Oleh: Maryam Abdullah
Malang, di tengah kondisi kian
menghimpit yang belum terlihat titik-terangnya rakyat dibuat ngeluh dengan kabar kekayaan para
pejabat yang meningkat drastis. Bagaimana tidak, situasi pandemi yang umumnya
menekan pendapatan rakyat, menghilangkan ladang penghidupan mereka, PHK massal
di mana-mana, pengangguran semakin banyak, angka kemiskinan semakin meningkat
hingga banyak yang mengalami kesulitan sekadar untuk bertahan hidup, mereka
malah sebaliknya.
Kabar yang beredar, seorang menteri
yang bertambah 10 miliar kekayaannya dalam waktu 9 bulan menjabat. Berdasarkan
catatan KPK, sejumlah pejabat negara lainnya juga mengalami penambahan jumlah
harta kekayaan selama pandemi. Jumlah itu diketahui dari data yang diakses kompas.com dalam situs web
elhkpn.kpk.go.id milik KPK. Peningkatan ini juga terjadi pada kepala Negara
sebagaimana dilansir banyak media baru-baru ini.
Memang, banyak kemungkinan alasan
peningkatannya. Seperti kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala
Nainggolan, yang menganggap pertambahan harta dari 70% pejabat ini masih wajar,
ada kenaikan juga belum tentu korup (merdeka.com/ 9 September 2021) hanya saja ini semua menjadi terlihat tidak
pro kondisi rakyat, tidak empati. Tidak pantas rasanya terjadi pada mereka yang
mestinya menjadi pengayom rakyat terlebih di situasi darurat. Menikmati
kegelimangan di tengah rakyat yang bisa jadi tak makan. Apalagi, diduga selama ini Negara enggan
menerapkan kebijakan lockdown karena tidak sanggup menanggung kebutuhan pokok
rakyatnya. Seharusnya sebagai pengurus urusan rakyat, kepedulian dan empati
memenuhi angannya, sampai mayoritas penderitaan yang dialami rakyat hingga kini
minimal berkurang bahkan teratasi. Sebagaimana teladan seorang pengurus sejati.
Tidakkah merasa malu dengan Khalifah
Umar bin al-Khattab yang memandang buruk perbuatannya memakan makanan yang baik
sementara rakyat diberikan yang sisa-sisa. “Alangkah buruknya aku ini sebagai
pemimpin jika aku memakan bagian yag baik. Lalu aku memberi rakyat makanan
sisanya.” (Ibn Sa’d, Ath-Thabaqat Al-Kubra, 3/312). Beliau radiallaahu anh juga tidak bermegah-megah apalagi memanfaatkan
kekuasaannya sebagai jalan berkuasa dan mengambil untung pribadi. Dari riwayat
Imam Malik dalam Al-Muwathta, Anas bin Malik ra., pernah berkata “Aku melihat
Umar bin al-Khaththab pada masa Kekhilafahannya biasa memakai jubbah yang
bertambal di dua pundaknya.” Maa syaa
Allah, solawat bagi rasul saw., dan para sahabat ra.
Kondisi suatu negara tidak lepas
dari bagaimana regulasinya. Dan keduanya berpangkal pada sistem yang
diterapkannya. Sistem demokrasi yang sejak awal –pemilu di negaranya-- menuntut
harga mahal yang tidak kurang dari puluhan juta triliun (WartaEkonomi.co.id/
1/05/2019) membuka peluang para punggawa Negara dan pasukannya betindak seperti
para pebisnis yang perlu membalikkan modal hingga mengharap keuntungan dalam kedudukannya.
Sehingga bukan hal yang tabu lagi saat ini jika dalam menetapkan kebijakan akan
bertumpu pada kebajikan mereka dan kelompok pendukungnya. Betullah kiranya
ungkapan bahwa sistem demokrasi membuka lebar pintu bagi pejabat dan segelintir
elit untuk memperkaya diri. Sedangkan rakyat biasa tertutup akses dan sekadar
bisa memenuhi kebutuhan dasarnya.
