Oleh Cahyani Pramita,SE
(Pemerhati Sosial Masyarakat)
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunggak lagi. Kali ini Kemenkes sedang berupaya menuntaskan tunggakan klaim rumah sakit rujukan Covid-19. Total tunggakan yang belum dibayarkan pada tahun anggaran 2020 mencapai Rp. 22,08 triliun. (tirto.id, 26/06/2021).
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Rita Rogayah menerangkan bahwa dari Rp. 22,08 triliun itu, Rp. 526 miliar dan Rp.489 miliar sudah selesai dilakukan review oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ia mengatakan bahwa tunggakan ini terjadi karena penyaluran anggaran harus melewati sejumlah proses diantaranya adalah review oleh BPKP. Proses yang memakan waktu dan melalui tahapan-tahapan tertentu.
Tunggakan dari Kemenkes bukan terjadi kali ini saja. Insentif Nakes pun sempat menunggak yang kemudian Ketua Satgas Covid-19 DPP PPNI Jajat Sudrajat menyebutkan hal ini kemungkinan karena kesalahan dari rumah sakit atau Dinas Kesehatan selama proses pengajuan. Berdasakan alur pemberian insentif untuk program pemerintah pusat, fasilitas kesehatan harus mengajukan ke BPPSDM Kemenkes. Lain halnya dengan program daerah yang diajukan (insentif nakes) melalui Dinas Kesehatan.
Kondisi ini sungguh memprihatinkan. Berbelitnya pencairan anggaran berdampak pada pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit ataupun nakes kepada pasien. Pasien atau orang yang sakit adalah orang yang sedang menderita dan memerlukan penanganan segera. Jika terkendala masalah biaya karena terjadi penunggakan, bagaimana pasien bisa ditangai segera? ini sama saja dengan menggadaikan nyawa manusia. Oleh karena itu mekanisme pencairan dana seharusnya dengan regulasi yang mudah.
Selain pencairan yang mudah, ketersediaan dana yang cukup juga harus dilakukan. Kecukupan dana diperlukan untuk mendukung pelayanan yang optimal kepada pasien. Dana mencukupi, semua terpenuhi. Sayangnya anggaran sebesar Rp. 356,6 triliun yang diteken pada perpres 72 tahun 2020 alokasi anggaran untuk penanganan kesehatan hanya Rp. 25,4 triliun. Jumlah ini jauh lebih kecil dari alokasi anggaran di sektor ekonomi.
Jika sektor penanganan kesehatan dikalahkan dengan penanganan sektor ekonomi, bagaimana pandemi akan segera berakhir? Bagaimana nyawa rakyat dapat terlindungi terlebih ditengah pandemi yang semakin genting ini?
Pelayanan kesehatan yang diatur dengan regulasi hasil kesepakatan manusia hanya menciptakan birokrasi yang kaku seperti saat ini. Kepemimpinan di alam demokrasi hanya menghasilkan pemimpin yang minus jiwa mengurus. Sebab ketika menjabat, orientasi mereka adalah mengembalikan modal. Banyak dana yang mereka jadikan modal untuk berhasil meraih kekuasaan. Dari sinilah terwujud regulasi yang rumit dan bernafas kapitalis sehingga terbentuk peluang-peluang yang dapat digunakan untuk mengambil uang rakyat. Regulasi yang dibuat motifnya untuk keuntungan, bukan untuk pelayanan. Oleh karena itu selama kepemimpinan seperti ini masih dipertahankan, regulasi yang rumit dan berbelit juga akan terus terjadi.
Berbeda halnya jika layanan kesehatan diatur dengan kepemimpinan yang benar, yang berasal dari pencipta manusia yaitu sistem kepemimpinan Islam (khilafah). Orientasi penguasa dalam sistem ini adalah berupaya menjadi periayah/ pengurus sebagai tuntutan syariat. Hafz an nafs (menjaga nyawa) menjadi hal utama dalam kepemimpinannya. Dalam kondisi apapun, terlebih dalam kondisi pandemi.
Dalam realisasinya dapat terlihat dari regulasi kantor-kantor departemen yang mengurusi kemaslahatan rakyat. Salah satunya departemen kesehatan yang bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan. Regulasi manajemen yang harus dipenuhi oleh departemen ada tiga hal yaitu:
1. Kesederhanaan aturan, sehingga mewujudkan kemudahan dan memberikan kepraktisan.
2.kecepatan dalam pelayanan transaksi.
3. Pekerjaan ditangani oleh orang yang mampu dan profesional.
Orang-orang yang memiliki kepentingan pasti menginginkan kecepatan dan kesempurnaan pelayanan. Saling berbuat baik, membantu sesama manusia menyelesaikan kepentingan dengan mudah adalah bagian dari syariat. Allah Swt berfirman yang artinya “Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik” .(TQS Al-Baqarah [2]: 195)
Rasulullah pun juga bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala sesuatu, maka jika kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, maka lakukan penyembelihan itu dengan baik/sempurna.” (HR. Muslim)
Realisasi pencairan dan penyaluran anggaran dalam sistem khilafah senantiasa dibuat mudah, cepat dan tidak berbelit-belit. Di samping itu sumber pendanaan untuk kesehatannya berasal dari baitul maal (kas negara), dari pos kepemilikan umum maupun milik negara yang jumlahnya melimpah. Dari pos kepemilikan umum berasal dari pengelolaan mandiri negara terhadap SDA.
Sedangkan pos kepemilikan negara berasal dari fai, kharaj, jizyah, u‘syr, dan lainnya. Strategi pelayanan dan sumber dana seperti ini sangat mendukung terwujudnya kecepatan akses fasilitas kesehatan baik dari pihak RS maupun rakyat. RS akan terbantu dengan mudahnya penyediaan sarana dan prasarana medis , obat-obatan , peralatan hingga insentif nakes yang mendorong mereka semakin optimal bekerja. Sedangkan rakyat dengan mudahnya bahkan gratis untuk mendapat pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga proses penyembuhan berjalan dengan cepat pula.
Sejarah telah membuktikan kehebatan khilafah dalam memberikan pelayanan kesehatan. Salah satunya adalah RS di Kairo yang didirikan tahun 1248 M oleh khalifah Al Mansyur dengan kapasitas 8000 tempat tidur, dilengkapi dengan musik therapy untuk pasien gangguan jiwa . RS ini melayani 4000 pasien setiap harinya. Dan layanan diberikan tanpa membedakan ras, agama hingga status sosial ekonomi pasien. tanpa batas waktu hingga pasien benar-benar sembuh.
Selain mendapat perawatan, obat dan makanan yang gratis serta berkualitas para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. Hal ini berlangsung selama tujuh abad. Belum yakinkah kita akan sistem kepemimpinan Islam yang terbukti unggul dalam pelayanan kesehatan dibanding kepemimpinan kapitalis seperti realitas saat ini? Sungguh khilafah lah yang mampu menjaga nyawa/jiwa manusia dengan sebaik-baik penjagaan baik ditengah pandemi maupun tiada pandemi. Wallahu a’lam bish shawab.
Post a Comment