan paham umum di Indonesia dan menghina ulama yang tidak sependapat dengannya),
Penista agama di Bali dan Jayapura: Donald Ignatius Soeyanto Baria (menghina para ulama dan kiyai melalui akun media sosialnya), A.H Kurniawan(menghina agama dalam kasus terbakarnya kitab suci). (IDN Times, 20 Agt.2019)

Sampai saat ini terus berlangsung  kasus-kasus penistaan terhadap Islam. Kasus  yang masih hangat dibicarakan yaitu kasus penistaan Islam yang dilakukan oleh M. Kece.
Dasar penistaan agama sendiri dilakukan atas tayangan video Youtuber Muhammad Kece yang mencampuradukkan ajaran agama Islam dengan agama lain.
MUI, Muhammadiyah, dan NU telah satu suara menyebut bahwa apa yang disampaikan Muhammad Kece menyesatkan dan berpotensi memecah belah umat.

Wakil ketua MUI, Anwar Abbas menyatakan bahwa yang diungkapkan oleh M. Kece yaitu menyebutkan bahwa kitab kuning yang diajarkan di pondok pesantren menyesatkan dan menimbulkan paham radikal. Selain itu, dia juga menyebut Nabi Muhammad saw dekat dengan jin. Ucapannya itu  sudah melanggar batas yang bisa mengganggu kerukunan beragama. Karena itu, beliau meminta agar penegak hukum segera menangkap dan memprosesnya (inews.id, 22/8/2021).

Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad, mengatakan, ucapan YouTuber Muhamad Kece (MK) yang menyinggung Nabi Muhammad saw. menjurus pada penistaan agama. Menurutnya, tindakan MK telah memenuhi unsur 156a KUHP. (Republika.co.id, 22/8/2021)

Sebelum kasus M. Kece ini,  juga sudah terjadi penistaan agama oleh Jozeph Paul Zhang yang belum lama berlangsung. Dia mengeluarkan pernyataan mengaku nabi ke-26 dan menghina Nabi Muhammad. Ironisnya Sampai saat ini dia masih buron dan entah kapan akan tertangkap.

Kasus-kasus penistaan agama tersebut menimbulkan kegaduhan dan perpecahan dan  terus saja terjadi di negeri yang mayoritas Muslim terbesar di dunia. Sederet kasus tersebut terus  berulang-ulang  karena negara sangat lemah dalam menanganinya dan kalaupun dijerat hukum, hukumnya tidak memberikan efek jera.

Hal ini terjadi karena negara  ini menerapkan sistem demokrasi sekularisme dan mengadopsi liberalisme. Adanya UU Larangan penodaan agama tidak bisa mencegah berulangnya kasus. Hal ini menunjukan bahwa negara gagal menjaga kehormatan agama.
Hal tersebut tidak akan terjadi bila yang diterapkan adalah aturan/hukum  Islam.

Pada dasarnya agama Islam dibangun atas dasar mengagungkan Allah, Islam, dan Rasulullah. Maka oleh karena itu, menghina ketiga sendi agama tersebut sama dengan melawan Islam, dan akan merusak tatanan kehidupan. Pelakunya pun meniadakan keimanan dalam dirinya ketika dia menghina Islam, karena penghinaan dalam hal ini termasuk yang paling besar dosanya dibandingkan dengan kemaksiatan yang lain (Hasin, 2005: 6-7).

Pelaku penghina Allah baik secara ucapan ataupun tindakan dihukumi murtad, baik dalam kondisi serius atau bergurau. Hal ini sudah menjadi ijma’ di kalangan para Ulama. Landasannya adalah surat at-Taubah
ayat 65. Adapun orang yang menghina Nabi, dengan berbagai macam bentuk hinaan, baik secara lisan atau perbuatan dihukumi  murtad, dalam arti secara otomatis mereka keluar dari Islam. Tidak hanya murtad, kalau menghina atau menistakan nabi akan mendapatkan hukuman tambahan yaitu dibunuh.

Adapun dasarnya antara lain  adalah
QS. At-Taubah: 12 yang artinya:
“Dan jika mereka melanggar sumpah setelah ada perjanjian, dan mencerca  agamamu, maka perangilah pemimpin kafir itu. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, mudah-mudaha mereka berhenti.”

Hadis, “Aku mendengar Jabir Bin Abdillah berkata bahwa nabi pernah bersabda: siapa diantara kalian yang sanggup membunuh Ka’ab Bin Al-Asyraf?, sebab dia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Muhammad Bin Maslamah berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, apakah engkau setuju jika aku yang membunuhnya?. Nabi bersabda: Ya”( Al-Bukhory, 2002: Jilid 4: 90).
(Abdul Aziz – Pandangan Islam Terhadap Pasal Penistaan Agama)

Senada dengan ungkapan di atas kyai Yuana Ryan Tresna mengatakan bahwa  menyakiti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diancam dengan azab yang pedih dan hukumnya haram. Hukum bagi orang yang secara sengaja menghina, mencaci, dan yang menganggap Nabi ada kekurangan adalah hukuman mati (wajib dibunuh). Perkara ini sudah termasuk ijma (konsensus para ulama). Tidak ada perbedaan di kalangan ulama. Dalil terkait hukuman mati bagi penghina Nabi adalah Al-Qur'an, hadis dan ijmak sahabat.

Dengan diterapkan hukum yang sangat keras tersebut, tentu orang akan berpikir seribu kali untuk menistakan agama. Jadi, dengan diterapkannya aturan Islam tidak akan terjadi penistaan agama yang berulang-ulang.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post