Termasuk hal ini, peningkatan
kekayaan pejabat yang tidak tepat sikon, tentu atas izin bahkan buah dari
penerapan sistem yang ada. Inilah
potret pemberlakuan sistem demokrasi yang digadang menjamin keadilan dan
melahirkan aparatur serta pejabat yang mewakili rakyat.
Jika sistem demokrasi menampakkan
diri seperti itu, maka berbeda dengan sistem yang lain. Sistem Islam misalnya.
Islam yang dikenal umum sebagai salah satu jenis agama di dunia ini ternyata
lebih dari itu juga merupakan sebuah sistem kehidupan. Sistem kehidupan yang
menjamin rahmat bagi seluruh alam. Berbeda dengan agama lainnya yang sering
hanya berupa agama tanpa menjadi sistem kehidupan yang kompleks. Sejak awal
mula diturunkannya hingga pemerintahan terakhirnya pada tahun 1924 Masehi menunjukkan
hal ini. Para Khalifah dengan landasan Islam telah berusaha menjalankan peran
pelayan (pengurus) rakyat dengan sebagaimana mestinya sekuat semampu mereka. Di
bidang pendidikan misalnya, sejarawan barat yang non muslim pun mengakui
kinerjanya yang luar biasa, sebagaimana ungkapan-ungkapan berikut.
“Kegigihan dan kerja keras mereka
(para Khalifah) menjadikan pendidikan menyebar luas, sehingga berbagai ilmu,
sastra, falsafah, dan seni mengalami kejayaan luar biasa yang menjadikan Asia
Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad”
(Will Durant, The Story of Civilization,
XIII/151)
“….orang-orang Arab (muslim)
telah mewariskan pengetahuan mengesankan di Eropa. Mereka telah menuliskan
karyanya di langit, sehingga setiap orang yang melihatnya akan tahu siapa yang
memberi nama bintang-bintang di angkasa itu.” (John William Draper, A History of the Intellectual Development)
Begitu pun di bidang kehidupan
lainnya.
Pernah terjadi peningkatan jumlah
kekayaan seorang pejabat Khalifah Umar ra., di masanya yakni sahabat Abu
Hurairah ra dengan berkali-kali lipat. Khalifah mengonfirmasi semua itu dengan
saangat tegas sebagaimana tertuang dalam ucapan beliau ini, “Wahai musuh Allah,
wahai musuh Islam, apakah kamu sudah mencuri harta Allah?” jawaban beliau
kepada khalifah “Aku bukan Musuh Allah, aku bukan musuh kitabnya Allah, aku
bukan musuhnya Islam, dan aku tidak mencuri harta Allah.” Lalu abu Hurairah
memberi penjelasan kenapa harta beliau bertambah. Maa syaa Allah, terus terang
tanpa tabir dan penuh kepedulian akan pertanggungjawaban saudaranya di hadapan
Allah. Dan saat itu tidak ada keterangan bahwa hartanya meningkat ditengah
kondisi rakyat yang berat.
Jika dalam hal makanan saja
seorang Khalifah teladan sangat memperhatikan adabnya kepada rakyatnya yang
sedang kesusahan, apalah lagi dalam urusan-urusan yang lain. hal ini
mengajarkan kita bahwa seorang pengurus urusan rakyat dalam hal ini pemerintah
dan berbagai bagiannya harus merasakan penderitaan rakyat bahkan menjadi orang
yang paling berjuang di sana. Maka bagi sistem islam, tidak wajar kekayaan pjabat
meningkat ditengah derita rakyat. Karena mereka akan mementingkan rakyat dalam
setiap urusannya jika pun demikian maka itu juga untuk kemalahatan rakyatnya.
Semoga Allah memberkahi para pemimpin kaum Muslim. Wallaahu a’lam.
Post a Comment