Bela Baha'i, Kebebasan Beragama Semakin Menjadi

Oleh : Ummu Zamzam (Aktivis Pemerhati Keluarga)

Tidak ada angin tidak ada hujan, Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas Mendadak menjadi Perbincangan dijagat dunia maya dan Muncul wacana pro-kontra di medsos bagaimana tidak video yang sempat viral itu menuai kontroversi saat kemenag memberikan ucapan selamat merayakan hari raya Nawruz kepada komunitas Baha'i. Kontroversi muncul, mulai dari masyarakat biasa, tokoh ormas, hingga anggota DPR atau politik. Pidato Menag tersebut dianggap off-side, dan membuat “gaduh”.  (CNNIndonesia.com , Kamis , 29/7/2021).

Seperti dilansir dari Palembang, CNN Indonesia -- Staf Khusus Menteri Agama, Ishfah Abidal Aziz menyebut bahwa langkah Menag Yaqut Cholil Qoumas yang mengucapkan selamat Hari Raya Naw Ruz kepada masyarakat Baha'i sudah berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku.Hal itu ia sampaikan untuk merespons pernyataan Ketua MUI Cholil Nafis yang mengingatkan pemerintah jangan offside soal agama Baha'i. "Dalam hal Menag menyampaikan ucapan selamat Hari Raya bagi umat Baha'i beliau merupakan bagian dari negara. Jadi bagian tugas negara. Offside-nya di mana?" kata Ishfah kepada CNNIndonesia.com, Kamis (29/7). (CNNIndonesia.com , Kamis , 29/7/2021).

Aktivis kebebasan beragama menyambut hangat sikap Menag Yaqut. Penrad Siagian, Peneliti dari Paritas Institute mengatakan Menag Yaqut tidak cukup hanya mengucapkan selamat. Tapi juga harus diteruskan kepada perlindungan, pelayanan publik terhadap berbagai kelompok agama, termasuk Baha’i yang selama ini mengalami diskriminasi. (Detik.com, 30/7/2021).

Sedangkan pihak yang kontra mengatakan bahwa sikap Menag Yaqut dinilai aneh. Seperti yang disampaikan ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad mempersilakan jika Kemenag ingin merangkul semua agama. Tapi jika itu diucapkan seorang pejabat negara justru terlihat aneh. Menurutnya, sebagai pejabat resmi pemerintah, Yaqut seharusnya disiplin mengikuti aturan yang ada. Dalam arti hanya mengucapkan kepada agama yang resmi diakui pemerintah. (Detik.com, 30/7/2021).

Jika semua hari raya semua agama diucapkan,  lalu diakui, dan diberi hari libur bisa jadi setahun habis dengan libur hari raya semua agama. Sebab, agama di Indonesia banyak sehingga ucapan Yaqut kepada komunitas Baha’i dikhawatirkan memunculkan kecemburuan sosial bagi umat agama lain yang statusnya sama-sama tidak diakui di Indonesia.
MUI sendiri juga mengingatkan agar pemerintah tidak offside. MUI meminta pemerintah tidak salah menyikapi keberadaan Baha’i. Negara memang wajib melindungi warga tapi tidak lantas menyamaratakan perlakuan dengan melayani dan memfasilitasi agama selain enam agama yang diakui di Indonesia.

Kebebasan beragama selalu menjadi salah satu tolok ukur berjalannya pilar demokrasi. Jika beragama dihalangi dan didiskriminasi, maka hal itu dianggap bertentangan dengan prinsip negara demokrasi. Jadi, apa yang dilakukan Yaqut dan pembelaan aktivis kebebasan beragama sudah sesuai dengan prinsip demokrasi.
Sudut pandang negara Demokrasi selalu menganggap agama apapun bebas dalam berkeyakinan bagi pemeluknya. Sementara disamping itu banyaknya paham-paham yang menyimpang disebabkan Demokrasi sendiri yang membukakan pintu masuk paham-paham yang menyesatkan, dengan mengatasnamakan keberagaman.

Pada sisi lain ajaran Agama Islam yang luhur, selalu saja mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai dengan norma-norma keberagamaan. ajaran Islam selalu didiskriminasi sebagai ajaran yang radikal, teroris dan ekstrim. Bagaimana mungkin lembut dengan agama lain, dan kasar dengan agama sendiri, benarkah ini bentuk keberagaman yang demokratis?

Sistem penerapan Demokrasi Kapitalisme jelas-jelas telah gagal dalam melindungi warga negara nya dari paham-paham yang menyimpang, munculnya banyak aliran sesat telah memurtadkan ribuan kaum muslimin demi menjajaki agama baru atas nama kebebasan, begitupula hal itu juga memberi banyak kerugian kepada umat Islam karena telah mengaburkan dan menyesatkan aqidah Islam yang lurus.

Hanya dengan Kembali pada Aturan Allah SWT yaitu Islam satu-satunya yang dapat menjaga kemurnian aqidah dari segala macam paham-paham yang menyesatkan sebagaimana syariat Islam berkewajiban menjaga agama, akal, jiwa, harta dan keamananannya, Terhadap aliran-aliran sesat, negara khilafah akan  menghentikan aktivitasnya, membubarkan jamaah atau organisasinya.

Adapun orang-orang yang terjebak pada aliran sesat tersebut, negara khilafah akan memberikan pendampingan berupa pembinaan hingga ia kembali pada akidah yang lurus, memberikan pemahaman, menjelaskan kesesatan dan kepalsuan ajaran tersebut dengan bukti dan argumentasi yang mampu memuaskan akal pikiran dan perasaanya. Serta mendorong agar mereka melakukan taubatan nasuha.

Islam agama yang sangat toleransi seperti dalam Firman Allah SWT ; 

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ. لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ. وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ. لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 1-6).

Perlindungan Khilafah terhadap umat agama lain telah dibuktikan dalam lembaran sejarah bagaimana Khilafah memperlakukan non muslim dengan sangat baik. Hal ini sudah teruji bagaimana non-muslim hidup tenang dan damai di bawah pemerintahan Islam. Toleransi yang pas dan tidak kebablasan hanya bisa diterapkan dalam negara Khilafah. 
Wallahu a'lam Bishawab. [].

Post a Comment

Previous Post Next Post