PPKM Darurat: Kerancuan Kebijakan Antara Penyelamatan Nyawa dan Ekonomi

Oleh: Cahaya Peradaban

PPKM darurat diterapkan pemerintah di Jawa dan Bali mulai 3 hingga 20 Juli setelah meroketnya angka kasus harian Covid-19, yang membuat fasilitas kesehatan sangat tertekan. Pemerintah Indonesia menerapkan istilah “PPKM darurat” untuk menekan lonjakan kasus Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir. 

 Hingga Kamis (01/07), kasus harian kembali pecah rekor 24.836 kasus atau meningkat dua kali lipat dari dua pekan terakhir. Angka kematian juga meningkat 250% dalam periode yang sama. Angka tersebut direspon Presiden Joko Widodo dengan pengumuman kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) darurat. Kebijakan ini dijelaskan lebih rinci Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. “apa yang sudah kami siapkan ini, saya kira hal yang paling maksismal dan sudah kami laporkan kepada presiden, dan Presiden juga setuju dengan langkah-langkah ini,” kata Luhut dalam keterangan pers, Kamis. BBC News Indonesia

 Juru bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman, menanggapi pernyataan duo bersaudara pemimpin Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, yang mempertanyakan kemampuan negara menangani virus Corona. Fadjroel menegaskan, Jokowi sudah menjalankan kewajiban konstitusional untuk melindungi bangsa Indonesia dalam menangani pandemi Covid-19. Salah satunya dengan menerapkan PPKM darurat. 

Namun, jika kita kaji lebih lanjut kebijakan PPKM Darurat bukan bentuk tanggungjawab Jokowi, melainkan bentuk pelemparan tanggungjawab. Dengan kata lain Jokowi mencuci tangan dari tangungjawab penanganan Covid-19, yang sedari awal tidak ditangani dengan serius dan pada akhirnya semakin mengerikan bagi bangsa Indonesia. 

PPKM Darurat sejatinya adalah Karantina Wilayah yang dilakukan tanpa menunaikan tanggungjawab pemerintah. Pemerintah ‘mengekang’ tanpa menunaikan kewajiban ‘memberi makan’ rakyat yang ‘dikurung’ di rumah-rumah mereka. 

 Penerapan PPKM ini sebenarnya sama dengan PSBB yang diterapkan sebelumnya, pemerintah hanya menggantinya dengan istilah baru. Dalam hal penerapan PSBB, pemerintah memberikan sejumlah bantuan kepada rakyat berupa pemberian sembako, BLT (Bantuan Langsung Tunai) dan lainnya. Namun, dalam pemberlakuan PPKM saat ini pemerintah tidak melakukan hal yang sama seperti yang diterapkan ketika PSBB diberlakukan. Masyarakat diminta untuk membatasi kegiatan-kegiatan sosialnya di luar rumah dengan alasan untuk menanggulangi penyebaran Covid-19 yang kasusnya semakin tinggi. 

Hal ini membuat masyarakat menjerit, pasalnya mereka harus tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Bekerja sehari untuk makan sehari bahan mereka sampai berutang untuk kebutuhan sehari-hari. Tidak sama dengan Presiden dan keluarganya yang menetap di rumah kebutuhannya tercukupi karena ada gaji yang diharapkan dari pemerintah. Jika tidak bekerja maka mereka tidak bisa makan dan tidak bisa bertahan hidup, karena kasus kelaparan lebih parah dari kasus Corona. Alih-alih melindungi diri dari Corona mereka pelan-pelan mati kelaparan.

 Rakyat bisa saja ikut kebijakan pemerintah dengan diam dirumah berkumpul dengan keluarga dan terbebas dari virus Corona. Tetapi dengan syarat pemerintah menjamin kebutuhan dasarnya dipenuhi sebagaimana yang diatur dalam pasal 55 UU No 6/2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dengan begitu, penyebaran virus Corona perlahan-lahan akan menghilang dari Indonesia.  

Seperti itulah Kebijakan rezim yang lahir dari sistem Kapitalisme. Zalim dan penuh kerancuan. Mereka tidak mau memberlakukan kebijakan yang mengorbankan keuntungan materi atas nama penyelamatan ekonomi. Seharusnya yang dilakukan rezim adalah fokus menyelamatkan nyawa rakyat dari pandemi yang belum usai. Bukan malah mengambil kebijakan yang tumpang tindih dengan ‘mengekang’ rakyat yang bekerja namun membiarkan pekerja dari Tiongkok terus berdatangan untuk mengelola kekayaan alam yang ada di bumi pertiwi. 

Kegagalan penanganan Covid-19 dan meluasnya kerusakan serta persoalan negeri ini harusnya memberikan suatu pelajaran yang berharga, mungkin ini pertanda jauhnya kita dari aturan-Nya. 

Maha benar Allah SWT., yang telah berfirman: 

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." [QS : Ar Rum : 41]. 

Sudah saatnya, kezaliman ini dihentikan. Umat sudah saatnya kembali kepada Islam dengan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, mengikuti petunjuk ayat-ayat kauniyah (sains) dan ayat-ayat qouliyah (syariat). 

Wallahu a’lam

Post a Comment

Previous Post Next Post