(Pegiat Literasi)
Guru, pahlawan tanpa tanda jasa. Pengorbanan dan kerja kerasnya menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Bekerja tanpa pamrih, demi mencerdaskan anak bangsa. Dari gurulah, para murid belajar banyak hal, dari yang tak tahu apa-apa, menjadi serba tahu. Itulah kemuliannya.
Tak heran banyak yang ingin menjadi guru. Baik guru bersatus honorer ataupun PNS (Pegawai Negeri Sipil). Jika dilihat dari data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), secara keseluruhan terdapat 3.357.935 guru yang mengajar di 434.483 sekolah. Sementara jumlah siswa mencapai 52.539.935 siswa. Artinya, rasio rata-rata guru dan siswa adalah 1:16.
Maka, rasio tersebut menunjukkan angka yang ideal dalam pemenuhan layanan belajar. Hanya saja, ketika ditinjau dari sisi status kepegawaiannya, baru 1.607.480 (47,8%) guru yang berstatus PNS, sementara 62,2% sisanya merupakan guru honorer (Kemdikbud.go.id, 25/11/2020).
Berdasarkan data tersebut, masih banyak guru honorer yang tersebar di sekolah. Apalagi di pelosok desa, yang relatif lebih banyak. Tetapi tetap saja, tugasnya akan lebih banyak dikerjakan oleh guru honorer. Walaupun harus menerjang teriknya matahari dan dinginnya cuaca ketika hujan, guru honorer tetap mengajar para muridnya.
Tak heran, jikalau guru honorer berharap kehidupan yang lebih layak dari pemerintah. Salah satunya, bisa diangkat menjadi PNS tanpa ujian, atau gajinya lebih ditingkatkan. Itulah yang tengah terjadi saat ini. Pemerintah melalui BKN (Badan Kepegawaian Negara) mengadakan seleksi ASN (Aparatus Sipil Negara) dengan formasi umum dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).
Akhirnya, pemerintah berencana membuka formasi P3K sejumlah 1 juta guru. Namun yang terealisasi baru 50%, maka berdampak di lapangan. Seperti formasi yang dibutuhkan tidak sesuai dengan kebutuhan guru, sehingga melamar ke formasi lainnya. Maka, ada ketidakseimbangan antara formasi dari pemerintah dengan fakta di lapangan.
*Honorer: Bagaimana Nasibmu?*
Guru honorer sangat menginginkan hidup yang layak. Berharap diangkat menjadi ASN setelah bertahun-tahun mengabdi. Hanya saja harapan itu bagaikan panggangan api, takkan pernah terjadi. Maka, ketika tahun 2021 diadakan seleksi ASN dengan formasi P3K.
Berbondong-bondonglah para guru honorer mengikutinya dengan antusias. Nyatanya, banyak kendala saat mengikutinya. Menurut Ketua Umum Forum Guru Honorer Bersertifikasi Sekolah Negeri (FGHBSN) Nasional Rizki Safari Rakhmat mengatakan bahwa seleksi terbagi dua, yakni administrasi dan kompetisi. Dari keduia seleksi ini, pelamar mengalami beberapa kendala. Mulai, formasi yang tak sesuai saat administrasi, ditambah _passing grade_ yang terlalu tinggi (Pikiranrakyat.com, 21/09/2021).
Walhasil banyak pelamar dari guru honorer yang berguguran. Apalagi harus bersaing dengan lulusan baru yang lebih kompeten. Sedangkan guru honorer yang mengikuti formasi P3K, banyaknya sudah lanjut usia. Meskipun, pemerintah akan memberikan nilai afirmasi bagi pelamar yang berusia diatas 35 tahun. Namun, apakah akan berpengaruh pada guru honorer?
