Pendidik
Salah satu fungsi pendidikan adalah memanusiakan manusia. Ungkapan ini sangat familiar di tengah masyarakat kita. Karena perannya yang sangat besar dalam membentuk kepribadian. Muncullah anggapan bahwa tanpa pendidikan manusia seolah tidak akan sampai pada derajat seutuhnya. Berkat hal ini pula, kita dapat menikmati beragam teknologi dan mencapai ilmu pengetahuan yang luas. Kehidupan pun menjadi lebih mudah dan terarah dengan memiliki banyak ilmu yang didapat. Oleh karena itu, pendidikan tidak bisa dipandang sebelah mata, karena erat kaitannya dengan kehidupan manusia.
Pentingnya pendidikan telah mendorong Bupati Bandung Dadang Supriatna menyiapkan beasiswa berjumlah total 4 miliar rupiah bagi para siswa-siswi berprestasi yang akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Pemkab Bandung sendiri telah bekerjasama dengan UIN Sunan Gunung Djati dan Universitas Padjajaran untuk menindaklanjuti rencana pemberian beasiswa tersebut.
Kriteria siswa yang berhak mendapatkan beasiswa adalah mereka yang kurang beruntung secara ekonomi tapi memiliki kecerdasan intelektual ataupun prestasi, semisal hafidz Al-Qur’an minimal 3 juz. Pemberian beasiswa merupakan langkah strategis mencapai visi terwujudnya masyarakat Kabupaten Bandung yang Bangkit, Edukatif, Dinamis, Agamis dan Sejahtera (BEDAS). (www.timesindonesia.co.id, 12/05/21).
Niat baik pemerintah Kabupaten Bandung memberikan beasiswa pendidikan merupakan bentuk kepedulian yang patut diapresiasi. Sebagai pihak yang mengemban tanggung jawab mengurus rakyat, sudah selayaknya memperhatikan apa yang dibutuhkan oleh mereka. Namun sayang bisa jadi tidak semua siswa-siswi yang masuk kriteria bisa mendapatkannya, karena dibatasi dengan besaran dana 4 miliar rupiah, kemana lagi mereka harus mencari beasiswa?
Mengingat pentingnya pendidikan, kita pun pantas bertanya bagaimana bagi yang memiliki kekurangan secara intelektual atau tidak berprestasi, juga kurang beruntung secara ekonomi? Sudah miskin tidak berpendidikan pula, malang nian nasib mereka. Padahal seharusnya mereka pun mengecap pendidikan sesuai dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki.
Inilah realitas dunia pendidikan dalam sistem kapitalisme sekular. Pendidikan dikomersilkan, dijadikan peluang bisnis. Masyarakat harus membayar mahal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Pemerintah abai memenuhi kebutuhan asasi masyarakat. Sekolah, perguruan tinggi minim sehingga bermunculan sekolah ataupun perguruan tinggi swasta, yang orientasinya adalah keuntungan.
Komersialisasi pendidikan telah menggeser tujuan mulia dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan tidak lagi diposisikan untuk mendapatkan ilmu, sebagai bekal untuk menempuh kehidupannya juga akhiratnya, tapi semata-mata diarahkan ke dunia kerja agar menghasilkan uang hingga dapat mengganti biaya pendidikan yang telah dikeluarkan. Orang yang berpendidikan seharusnya baik akhlaknya, mengenal tuhannya, memahami tujuan hidupnya, bukan yang hanya mengejar dunia lupa akhirat. Berpendidikan tapi banyak melanggar syariat Allah Swt. Bergaul bebas, riba, hedonis, menipu, korupsi dan penyimpangan lainnya.
Lain halnya dengan sistem pemerintahan Islam ketika mengurusi masalah pendidikan, tentu akan sangat jauh berbeda. Dalam sistem Islam pendidikan merupakan hak semua rakyat, tanpa kecuali. Pemenuhannya merupakan tanggung jawab negara. Tidak ada kriteria pembatasan bagi rakyat untuk bisa mengakses pendidikan yang diselenggarakan secara gratis. Anak yang pintar, bodoh, kaya, miskin, muslim ataupun non-muslim, berhak mendapatkan pendidikan berkualitas. Selama menjadi warga negara daulah maka ia akan difasilitasi untuk bisa bersekolah hingga jenjang perguruan tinggi.
Islam memandang mencari ilmu adalah fardlu a'in, yang dibebankan kepada pemimpin dalam penyelenggaraannya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab penguasa dalam melayani rakyatnya, juga merupakan manifestasi dari sabda Rasulullah:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam dan sistem-sistem lain berdasarkan akidah Islam, daulah akan mampu memberikan pendidikan gratis yang berkualitas. Ini bukan hanya tertuang dalam aturan tertulis, tapi benar-benar dilaksanakan sepenuhnya oleh negara. Maka tidak heran, kekhilafahan Islam banyak melahirkan ulama dan cendekiawan yang namanya hingga kini masih dikenal dan diijadikan rujukan seperti: Ibnu Sina, Al Khawarizmi, Imam Syafi’I, Imam Hanafi dan masih banyak lagi.
Peninggalan fisik dari agungnya sistem pendidikan Islam bisa nampak dari masih berdirinya Universitas Al Azhar, perpustakaan milik Dinasti Fatimiah di Kairo yang tercatat memiliki 1 juta volume buku dan masih banyak lagi bukti peninggalan lainnya. Pada masa kejayaannya, Khilafah Islam dengan dengan sistem pendidikannya menjadi pusat ilmu pengetahuan yang menjadi mercusuar dunia. Itulah gambaran ketika aturan Islam diterapkan di seluruh lini kehidupan oleh sebuah institusi yang berasaskan Islam. Terwujudnya kehidupan yang penuh keberkahan bukan menjadi sesuatu yang mustahil jika manusia berada di bawah naungan Khilafah Islam.
Betapa kita rindu dengan penerapan sistem Islam. Aturan yang berasal dari Sang Pencipta manusia yang Maha mengetahui apa yang baik untuk manusia dan mampu mengeluarkan kita dari belenggu kedzaliman yang terjadi saat ini akibat penerapan sistem hidup yang salah. Oleh karena itu, sudah saatnya kembali pada sistem Islam yang akan membawa kehidupan manusia pada keberkahan dunia dan akhirat.
Wallahu a'lam Bishawwab.
Post a Comment