Wafatnya para Ulama ditengah Pandemi, Kita Butuh Regenerasi

Oleh : Yauma Bunga Yusyananda
(Anggota Ksatria Aksara Kota Bandung) 

Sebanyak 584 kiai dan ulama meninggal dunia selama pandemi COVID-19, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan masyarakat pesantren untuk terus waspada. Pernyataan itu disampaikan Wasekjen MUI, Abdul Ghaffar Rozin, seperti dilansir dari situs MUI, Senin (5/7/2021). Pria yang akrab disapa Gus Razin itu mengatakan kasus COVID-19 banyak menerpa pimpinan pesantren di Madura, Kudus, Pati, Demak, hingga Jepara. ( detik.com 05/07/2021)

Namun sebenarnya meninggalnya para ulama sudah terjadi sejak lama, hanya seolah banyak kabar duka di tengah wabah saat ini. Kita harus ingat juga, bahwa setiap yang berjiwa pasti akan kembali, dan itu semuanya sudah ditakdirkan. Di dalam pengendalian wabah masih ada wilayah untuk manusia berusaha sesuai tuntunan Allah subhanahu wa ta'ala, yang sudah pernah dicontohkan oleh Rasulullah sholallahu 'alaihi wa salam dan para sahabat. Hanya saja, manusia saat ini tidak memggunakan ilmu berdasarkan apa yang Allah perintahkan yakni untuk tidak meremehkan keberadaan wabah saat keberadaannya ada pertama kali. Lalu memisahkan orang sakit dan orang sehat, serta ditutupnya sumber wabah agar tidak menyebar wabah tersebut ke lain tempat. Jadi jika ilmu tersebut digunakan, maka dengan izin Nya, orang-orang diluar yang tidak berada di dalam sumber wabar bisa beraktivitas seperti biasa, dan penguasa akan fokus menangani rakyat yang terpapar di tempat bersumbernya wabah. 

Tentu berbeda dengan sekarang, karena sekat kenegaraan dan masih saja mementingkan ekonomi untuk mendatangkan Tenaga Kerja Asing ataupun Warga Negara Asing, maka menerapkan lockdown yang sesuai tuntunan syariah seolah sangat berat, padahal sudah terbukti bahwa pengendalian tersebut bisa meredam dan menghentikan wabah. Dan tidak terlupa pada masa itu pula, fokus untuk menemukan obat mutakhir dari tenaga ahli yang disejahterakan secara pantas, dan inilah para ilmuwan serta ulama yang tidak hanya memiliki satu bidang ilmu saja. Tidak sedikit, di zaman kegemilangan Islam orang yang berilmu juga memiliki keilmuwan lain seperti kedokteran ataupun teknologi. 

Darisini kita belajar, wafatnya para ulama adalah alarm untuk diri kita menyiapkan generasi atau yang dinamakan regenerasi para ulama, selain para tenaga medis yang diregenerasi di masa pandemi ini, banyak tenaga ahli dan para ulama yang sudah seharusnya diregenerasi sejak dulu. Pandemi mengajarkan kita banyak hal, bahwa salah satu tanda tercabutnya ilmu adalah diwafatkannya para ulama. 

"Sesungguhnya Allah SWT tidak mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.“ (HR Bukhari)

Sejatinya kita sebagai muslim, selain berserah diri atau yakin dengan hari akhir, kita juga sadar dan menyiapkan diri untuk mengisi tempat untuk semangat mengkaji ilmu, menambah tsaqofah Islam, serta mengisi kehidupan kita dengan hal yang berkah, selain rasa sedih serta duka tentunya kita diminta untuk banyak-banyak bermuhasabah diri, menghitung setiap amal diri, karena tidak selamanya ajal menyapa orang yang sakit, atau orangtua yang sudah lanjut usia. Kita harus yakin dan mengambil pelajaran dari setiap kejadian, dan tentu berjuang untuk menjadi regenerasi para ulama yang ahli dibidang lain, dan untuk melahirkan para ulama polymath, yaitu orang yang berilmu tidak hanya cerdas dan paham dalam satu bidang, butuh sistem yang menunjang dan mendukung pendidikan, sehingga ilmu bukan sekedar teori namun juga amal yang bermanfaat untuk ummat dan kehidupan baik di dunia maupun di akhirat, maka kita perlu kesadaran bahwa kita butuh Islam kaffah, Islam yang menyeluruh yang mengatur kehidupan berdasarkan aturan Allah ta'alaa, karena hanya dengan Islam kehidupan barokah.

Post a Comment

Previous Post Next Post