Jawabannya, tidak sama sekali. Mengapa? Karena hanya sekitar 94 ribu yang lolos pada tahap pertama. Dan akan segera diangkat menjadi ASN dari formasi P3K. Pengumuman akan dilakukan pada tanggal 24 September 2021, namun ternyata ditunda. Menurut Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKB Syaiful Huda menyatakan alasannya mengevaluasi hasil ujian dan meninjau ulang _passing grade_ yang terlalu tinggi. Ditambah mempertimbangkan adanya nilai afirmasi sebagai tambahannya.
Namun, jika ditelaah, ternyata nilai afirmasi takkan berpengaruh apapun bagi para guru honorer. Walaupun, pihak pemerintah membantahnya. Seperti yang disampaikan Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Ristek Anang Ristanto menyatakan bahwa yang belum lolos, diizinkan kembali untuk mengikuti ujian pada tahap kedua dan ketiga. Dan bisa dimanfaatkan untuk belajar kembali, karena setidaknya yang lulus memiliki pengetahuan.
Sehingga, tetap saja begitu sulit kesejahteraan didapatkan guru honorer. Bayangkan saja, pekerjaan yang menghabiskan waktu untuk mendidik, hanya digaji sekitar 500 ribu-1 juta, bahkan bisa saja tidak dibayar. Hanya saja, kejadian ini bukanlah yang pertama kali. Sudah beberapa kali para guru honorer menyuarakan aspirasinya untuk mendapatkan kesejahteraan. Bagi mereka diangkat menjadi ASN tanpa ujian adalah yang diharapkan.
Lantas, mengapa hal ini terus saja berlangsung? Ternyata, kembali lagi pada aturan yang diterapkan. Ya, aturan yang berlaku adalah sistem demokrasi. Sistem yang mengedapankan aturan manusia, dan mengabaikan aturan Sang Pengatur, Allah Swt.
Dari sanalah, wajar sekali para guru honorer akan tetap pada kondisi yang sama. Kondisi yang akan selalu mengecewakan dari janji-janji pemerintah. Sungguh tidak adil. Mereka (baca: guru honorer) bersedia mengabdi dengan ikhlas selama bertahun-tahun, tetapi perlakuan pemerintah tak sebanding dengan pengorbanannya.
Ya, demokrasi telah membuat para guru honorer menderita dan tercekik. Ditambah lagi kesejahteraan yang minimalis akan selalu didapatkannya. Padahal guru adalah tulang punggung pendidikan nasional yang akan menentukan nasib bangsa di masa depan. Generasi yang akan datang sangat ditentukan peran guru dalam mendidik mereka.
*Guru dalam Pandangan Islam*
Dari kenyataan yang ada, haruskah tetap menjalankan aturan seperti ini? Tentu tidak. Haruslah ada aturan yang bisa menyelesaikan perkara penting ini. Itulah aturan Islam, yang berasal dari Allah Swt.
Karena dalam Islam, guru yang statusnya ASN ataupum honorer tetap akan diperlakukam sama. Dimana akan mendapatkan kesejahteraan yang sama. Karena, guru telah mendidik para murid dengan segenap jiwa dan hatinya agar cerdas dan tangguh. Dan tidak mudahnya menjadi pendidik, maka Negara akan menjamin kebutuhannya.
Sehingga, dalam Islam, guru akan mendapatkan gaji yang layak. Seperti yang diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dari al-Wadl-iah bin Atha bahwasannya di masa Khalifah Umar bin Khatab, gaji seorang guru bisa mencapai lima belas dinar (1 dinar setara dengan 4,25 gram emas). Maka, jika 15 dinar akan setara dengan 63.75 gram emas. Kemungkinan gajinya dikisaran Rp51 juta (1 gram emas seharga Rp800 ribu).
Masya allah, gaji yang sangat cukup bagi seorang guru. Sehingga mereka takkan dipusingkan lagi permasalahan ekonomi. Dan akan fokus mendidik para muridnya untuk membangun peradaban dunia yang gemilang.
Wallahu'alam bishshawab.
Post a Comment